Loading...
Logo TinLit
Read Story - Meja Makan dan Piring Kaca
MENU
About Us  

Medan, November 2017

     Detik yang berjalan dan berlalu menjadi menit. Menit yang berputar menjadi jam juga berubah menjadi hari lalu menuju bulan hingga berganti tahun. Setiap waktu yang berlalu akan menjadi alat ukur seseorang untuk menjadikannya lebih tinggi atau lebih rendah dari waktu sebelumnya.

     Shandy sudah lulus dari kuliahnya dan dia mulai bekerja di perusahaan Pak Fauzi. Seluruh karyawan sangat patuh dan hormat padanya karena dia adalah anak direktur yang akan menjadi penerus perusahaan itu. Shandy sangat tegas dan pekerja keras, sangat mirip dengan Pak Fauzi yang memiliki pengetahuan yang tinggi.  

     Pak Fauzi berencana menyiapkan sebuah surat wasiat untuk mewariskan hartanya. Dia memanggil pengacara pribadinya untuk membuat surat wasiat itu sah berdasarkan hukum dan agama. Bu Asri dan Pak Yanto juga dipanggil sebagai saksi dari pembagian harta ini.

     "Kau sudah membagikan harta itu sekarang, Zik?" tanya Pak Yanto.

     "Ya. Umurku sudah tidak muda lagi, anak-anakku sudah besar dan mereka harus memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan apa yang sudah aku bangun ini. Asri juga setuju dengan hal ini," kata Pak Fauzi.

     "Iya, Mas. Kami tidak ingin anak-anak kami bertengkar nantinya dalam pembagian harta. Kita tidak tahu sampai kapan kita akan hidup di dunia ini, untuk itu, lakukanlah yang terbaik selama kita hidup," jelas Bu Asri.

     "Baiklah. Jika itu sudah menjadi kesepakatan kalian," jawab Pak Yanto, "bagaimana dengan perincinan pembagiannya?"

     "Kami akan memberikan harta itu dengan rincian; 45% untuk Maliq, 25% untuk Shandy, dan 15% untuk Stevi juga Sherly," jelas Pak Fauzi.

     "Kau bercanda? Bagaimana bisa kalian memberikan harta itu lebih banyak untuk Maliq dibandingkan untuk Shandy?" tanya Pak Yanto tidak percaya.

     Pak Fauzi menghela napasnya. "Kami mempunyai alasan yang tepat. Aku harap kau mendukungku saat ini."

     "Aku masih merasa takut, tapi jika kalian yakin ... Aku akan mendukung kalian!" seru Pak Yanto.

     Setelah mereka selesai berdiskusi, pengacara menuliskan surat wasiat dalam kertas putih dan ditandatangan oleh Pak Fauzi sebagai pemilik harta dan Bu Asri sebagai istri atau saksi, serta Pak Yanto sebagai saksi. Surat tersebut disimpan oleh pengacara Pak Fauzi dan satu duplikat diberikan ke Pak Yanto untuk berjaga-jaga.

     Shandy yang melihat mamanya datang ke kantor, ingin mencari tahu melalui Pak Yanto. "Ada keperluan apa mama ke mari? Sepertinya, kalian melakukan rapat di ruang kerja papa," tanya Shandy saat tiba di ruang kerja Pak Yanto.

     Pak Yanto tidak ingin menjawab pertanyaan Shandy, tapi dia telah melakukan kesalahan. Saat dia kembali ke ruangannya, dia mengangkat panggilan telepon, dan masih meletakkan surat tersebut di atas meja kerjanya.

     Shandy melihat sebuah map yang bertuliskan nama perusahaan dari kantor pengacara keluarganya di atas meja kerja Pak Yanto. "Apa ini?" tanyanya.

     "Hanya perjanjian biasa, tidak ada hubungannya dengan kau," ucap Pak Yanto. Keringat di dahinya sudah mulai bercucuran, dia tidak ingin Shandy mengetahui isi surat wasiat itu dengan cara seperti ini.

     Shandy melihat gelagat yang aneh dari Pak Yanto, dia langsung menarik map tersebut dari tangan Pak Yanto. Terjadi tarik-menarik antar keduanya, hingga akhirnya Shandy berhasil merebutnya. Shandy membuka map itu dan melihat sebuah surat. Membaca isi surat yang menyatakan pembagian harta milik papanya. Dia sangat terkejut melihat rincian dari pembagian harta itu. Shandy tidak terima dengan pembagian yang berbeda antara dirinya dan Maliq. Dia tidak mengharap mendapat bagian lebih banyak tapi setidaknya dia dan Maliq mendapat pembagian yang sama. Papa begitu tega melakukan ini. Apa kehebatan Maliq sehingga dia mendapatkan pembagian yang lebih besar. Shandy membanting map itu dan mengancam Pak Yanto, "Jangan katakan pada papa kalau aku sudah mengetahui hal ini!"

