Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

     Di bawah langit hitam yang bertabur bintang, sebuah taksi sudah berputar dua kali mengitari jalan Lapangan Merdeka. Sang penumpang masih belum menentukan tujuan dari perjalanannya. Dia hanya melihat pemandangan di luar jendela mobil dengan mata sayu.

     "Kita mau ke mana, Bang?" tanya si supir taksi dengan logat bataknya, "kita sudah berputar empat kali ini."

     "Antarkan aku ke hotel JW Marriot!"

     "Baiklah!" kata si supir taksi sambil menghela napas melihat tingkah penumpangnya.

     Setibanya di kamar hotel, Maliq menghempaskan tubuhnya ke kasur. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Dia berteriak di dalam kamar hotel itu, "Kenapa harus aku?!" Aku tidak bisa mengabaikan ini. Aku harus mencari tahu alasan Pak Joni dan Bu Rahmah memberikan aku ke papa dan mama. Besok pagi-pagi sekali aku harus menemui mereka. 

      Keesokan paginya, Maliq berangkat menuju rumah Pak Joni dan Bu Rahmah. Dia mengetok pintu rumah itu dan bertemu dengan Bu Rahmah.

      Bu Rahmah terkejut melihat kedatangan Maliq ke rumahnya. Dia sudah menerima kabar dari Bu Asri bahwa Maliq kabur dari rumah karena mengetahui kenyataan yang sebenarnya. "Maliq!" sapa Bu Rahmah, "ayo masuk!"

      Maliq masuk ke dalam rumah kecil dan sederhana itu. Dia pernah berkunjung kemari beberapa kali bersama mamanya -- Bu Asri.

     "Kami sedang sarapan," kata Bu Rahmah, "kamu mau ikut sarapan bersama kita?"

     Maliq hanya menganggukkan kepalanya. Dia menuju meja makan kayu tanpa ukiran yang menghiasinya. Tidak ada kemewahan di meja makan ini, tapi Maliq bisa merasakan kesejukan di sekitarnya. Dia melihat Rina dan Doni sudah duduk di depan meja makan itu dan sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Mereka tidak melanjutkan kuliah, dan memilih bekerja sebagai buruh pabrik setelah tamat SMA. Bu Rahmah menyuruhnya duduk dan Maliq mengikuti.

     Pak Joni yang baru saja pulang dari pasar juga menghampiri meja makan itu. Badannya masih bau amis setelah memilih ikan di pasar untuk dijual kembali di warungnya. "Maliq!" kata Pak Joni heran.

     Maliq hanya memberikan senyuman tipis padanya. Dia melihat Pak Joni duduk dan kemudian memimpin doa untuk memulai sarapan. Bu Rahmah memberikan piring kaleng yang bergambarkan mawar merah di tengahnya. Maliq tetap diam saat Bu Rahmah memberikan nasi goreng kampung di atas piring kaleng. Seluruh orang yang berada di meja makan itu juga ikut diam bersamanya.

     "Mau pakai telur atau ikan, Maliq?" Bu Rahmah mulai berkata.

     Air mata Maliq menetes ke pipinya. "Kenapa kalian memberikanku pada orang lain?" wajahnya masih tetap serius seperti saat dia masuk ke rumah itu. "Apa aku tidak berharga untuk kalian?"

     Bu Rahmah tidak bisa menahan tangisnya. "Kami memberikanmu pada orang lain karena kau sangat berharga bagi kami," jawab Bu Rahmah.

     "Apa alasan kalian? Apa kalian menjualku?" tanya Maliq ketus.

