Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

     Tempat itu sangat gelap, tidak ada satu pun benda di sana, seperti berada di dalam kotak dengan dinding berwarna hitam. Di mana ini? Apa aku sudah mati? Secepat inikah? 

     Lelaki itu mencoba meraih dinding hitam di sebelahnya, namun ternyata itu bukan dinding, hanya fatamorgana saja. Berdiri dan hanya melihat sekeliling tempat itu untuk mencari celah cahaya, namun tetap tidak ditemukan. Dalam kegelapan itu terdengar sayup-sayup suara tangisan yang sangat memilukan. Mama. Mama. Aku di sini!

Senyap.

Tidak, aku tidak boleh pergi secepat ini. Aku harus kembali! Masih banyak misi yang harus aku selesaikan.

     Maliq mengikuti sumber getaran suara itu berasal. Berjalan terus ke depan, terus ke depan hingga volume suara itu semakin kuat. Usahanya berhasil. Dia menemukan setitik cahaya dalam ruangan itu, lalu dia menyentuhnya dengan telapak tangan kanannya, dan melangkah masuk menembus cahaya itu.

 

***

 

     Di dalam ruang ICU, Bu Asri menggunakan pakaian khusus berwarna hijau sedang menangisi Maliq yang terbaring lemah tak berdaya. Menggenggam telapak tangan Maliq dengan lembut dan sesekali mengelus rambutnya. Mengingat kembali saat anaknya itu masih kecil yang selalu dibawa ke rumah sakit setiap seminggu sekali. Diberi suntikan dan terkadang harus dipasang infus di tempat yang sama -- tempat tidur rumah sakit. Itu berlangsung hingga Maliq berumur tiga tahun. Jiwanya selalu tegar saat itu, percaya akan sebuah usaha dan yakin pada doa. Tapi sekarang hatinya begitu rapuh melihat Maliq terbaring di tempat tidur rumah sakit ini.

     Di sampingnya, Pak Fauzi yang memakai pakaian khusus yang sama hanya duduk bersandar sambil melipat tangannya. Dia hanya memandangi wajah Maliq ketutup dengan masker yang tersambung dengan tabung oksigen. Masih teringat dengan wajah ceria Maliq yang selalu menghiburnya saat dia sedang sedih, menghilangkan lelahnya saat pulang kerja, dan mengajaknya melakukan hal konyol layaknya anak kecil. Papa yakin, kamu pasti kuat Maliq.

     Dada Maliq turun-naik, seakan mencari udara untuk dihirup. Denyut jantung di mesin EKG mulai tidak beraturan. Pak Fauzi langsung memanggil dokter melalui tombol darurat di dekat tempat tidur Maliq. Tak lama seorang dokter datang dan mereka pun keluar dari ruangan itu. Dokter meletakkan defibrillator di dada Maliq, tubuhnya langsung terkejut dengan sentuhan alat itu.

     Di ruang tunggu, mereka semua berdoa yang terbaik untuk Maliq. Bu Asri dalam hatinya masih belum ikhlas melepas kepergian Maliq, begitu juga Pak Fauzi. Tapi mereka berdua harus bisa menerima kenyataan yang akan terjadi.

     Bu Rahmah hanya menggenggam kedua tangannya yang terasa dingin untuk mencari kehangatannya sendiri. Tapi itu percuma, seluruh badannya terasa dingin.

     Pak Joni hanya bisa ikhlas menerima keadaan. Tubuhnya masih terasa lemas karena baru selesai melakukan transfusi darah. Kau sudah menunggu aku cukup lama. Kau sudah berusaha keras, Nak! Aku sudah mengikhlaskanmu jika kau sudah lelah atas penderitaan ini.

     Dokter itu keluar dari ruang ICU, "Masa kritisnya sudah lewat sekarang. Saya akan berusaha semampu saya, tapi kalian juga harus berdoa untuknya."