     Pak Yanto hanya mengangguk dan melihat Shandy keluar dari ruangannya. Kamu sangat teledor, Yanto!

     

***

 

     Mereka berkumpul di meja makan seperti biasa malam itu, yang berbeda adalah meja makan itu bertambah tua seperti umur mereka sekarang. Stevi dan Sherly sedang berada di rumah karena liburan semester malam itu. Stevi sekarang sudah kuliah jurusan Fashion Design di Paris dan Sherly juga sudah kuliah jurusan Sastra di Jakarta. Sedangkan Maliq, dia masih duduk di bangku SMA. Semenjak Stevi dan Sherly kuliah di luar negeri dan luar kota, meja makan menjadi sangat sepi tanpa canda tawa mereka. Shandy juga sering pergi ke New York mengunjungi Raisa yang melanjutkan gelar masternya.

     "Stevi, apa kamu menyukai makanan di Paris?" tanya Bu Asri.

     "Aku tidak terlalu menyukainya, Ma. Aku sangat merindukan masakan Mama."

     Bu Asri lalu memberikan sepotong ayam semur kesukaan Stevi, "Mama memasak ini khusus untukmu!"

     "Untung saja aku kuliah di Jakarta, jadi Mama masih bisa mengirimkan aku makanan melalui paket pengiriman," seru Sherly.

     "Kakak harus berterima kasih kepadaku, karena aku yang selalu mengantarkan paket itu ke tempat pengiriman," ucap Maliq.

     "Oh, ya! Terima kasih, Maliq yang baik hati!" kata Sherly sambil melece Maliq layaknya anak kecil.

     "Kak Sherly, aku bukan anak kecil lagi!" kata Maliq kesal.

     Semua orang tertawa bahagia di meja makan itu sedangkan Shandy memasang wajah menyeramkan tanpa tawa sedikit pun.

     "Kamu sakit, Shandy?" tanya Bu Asri.

     Shandy masih menyimpan amarahnya, dia hanya menggelengkan kepalanya.

     "Mungkin Bang Shandy sedang bertengkar dengan Kak Raisa, Ma. Atau mungkin, Bang Shandy akan berubah menjadi .... " belum sempat Maliq meneruskan perkataannya, Shandy langsung marah padanya.

     "Itu bukan urusanmu!" kata Shandy ketus.

     "Kenapa Abang marah padaku? Aku sedang bercanda!" kata Maliq.

     "Aku tidak butuh leluconmu! Aku sedang marah padamu sekarang!"

     "Apa salahku?"

     "Kenapa kau bisa masuk menjadi anggota keluarga ini?" jawab Shandy emosi.

     Maliq tidak mengerti maksud ucapan Shandy. "Maksud Abang?"

     "Kenapa kau menjadi begitu disayang oleh Papa dan Mama?"

     Maliq masih tidak mengerti dengan perkataan Shandy. Jika Bang Shandy cemburu karena aku terlalu disayang oleh papa dan mama, tapi kenapa dia menyesal karena aku masuk dalam keluarga ini? Maliq ingin lanjut bertanya pada Shandy, namun papanya sudah memarahi Shandy.

     "Hentikan, Shandy!" kata Pak Fauzi.

     Shandy membanting sendok dan garpu di piring kaca miliknya. Dia sudah tidak bisa memendam kemarahannya lalu bertanya, "Kenapa Papa memberikan lebih banyak harta warisan pada Maliq? Kenapa Papa membedakan bagianku dengannya?"

     Maliq akhirnya mengerti alasan Shandy marah padanya hari ini.

     "Papa dan Mama memiliki alasan yang kuat dan kamu tidak perlu tahu. Kamu hanya melanjutkan dan mengembangkan apa yang sudah Papa bangun selama ini!"

     "Harusnya Papa berlaku adil pada kami semua!"

     Maliq mencoba ikut menyelesaikan perdebatan ini dengan berkata, "Jika Abang menginginkan harta itu, Maliq tidak masalah jika Abang yang memilikinya."

     Emosi Shandy sangat tidak stabil saat ini. Mendengar nama Maliq saja dia sudah sangat emosi, apa lagi mendengar saran darinya. Dia lalu bangkit dan berkata kasar pada Maliq, "Kau tidak perlu berkata manis, Maliq. Seharusnya kau memang tidak mendapatkan harta itu karena kau hanyalah anak angkat!"