     "Kami tidak menjual kau!" bentak Pak Joni. "Kau memiliki penyakit sejak lahir dan harus diperiksa rutin setiap seminggu sekali ke dokter spesialis anak. Kami tidak mempunyai biaya untuk pengobatanmu, kemudian papa dan mamamu datang membantu. Mereka sangat menyayangimu dan meminta kepada kami untuk mengangkat kau sebagai anak. Mereka berjanji akan melakukan apa pun untuk kesembuhanmu. Kami menyetujuinya karena kami sangat sedih melihatmu menahan rasa sakit itu. Setelah mengangkatmu sebagai anak, mereka mebawamu berobat ke Cina dan Jerman. Seiring berjalannya waktu, kau sembuh dari penyakitmu.

     "Setelah aku sembuh, mengapa kalian tidak memintaku kembali?" tanya Maliq yang masih sangat kesal.

     "Mana mungkin kami mengambilmu kembali saat mereka sudah mengeluarkan banyak biaya untuk pengobatan kau, Maliq! Mereka juga sangat menyayangimu seperti anak mereka sendiri."

     "Jadi kalian memberiku hanya karena balas budi!?" kata Maliq dengan nada tinggi. Tidak ada jawaban dari Pak Joni dan yang lainnya. "Siapa namaku sebenarnya?" tanya Maliq kemudian.

      "Kami memberikan kau nama Maliq Syahputra. Saat kau sudah bersama papa dan mamamu, Sherly mengusulkan nama Stanno Prasetya untukmu, sehingga kalian bertiga memiliki nama yang sama berawalan huruf 'S'. Atas usul mamamu juga nama 'Maliq' berada di antara nama yang diusulkan Sherly, sehingga namamu diganti menjadi Stanno Maliq Prasetya. Mereka lalu memutuskan memanggilmu dengan sebutan Maliq untuk tetap mengingat kami sebagai orangtua kandungmu.

      Namaku saja sudah berbeda dengan mereka bertiga. Kenapa aku tidak sadar dari dulu?! "Lalu, apa Bu Rahmah tidak sedih melihatku bersama orang lain?" tanya Maliq. Dia masih memangil Bu Rahmah dengan sebutan seperti biasa.

     "Mereka sudah berjanji akan memberikan seluruh kasih dan sayang mereka padamu. Mereka juga telah memperlakukanmu dengan baik seperti anak kandung mereka selama ini."

     "Lalu kalian senang dan menerima begitu saja! Apa kalian senang melihat aku diantar mobil mewah ke sekolah? Apa kalian senang melihat aku liburan ke luar kota dan luar negeri? Apa kalian senang melihat aku memakai barang-barang mewah ini?" kata Maliq dengan nada tinggi.

     "Cukup!" bentak Pak Joni lagi, "kami hanya ingin melihat kau bahagia."

     "Ibu sangat sedih Maliq. Tapi Ibu mana yang mau melihat anaknya susah atau kesakitan?!" ucap Bu Rahmah.

     "Seandainya aku bisa memilih, aku tidak ingin dilahirkan dari orangtua yang pasrah menerima keadaan tanpa berjuang lebih dulu." Maliq beranjak dari meja makan itu, namun langkahnya terhenti.

     "Maliq! Kau harus tahu, Sayang. Ini adalah pilihan kami dengan memberikan kau pada papa dan mamamu. Jika kau tidak menganggap kami lagi sebagai siapa pun di hidupmu, kami tidak peduli. Tapi jangan mengecewakan papa dan mamamu, mereka sudah memberikan seluruh cintanya padamu melebihi apa pun di dunia ini. Maka kau harus menyayangi mereka sebagaimana mereka menyayangi kau dari kau kecil," teriak Bu Rahmah sambil meneteskan air matanya.

     Maliq tidak mengatakan apa pun lagi, dia langsung pergi meninggalkan rumah itu.

 

***

 

      Sherly masuk ke kamar Shandy. Dia melihat Shandy duduk di sofa kamarnya sambil melamunkan sesuatu. "Apa Abang tidak bekerja hari ini?" tanya Sherly.