 

***

 

      Maliq belum sadarkan diri setelah operasi bedah pengambilan peluru di punggungnya tiga hari yang lalu. Keempat orang tua itu menunggu di rumah sakit, berbagi tugas, dan saling mendukung satu sama lain.

     Siang itu, semuanya sedang berkumpul di rumah sakit, bergantian melihat keadaan Maliq. Pak Fauzi mengajak mereka semua untuk makan siang di rumah makan depan rumah sakit. Bu Asri dan Bu Rahmah menolak ajakan itu, memaksa untuk tetap tinggal dan menunggu di samping Maliq. Pak Fauzi, Pak Joni, dan yang lain akhirnya pergi ke rumah makan dan berniat membungkus makanan untuk Bu Asri dan Bu Rahmah.

     Tinggallah kedua ibu itu di dalam ruang ICU tempat Maliq berbaring. Saling diam dan hanya memandang wajah Maliq yang tertidur dengan nyaman. Wajahnya begitu polos, tanpa terlihat beban sedikit pun.

     Bu Asri mulai berbicara, "Aku minta maaf padamu, Rahmah. Aku minta maaf karena aku begitu egois. Aku minta maaf karena aku terlalu menyayanginya hingga begitu lama aku harus menyembunyikannya. Aku minta maaf .... "

     Bu Rahmah langsung memotong, "Mbak, sudahlah. Aku mengerti perasaanmu. Aku juga begitu egois dalam hak ini. Harusnya aku yang berterima kasih pada Mbak, karena telah menganggap anakku dan mencurahkan kasih sayang seperti anak Mbak sendiri. Hati Mbak begitu tulus, aku tahu itu."

      "Aku begitu rapuh saat ini. Bagaimana jika karena keegoisan kita, Maliq tidak bisa terselamatkan? Aku masih ingin melihatnya kuliah, membawa kekasihnya ke rumah, menikah, dan mempunyai anak kelak."

     "Aku yakin dia anak yang kuat, karena punya Mama yang tangguh seperti Mbak," kata Bu Rahmah sambil memegang tangan Bu Asri.

      Bu Asri hanya memberi senyum terpaksa untuk berusaha kuat, lalu menggenggam tangan Bu Rahmah. "Dia juga anak yang pemberani karena dilahirkan dari seorang Ibu yang memiliki hati tegar sepertimu."

     "Aku ke kamar mandi dulu, ya, Mbak," ucap Bu Rahmah sambil tersenyum. Dia lalu melangkah ke kamar mandi dan langsung menangis di sana. Sekuat apa pun dia, hatinya tetap merasa sakit. Aku harus ikhlas dengan semua rencana-Nya.

     Bu Asri yang berada di samping tempat tidur mengangkat telapak tangan kiri Maliq lalu meletakkan di pipinya. Merasakan suhu tubuh Maliq yang mungkin tidak akan lagi dirasakannya. "Maliq, permata hati Mama," panggilnya dengan lirih, "kembalilah! Mama menyayangimu. Mama minta maaf karena menyimpan kenyataan ini terlalu lama. Mama hanya takut kehilanganmu. Mama sungguh tidak menyangka kita akan berpisah dengan cara seperti ini, Maliq. Jika Mama tahu kalau maut yang harus memisahkan kita, mungkin Mama akan lebih dulu memberitahukan hal ini. Mama menyesal Sayang. Tapi, jika kamu tidak kuat lagi, Mama ikhlas sekarang."

     Setelah mengucapkan semua keluh kesahnya dan menguatkan hatinya, secercah harapan muncul. Telapak tangan Maliq di pipinya membuat gerakan-gerakan kecil. Bu Asri meletakkan telapak tangan itu ke tempat tidur untuk melihat dengan jelas pergerakannya. Ternyata itu gerakan dari jari-jari Maliq, hatinya begitu senang. Tak lama kelopak mata Maliq mulai terbuka, Bu Asri langsung sumringah.

     "Maliq. Kamu sudah sadar, Sayang," kata Bu Asri dengan suara gemetar, tak kuasa menahan perasaan bahagianya. Terima kasih, Tuhan. "Rahmah, kemarilah! Maliq sudah sadar!" teriak Bu Asri.

     Bu Rahmah yang mendengar suara teriakan Bu Asri langsung keluar dari kamar mandi. Betapa bahagianya dia melihat mata itu terbuka di sana. "Maliq, syukurlah."

     Mereka langsung memanggil dokter dan dengan segera dokter itu datang. "Anak muda ini memang memiliki kekuatan tubuh yang luar biasa. Dia bisa bertahan menunggu hingga lima jam karena kekurangan darah, bahkan dia sekarang sudah sadar walau koma selama tiga hari," ucap Dokter dengan memandang kedua ibu itu. "Selamat ibu, kalian bisa berkumpul kembali." Dokter itu menghela napas dan memberi senyuman. "Baiklah. Kalian bisa memanggil saya, jika ada hal yang diperlukan," katanya sambil tersenyum.

     "Terima kasih, Dok!" kata kedua ibu itu.

     Maliq merasa seluruh badannya terasa sakit, tulang-tulangnya begitu ngilu setelah sadar dari proses reinkarnasi ini. Dia mulai mengatakan sesuatu pada mama dan ibunya yang berada di sampingnya. "Ma ... Bu .... " ucapnya lirih.

     Bu Asri dan Bu Rahmah hanya tersenyum mendengarnya. "Apa yang kamu inginkan, Maliq?" tanya Bu Asri.

     "Terima kasih, ya," kata Maliq tulus. Dia tidak tahu ingin mengatakan apa lagi untuk kedua wanita ini. Kedua wanita yang memiliki kasih sayang tak terhingga sepanjang masa. Kedua wanita yang rela melakukan apa pun. Hati mereka bagai berlian yang kuat membelah batu sekeras granit. Dia begitu bahagia, karena memiliki dua orang ibu sekaligus dalam hidupnya.

     Bu Asri dan Bu Rahmah mengangguk dan mengelus Maliq. "Kamu adalah anak kami!" ucap mereka.

     Pak Fauzi, Pak Joni, dan yang lain kembali dari rumah makan dengan membawa bungkusan nasi untuk Bu Asri dan Bu Rahmah. Mereka tercengang melihat Maliq sudah sadar dan tersenyum pada mereka semua. Mereka langsung berdiri di samping tempat tidur.

     "Kenapa kalian tidak mengabari kami atas berita ini?" tanya Pak Fauzi.

      "Kalian pasti begitu senang hingga melupakan kami!" sambung Pak Joni.

     Bu Asri dan Bu Rahmah tertawa kecil. "Maafkan kami!" 

     Maliq tersenyum pada Pak Fauzi dan Pak Joni dan berkata, "Maafkan Maliq, Papa, Ayah. Maliq sudah membuat kalian cemas."

     "Tidak, Maliq. Kamu tidak salah, kami lah yang bersalah. Maafkan keegoisan kami semua," kata Pak Fauzi.

     "Kami semua sungguh kekanakan menghadapi pilihan ini dan kami tidak pernah berpikir akibatnya pada diri dan perasaanmu," sahut Pak Joni.

      "Papa sudah yakin, kamu pasti kuat menghadapi semua ini. Kamu adalah anak kami!"

      Maliq tersenyum dengan wajah cerah. "Aku bahagia sekali, karena aku punya dua orang bapak dan dua orang ibu sekaligus. Aku juga punya banyak saudara."

     Shandy yang berdiri di sana masih merasa bersalah pada tindakannya. Di sampingnya, Raisa menggenggam tangannya, Raisa tahu perasaan kalut Shandy saat ini.

     Maliq melihat Shandy yang hanya berdiri sambil tersenyum padanya. Dia langsung membalas senyum itu. "Bang Shandy, apa kau masih marah padaku?" tanya Maliq.