     Shandy hanya duduk di sofa kamarnya setelah makan malam itu, dia merenungi semua hal yang sudah terjadi. Kantung hitam di lingkar matanya terlihat karena dia tidak tidur malam ini. Shandy tidak bermaksud seperti itu pada Maliq, hingga Maliq harus meninggalkan rumah. Dia hanya ingin papa dan mamanya berlaku adil pada mereka semua. Shandy belum melakukan kegiatan apa pun pagi ini, bahkan dia belum mandi. "Aku tidak bekerja hari ini," jawab Shandy.

     "Sherly mengerti perasaan Abang sekarang. Awalnya Sherly juga cemburu pada Maliq karena papa dan mama sangat menyayanginya. Tapi semenjak kejadian di lubang itu, Sherly mengerti maksud mama. Maliq akan selalu menjaga kita semua walau dia tidak memiliki ikatan darah dengan kita, Bang!"

     "Aku juga merasa begitu!" lanjut Stevi.

     Shandy dan Sherly menoleh ke arahnya.

     "Saat Maliq terjatuh dan dahinya terluka, aku sangat takut kehilangannya. Darah yang bercucuran di dahinya itu berlumuran ke tangan dan bajuku. Aku sangat sedih melihatnya menahan rasa sakit, tapi aku juga kesal melihat kelakuannya dan hampir saja aku dimarahi papa. Setelah Maliq keluar dari rumah sakit, aku sempat bertanya padanya mengapa dia terjatuh di dapur. Dia lalu menjawab bahwa dia mencari kalung kesayangan mama yang hilang hari itu dan dia mencarinya hingga ke dapur. Kalung itu ternyata tersangkut di atas rak piring, dia berhasil meraihnya dengan naik ke atas kursi namun jubahnya tersangkut saat dia melompat turun dari kursi," kata Stevi sambil tertawa mengingat kejadian itu, "dia memang terobsesi menjadi super hero."

     "Sherly harap Bang Shandy mengerti dengan kata-kata kami. Walau dia tidak sedarah, sekandung, atau hubungan apa pun, Maliq adalah saudara kita."

     "Walaupun Maliq tidak sedarah dengan kita, tapi darah kita tetap sama warnanya -- merah.  Stevi menyarankan Abang untuk mengingat kembali saat kita masih anak-anak dulu."

     Setelah kedua adiknya pergi dari kamarnya, Shandy mengingat kembali masa kecilnya bersama Maliq. Mereka selalu melakukan kegiatan ekstrim dengan misi-misi tertentu. Maliq juga selalu senang memakai barang bekas miliknya, karena dia sangat kagum padanya. Maliq akan sangat marah jika keluarganya diejek temannya hingga terjadi perkelahian, tapi kemudian dia berlari ke arahnya dan meminta pertolongan.

      Seandainya ... Raisa ada di sini.

      Shandy menghubungi Raisa, tapi teleponnya tidak tersambung. Dia melihat jam di ponselnya. Pukul 10.00 WIB, Raisa pasti sudah tidur. 

      Maliq sudah berniat untuk meninggalkan hotel, dia mengira papa dan mamanya akan mengetahui keberadaannya jika dia tinggal di hotel ini. Setelah membereskan barang-barangnya, dia keluar dari kamar hotel. Maliq melihat siluet papanya berdiri di depan meja resepsionis. Dia lalu pergi melalui tangga darurat dan keluar melalui basement hotel itu. Maliq memanggil taksi dan mencari kos-kosan kecil di gang yang sempit dan susah untuk dijangkau. Setelah membayar kos-kosan itu, dia duduk termenung di atas tempat tidur. Sepi dan hampa. Hanya itu yang dirasakannya sekarang dari pilihannya ssat ini.

 

***

 

     Shandy masuk ke kamar Maliq, melihat sekelilingnya. Kamar yang dicat dengan warna biru langit, terdapat dua rak mainan di sudutnya. Mainan turun temurun dari Shandy masih terlihat sangat bagus di rak itu. Shandy memiliki banyak mainan sewaktu kecil, mobil remote control, pesawat tempur, robot-robotan, dan banyak lagi. Di rak satu lagi, Shandy bisa melihat koleksi mainan pahlawan super milik Maliq. Maliq selalu ingin memberikannya ke Shandy, namun dia selalu menolaknya karena terlalu kekanakan. Dia selalu menerima barang bekasku dan selalu memberikan barang kesayangannya.

     Bu Asri juga masuk ke kamar Maliq dengan berlinang air mata. Namun dia melihat Shandy berdiri di sana.

     Bu Asri menghapus air matanya dengan tisu. "Shandy, kamu sedang apa?" tanya Bu Asri.

     "Mama. Aku bingung. Apa aku melakukan kesalahan yang besar kali ini? Aku hanya ingin kalian tidak membeda-bedakan antara aku dan Maliq. Aku tidak mengharap lebih."

     Bu Asri tersenyum padanya dan duduk di tepi tempat tidur Maliq. Dia mengelus selimut di tempat tidur itu, seakan dia sedang mengelus rambut Maliq. "Shandy, kamu sudah dewasa dan harus memilih jalan hidupmu. Soal Maliq, Mama dan papa punya tanggung jawab yang lebih untuknya sejak kami mengangkatnya sebagai anak. Menurut agama dia memang tidak berhak mendapatkan harta warisan ini, jadi kami menghibahkannya. Mama tidak ingin jika Papa dan Mama meninggal nanti, kalian akan bertengkar hanya karena harta warisan. Papa dan Mama memberikan Maliq bagian lebih banyak, karena kami yakin dia bisa menjaga dan mengatur harta warisan itu. Papa dan Mama juga yakin pada kemampuanmu untuk mengembangkan bagian yang kamu dapatkan menjadi lebih baik. Stevi dan Sherly adalah anak perempuan Papa dan Mama, suatu saat nanti mereka akan menikah, dan dibawa suaminya keluar dari rumah ini. Mereka mendapat bagian lebih sedikit, namun kalian berdua sebagai saudara laki-lakinya harus melindungi dan membantu jika mereka dalam kesusahan. Tapi jika kamu tidak terima karena bagianmu yang lebih sedikit daripada Maliq, Mama akan meminta papa untuk mengganti surat warisan itu."

     Shandy tidak memberikan komentar, dia merasa penjelasan Bu Asri sangat masuk akal. Aku bertengkar dengan adikku hanya karena harta. Seandainya ini terjadi setelah papa dan mama tiada, mungkinkah kami bertengkar hingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan? Jika harta merusak hubungan kekeluargaan, apa gunanya ilmu yang aku dapatkan selama ini. Suara dering ponselnya berbunyi, Raisa menghubunginya dan minta dijemput di bandara. "Shandy keluar, ya, Ma. Raisa sedang ada di bandara sekarang."

     Sesampainya di bandara, Shandy dan Raisa duduk di sebuah kafe. Shandy bertanya heran, "Kenapa kamu pulang? Apa kamu libur?"

     "Aku mendengar kabar bahwa kamu bertengkar dengan Maliq, hingga menimbulkan masalah yang besar. Apa masalahnya?" tanya Raisa.

      Shandy merenung sejenak. "Aku bertengkar dengannya karena mengetahui bagian harta warisan yang Maliq dapatkan lebih banyak."

      "Jadi kamu cemburu pada adikmu hanya karena harta? Kamu tidak percaya atas kemampuanmu?"

      "Aku hanya tidak ingin dibedakan dengan Maliq. Aku adalah anak kandung mereka, sedangkan Maliq hanyalah anak angkat," jelas Shandy.

     Raisa tercengang mendengarnya. "Aku tidak menyangka kamu membedakan antara dirimu dan Maliq hanya karena sebuah status. Aku mengira kalian sangat dekat, ombak apa pun yang datang menerjang akan kalian lewati bersama. Tapi sekarang, aku menyesal telah berpikir seperti itu. Aku kecewa sekali padamu, Sayang."