     "Tidak," jawab Shandy dengan cepat. Dia lalu melangkah lebih dekat dengan Maliq. "Aku minta maaf padamu. Aku telah dibutakan hanya karena harta yang semu di dunia ini."

     Maliq melihat permintaan maaf Shandy yang tulus lalu menggodanya dengan pertanyaan jebakan. "Jadi, apa Abang juga rela memberikan semua harta itu untukku?" 

    Shandy melihat warna wajah Maliq yang merah, tapi kemudian sudut bibirnya melengkung menjadi seringai. "Tidak masalah, asal kau memenuhi semua kebutuhanku. Jadi aku tidak perlu bekerja. Wah, sepertinya itu menyenangkan," ucap Shandy lalu disusul dengan tawanya.

     "Enak di Abang tapi enggak enak di aku," kata Maliq kesal.

     Semua orang tertawa mendengar celotehan mereka berdua.

     "Oh iya, terima kasih jam tangannya. Aku anggap ini hadiah kedua dari Adikku yang paling baik dan paling imut ini," kata Shandy dengan gemas ke Maliq.

     Stevi juga mencubit pipi Maliq. "Kakak juga kangen mau ngomel-ngomel sama Adik Kakak yang nakal satu ini," kata Stevi.

     Maliq mendesah panjang. "Bang Shandy dan Kak Stevi, aku bukan anak kecil lagi. Aku sudah besar sekarang. Aku bahkan melawan penjahat di toko es krim itu," kata Maliq dengan sombongnya.

     "Iya deh. Kakak jadi pengen peluk Maliq," kata Sherly. Tanpa menunggu persetujuan Maliq, dia langsung memeluknya.

     Maliq berteriak, "Mama .... "

     Sherly heran, "Kenapa?"

     "Lukaku masih sakit, Kak!"

     "Huu .... " sorak Sherly. "Tadi katanya sudah besar. Lukanya disenggol sedikit saja langsung ngadu ke Mama," ejek Sherly.

     Ruangan itu akhirnya penuh dengan canda tawa kebahagiaan. Mulai saat itu tidak ada lagi perbedaan di antara mereka. Semua masalah yang telah berlalu hanya menjadi cerita untuk sebuah pelajaran di masa depan.

 

***

 

     Hari-hari berikutnya adalah awal dari dua keluarga yang saling menyayangi. Maliq berkunjung kapan saja ke rumah Pak Joni dan Bu Rahmah. Memanggil mereka dengan sebutan Ayah dan Ibu. Dia juga diajak ke kampung halaman Bu Rahmah dan bertemu dengan saudara-saudaranya di sana. Dia tetap tinggal bersama Pak Fauzi dan Bu Asri seperti biasanya. Menggunakan semua fasilitas dari mereka dan memanfaatkan fasilitas itu untuk membantu keluarga kandungnya.

     Raisa juga membawa Shandy ke kampung halamannya -- ke rumah orang tua kandungnya. Mengenalkan kepada seluruh keluarganya, laki-laki yang telah dia pilih untuk dicintai sepenuh hati. Keluarga Raisa juga ikut menerima keberadan Shandy dan menceritakan masa kecil Raisa padanya.

     Malam itu di meja makan rumah Pak Fauzi dan Bu Asri yang begitu panjang dan kokoh, mereka semua berkumpul untuk merayakan kelulusan Maliq. Begitu banyak makanan yang tersedia di atas meja makan itu. Pak Joni dan Bu Rahmah juga ikut bergabung merayakannya. "Ayo, makanlah sepuasnya!" kata Bu Asri yang sangat heboh dalam acara ini.

     "Ke mana Shandy?" tanya Pak Fauzi.

     "Sebentar lagi dia sampai bersama Raisa," jawab Bu Asri.

     Tak lama Shandy pun datang bersama Raisa. "Halo, semuanya," sapa Raisa. Mereka berdua langsung ikut bergabung di meja makan itu.