     "Aku tidak mengharap lebih, Sayang. Aku hanya tidak ingin dibeda-bedakan."

     "Kamu yang sudah membeda-bedakan, Shandy. Kamu sudah membedakan statusmu sebagai anak kandung dan status Maliq sebagai anak angkat. Aku mengerti perasaan Maliq sekarang, karena aku juga anak angkat."

      Shandy terdiam atas pengakuan Raisa. "Kamu bercanda?!"

     "Tidak! Aku anak angkat Pak Alvin dan Bu Sonia. Aku adalah anak dari kakaknya Pak Alvin di kampung. Aku tidak pernah mengatakan ini sebelumnya karena aku merasa kamu tidak akan mempermasalahkannya. Tapi sekarang aku ragu .... "

     "Kenapa kamu tidak memberitahuku?" tanya Shandy.

     "Kenapa kalian juga tidak memberitahu Maliq dari dulu?" tanya Raisa kembali.

     Shandy tidak bisa menjawabnya. "Kamu selalu menjawab pertanyaan dengan pertanyaan lainnya."

     "Pertanyaanmu sama dengan pertanyaanku, jawabannya adalah karena kita semua takut kehilangan. Sekarang apa kamu ingin kehilangan adikmu? Maliq juga tidak ingin memilih status sebagai anak angkat, tapi inilah jalan hidupnya. Kamu harus mencarinya karena kamu juga bagian dari jalan hidupnya. Kalian adalah keluarga, tidak ada yang bisa memisahkan kalian."

      Shandy mengerti sekarang. Sedarah atau tidak sedarah, sekandung atau tidak sekandung, namun jika hati sudah saling menyayangi dan menjaga satu sama lain, orang tersebut pantas disebut saudara.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (29)
  • yurriansan

    keren, cerita dan diksinya

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @ReonA Terima kasih ????????

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kak, aku suka diksinya xD

    Comment on chapter Prolog
  • Nurull

    Nice. Happy ending.

    Comment on chapter Hadiah Terbaik
  • muhammadd

    Ceritanya renyah. Enak dibaca. Sarannya apa yah? Mungkin akan seru kalau dimasukin unsur daerah. Logat2nya gitu. Hehe

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    iya nih, percakapan emang dibuat ala kids zaman now @Zzakyah nanti akan coba saya pertimbangkan sarannya. Terima kasih atas supportnya.

    Comment on chapter Prolog
  • Zzakyah

    Sebuah kisah yang inspiratif. Saya suka ide dan judul ceritanya. Menarik. Terus jaga konsistensi tokohnya. Karakternya sudah bagus. Alurnya lumayan. Meski ada beberapa adegan yang terlalu populer digunakan. Gaya bahasanya renyah. Cuma agak sedikit lebay di beberapa dialog tagnya. Sarannya, lebih baik gunakan bahasa indonesia yang baik. Bukan ala kids zaman now. Biar masuk sama pemilihan diksinya.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Baik emak @PancaHerna akan saya perbaiki bagian yang klise.

    Comment on chapter Prolog
  • PancaHerna

    Sebernya si Uji lbih tau soal teknis. Jadi soal teknis nnti ty lngsung saja ke orangnya. Mnurut saya sebagai emak2 awam, ceritanya cukup inspiratif. Gaya bahasanya, tematiknya ringan. Cocok untuk semua pmbca. Tetapi ada beberapa sekenrio yang menurut emak, perlu di perbaiki. Dan ... hati2 dengan jebakan klise. Alih2 kamu ingin detail, kamu mnjelaskan tokohmu dari a sampai z. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Untuk ekspresi gerak, cukup seperlunya saja. Itu saja sih saran dari emak.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @Zeee hahaha setelah baca chapter berikutnya akan kelihatan kekurangannya. Itu 'kan kelihatan dari fisik aja. :D