     Maliq berdeham untuk membuat perhatian tertuju padanya. Kemudian dia berdiri lalu berkata, "Terima kasih untuk semua doa kalian, akhirnya Maliq bisa lulus sekolah dan akan melanjutkan kuliah jurusan kedokteran di Universitas Sumatera Utara."

     Semua orang tepuk tangan untuknya.

     "Terima kasih tepuk tangannya. Oh iya ...  hmm .... " kata Maliq terpotong. Dia membayangkan sesuatu lalu berkata dengan senyum bahagia, "Aku tidak butuh hadiah kali ini, karena kalian semua adalah hadiah terbaik yang diberikan Tuhan padaku."

     Semua orang langsung memandang kagum padanya.

     "Aku sudah merasa kalau anak ini selalu bisa mengucapkan kata-kata manis di depan kita semua," kata Sherly memotong.

     "Iya. Aku juga merasa begitu sejak dia masih kecil," sambung Stevi.

     "Emangnya siapa yang mau memberikanmu hadiah?" kata Shandy mengejek, dilanjut dengan tawa yang lainnya.

     Selesai acara makan malam itu, Maliq kembali ke kamarnya. Namun dia menemukan banyak bungkusan kado yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Kunci mobil dari papanya, ponsel baru dari mamanya, tiket liburan dari Shandy, jaket dari Stevi, sepatu dari Pak Joni, baju dari Bu Rahmah, dan topeng Black Panther dari Sherly. Maliq menghela napas panjang. Baik dan buruknya sifat mereka, susah atau senangnya mereka, mereka adalah satu keluarga.

 

                                    T A M A T

____________________________________________________________________________________________________

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (29)
  • yurriansan

    keren, cerita dan diksinya

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @ReonA Terima kasih ????????

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kak, aku suka diksinya xD

    Comment on chapter Prolog
  • Nurull

    Nice. Happy ending.

    Comment on chapter Hadiah Terbaik
  • muhammadd

    Ceritanya renyah. Enak dibaca. Sarannya apa yah? Mungkin akan seru kalau dimasukin unsur daerah. Logat2nya gitu. Hehe

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    iya nih, percakapan emang dibuat ala kids zaman now @Zzakyah nanti akan coba saya pertimbangkan sarannya. Terima kasih atas supportnya.

    Comment on chapter Prolog
  • Zzakyah

    Sebuah kisah yang inspiratif. Saya suka ide dan judul ceritanya. Menarik. Terus jaga konsistensi tokohnya. Karakternya sudah bagus. Alurnya lumayan. Meski ada beberapa adegan yang terlalu populer digunakan. Gaya bahasanya renyah. Cuma agak sedikit lebay di beberapa dialog tagnya. Sarannya, lebih baik gunakan bahasa indonesia yang baik. Bukan ala kids zaman now. Biar masuk sama pemilihan diksinya.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Baik emak @PancaHerna akan saya perbaiki bagian yang klise.

    Comment on chapter Prolog
  • PancaHerna

    Sebernya si Uji lbih tau soal teknis. Jadi soal teknis nnti ty lngsung saja ke orangnya. Mnurut saya sebagai emak2 awam, ceritanya cukup inspiratif. Gaya bahasanya, tematiknya ringan. Cocok untuk semua pmbca. Tetapi ada beberapa sekenrio yang menurut emak, perlu di perbaiki. Dan ... hati2 dengan jebakan klise. Alih2 kamu ingin detail, kamu mnjelaskan tokohmu dari a sampai z. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Untuk ekspresi gerak, cukup seperlunya saja. Itu saja sih saran dari emak.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @Zeee hahaha setelah baca chapter berikutnya akan kelihatan kekurangannya. Itu 'kan kelihatan dari fisik aja. :D