    Comment on chapter Kartu Keluarga
Similar Tags
JAR OF MEMORIES
587      398     1     
Short Story
and story about us a lot like a tragedy now
Red Rose
351      219     2     
Short Story
Cerita ini di dedikasikan teruntuk : Bayi-bayi yang dirampas haknya untuk dilahirkan dan wanita-wanita di luar sana yang masih terlalu muda untuk memilih mempertahankan kandungannya, atau menggugurkannya. . Get inspired by : Doa Novena Kerahiman Ilahi (hari ke-6)
Gadis Kopi Hitam
1073      756     7     
Short Story
Kisah ini, bukan sebuah kisah roman yang digemari dikalangan para pemuda. Kisah ini, hanya sebuah kisah sederhana bagaimana pahitnya hidup seseorang gadis yang terus tercebur dari cangkir kopi hitam yang satu ke cangkit kopi hitam lainnya. Kisah ini menyadarkan kita semua, bahwa seberapa tidak bahagianya kalian, ada yang lebih tidak berbahagia. Seberapa kalian harus menjalani hidup, walau pahit, ...
Written
373      265     1     
Short Story
Bored in her summer break , Celeste started to make up her own stories and wrote it in her book , but little did she know , everything she wrote happened in reality , what will she write next?
Backstreet
1275      515     1     
Fan Fiction
A fanfiction story © All chara belongs their parents, management, and fans. Blurb: "Aku ingin kita seperti yang lain. Ke bioskop, jalan bebas di mal, atau mancing di pinggiran sungai Han." "Maaf. But, i really can't." Sepenggal kisah singkat tentang bagaimana keduanya menyembunyikan hubungan mereka. "Because my boyfie is an idol." ©October, 2020
Premium
From Thirty To Seventeen
9783      3222     11     
Romance
Aina Malika bernasib sial ketika mengetahui suaminya Rayyan Thoriq berselingkuh di belakangnya Parahnya lagi Rayyan langsung menceraikan Aina dan menikah dengan selingkuhannya Nasib buruk semakin menimpa Aina saat dia divonis mengidap kanker servik stadium tiga Di hari ulang tahunnya yang ke30 Aina membuat permohonan Dia ingin mengulang kehidupannya dan tidak mau jatuh cinta apalagi mengenal R...
Ginger And Cinnamon
7230      1481     4     
Inspirational
Kisah Fiksi seorang wanita yang bernama Al-maratus sholihah. Menceritakan tentang kehidupan wanita yang kocak namun dibalik itu ia menyimpan kesedihan karena kisah keluarganya yang begitu berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya itu membuat semua harapannya tak sesuai kenyataan.
Alvira ; Kaligrafi untuk Sabrina
13289      2491     1     
Romance
Sabrina Rinjani, perempuan priyayi yang keturunan dari trah Kyai di hadapkan pada dilema ketika biduk rumah tangga buatan orangtuanya di terjang tsunami poligami. Rumah tangga yang bak kapal Nuh oleng sedemikian rupa. Sabrina harus memilih. Sabrina mempertaruhkan dirinya sebagai perempuan shalehah yang harus ikhlas sebagai perempuan yang rela di madu atau sebaliknya melakukan pemberontakan ata...
KEPINGAN KATA
445      290     0     
Inspirational
Ternyata jenjang SMA tuh nggak seseram apa yang dibayangkan Hanum. Dia pasti bisa melalui masa-masa SMA. Apalagi, katanya, masa-masa SMA adalah masa yang indah. Jadi, Hanum pasti bisa melaluinya. Iya, kan? Siapapun, tolong yakinkan Hanum!
When Heartbreak
2335      882     0     
Romance
Sebuah rasa dariku. Yang tak pernah hilang untukmu. Menyatu dengan jiwa dan imajinasiku. Ah, imajinasi. Aku menyukainya. Karenanya aku akan selalu bisa bersamamu kapanpun aku mau. Teruntukmu sahabat kecilku. Yang aku harap menjadi sahabat hidupku.