    Comment on chapter Kartu Keluarga
Similar Tags
Temu Yang Di Tunggu (up)
18494      3798     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...
Little Riding Hood Alternative Universe
391      263     1     
Short Story
Little Riding Hood yang harus dihadapkan pada sebuah perintah. Ia tak mampu berkutik untuk melawan karena ia hanya anak pungut, namun perintah yang sederhana itu adalah sebuah ketakutan yang tak mampu digambarkan dengan kata-kata. Pic Source : -pexels.com/@stacey-resimont-183655 -rs9seoul Edited with : -Picsart Cerita ini diikutsertakan untuk mengikuti thwc18
Sosok Ayah
897      495     3     
Short Story
Luisa sayang Ayah. Tapi kenapa Ayah seakan-akan tidak mengindahkan keberadaanku? Ayah, cobalah bicara dan menatap Luisa. (Cerpen)
Communicare
12334      1746     6     
Romance
Menceritakan 7 gadis yang sudah bersahabat hampir lebih dari 10 tahun, dan sekarang mereka dipersatukan kembali di kampus yang sama setelah 6 tahun mereka bersekolah ditempat yang berbeda-beda. Karena kebetulan mereka akan kuliah di kampus yang sama, maka mereka memutuskan untuk tinggal bersama. Seperti yang pernah mereka inginkan dulu saat masih duduk di sekolah dasar. Permasalahan-permasalah...
Harmonia
4069      1281     4     
Humor
Kumpulan cerpen yang akan membuat hidup Anda berubah 360 derajat (muter ke tempat semula). Berisi tentang kisah-kisah inspiratif yang memotivasi dengan kemasan humor versi bangsa Yunani. Jika diterbitkan dalam bentuk cetak, buku ini akan sangat serba guna (bisa untuk bungkus gorengan). Anda akan mengalami sedikit mual dan pusing ketika membacanya. Selamat membaca, selamat terinspirasi, dan jangan...
THE HISTORY OF PIPERALES
1982      749     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
JATUH CINTA
1293      603     3     
Romance
Cerita cinta anak SMA yang sudah biasa terjadi namun jelas ada yang berbeda karena pemerannya saja berbeda. Dia,FAIZAR HARIS AL KAFH. Siswa kelas 10 SMAN 1 di salah satu kota. Faizar,seorang anak yang bisa dibilang jail dengan muka sok seriusnya itu dan bisa menyeramkan disaat tertentu. Kenalkan juga, ALYSA ANASTASIA FAJRI. seorang gadis dengan keinginan ingin mencari pengalaman di masa S...
That Devil, I Love
3484      1386     0     
Romance
Tidak ada yang lebih menyakitkan bagi Airin daripada dibenci oleh seseorang yang sangat dicintainya. Sembilan tahun lebih ia memendam rasa cinta, namun hanya dibalas dengan hinaan setiap harinya. Airin lelah, ia ingin melupakan cinta masalalunya. Seseorang yang tak disangka kemudian hadir dan menawarkan diri untuk membantu Airin melupakan cinta masa lalunya. Lalu apa yang akan dilakukan Airin ? B...
Raha & Sia
3191      1221     0     
Romance
"Nama saya Sia Tadirana. Umur 17 tahun, siswi kelas 3 SMA. Hobi makan, minum, dan ngemil. Sia nggak punya pacar. Karena bagi Sia, pacaran itu buang-buang waktu." *** "Perkenalkan, nama saya Rahardi. Usia saya 23 tahun, seorang chef di sebuah restoran ternama. Hobi saya memasak, dan kebetulan saya punya pacar yang doyan makan. Namanya Sia Tadirana." Ketik mereka berd...
Love Warning
1419      639     1     
Romance
Dinda adalah remaja perempuan yang duduk di kelas 3 SMA dengan sifat yang pendiam. Ada remaja pria bernama Rico di satu kelasnya yang sudah mencintai dia sejak kelas 1 SMA. Namun pria tersebut begitu lama untuk mengungkapkan cinta kepada Dinda. Hingga akhirnya Dinda bertemu seorang pria bernama Joshua yang tidak lain adalah tetangganya sendiri dan dia sudah terlanjur suka. Namun ada satu rintanga...