      Pak Fauzi langsung bangkit dari duduknya dan menampar Shandy. "Beraninya kau mengatakan itu!"

      "Papa menamparku hanya karena aku mengatakan kenyataan bahwa dia adalah anak angkat!?" kata Shandy bergetar.

      Meja makan yang dulunya hanya menampilkan canda tawa, maka untuk pertama kalinya di maja makan ini terjadi pertengkaran. Maliq yang mendengar perkataan Shandy sangat terkejut dan penuh dengan tanda tanya. "Benarkah itu? Jika aku anak angkat, maka aku anak siapa?"

      "Kau adalah anak dari Pak Joni dan Bu Rahmah!" jawab Shandy.

      "Shandy, hentikan!" kata Bu Asri berteriak.

      Pak Fauzi yang mendengar perkataan Shandy sangat marah dan emosi. "Kau keterlaluan!" Pak Fauzi ingin memukul Shandy lagi, namun dia ditahan oleh Bu Asri.

      "Hentikan, Mas! Masalah ini tidak bisa diatasi dengan kekerasan," kata Bu Asri sambil menangis.

      "Papa dan Mama memberikan pembagian yang lebih besar pada Maliq karena selama ini kami melihat dia akan melindungi dan menjaga keluarga kita. Sedangkan kamu, kamu lihat dirimu," kata Pak Fauzi sambil menunjuk-nunjuk Shandy, "apa kamu akan melindungi keluarga ini nanti? Sejak kamu mengenal gadis itu, kamu memberikan seluruh hidupmu untuknya. Kamu membeli barang yang mahal saat masih SMA di toko emas hanya untuk menyatakan cintamu padanya. Kamu kira kami tidak tahu? Kamu lalu pergi dari rumah hanya karena ingin mendapatkan pengakuan bahwa kamu mencintainya. Setelah kamu mendapatkan hati dan pengakuan darinya, kamu berikan seluruh waktumu untuknya. Sekarang kamu merasa iri karena Papa dan Mama memberikan pembagian harta yang lebih besar pada Maliq?"

     "Aku belum bisa terima alasan Papa!" jawab Shandy, "biar bagaimanapun, lambat laun Maliq juga harus tahu kenyataan ini dari kita semua, Pa!"

     Maliq tercengang dengan penjelasan Shandy. "Selama ini kalian semua menyembunyikan ini dariku? Kak Stevi dan Kak Sherly juga tahu?"

     Stevi dan Sherly hanya berdiri mematung, tidak tahu harus berkata apa lagi.

     "Mama tega membohongi aku selama ini? Padahal dulu, saat aku bertanya pada Mama kenapa Bu Rahmah dan Pak Joni selalu baik padaku, Mama menjawab mereka baik pada kita semua. Aku sempat ragu pada jawaban Mama, tapi aku menepisnya karena aku percaya pada Mama!" kata Maliq bergetar.

     Bu Asri berjalan ke arah Maliq dan memeluk tangannya. "Bukan itu maksud Mama, Maliq! Kamu jangan menganggap Mama sebagai pembohong, Mama hanya terlalu menyayangi kamu, Maliq."

     "Mama terlalu menyayangiku sehingga menyimpan ini terlalu lama? Apa kalian menganggap aku boneka kesayangan?"

      Bu Asri menangis mendengarnya. "Kamu adalah anak Papa dan Mama! Tidak ada kiasan lain untukmu!" Bu Asri lalu memarahi Shandy, "Bukannya kita berjanji untuk mengatakan ini pada waktu yang tepat, Shandy. Waktu kamu kecil, kamu selalu pergi ke rumah eyang, dan meninggalkan Mama sendirian di rumah. Apa kamu akan melakukan hal yang sama jika kamu sudah menikah kelak? Mama sudah menganggap Maliq sebagai anak Mama. Sejak dia kecil, Mama tahu dia akan merawat dan menjaga Mama kapan pun itu."

      "Jika Mama mengharapkan itu, aku berjanji akan menjaga dan merawat Mama selama hidupku," jawab Shandy.

      "Shandy, ini tidak semudah itu. Apa kamu tidak sayang dengan adikmu ini? Dia bahkan membuka celengannya untuk membelikanmu hadiah jam tangan saat kelulusanmu!" kata Bu Asri.

     Shandy semakin kesal mendengar kata-kata mamanya. "Aku tidak memerlukannya!" dia lalu melempar jam tangan itu ke arah Maliq.

     Maliq memungut jam tangan itu di lantai, terdapat goresan di pinggirnya karena terbentur kuat pada ujung meja makan. "Baiklah. Aku mengerti maksud Bang Shandy. Aku juga akan melakukan itu tanpa Abang perintahkan!" ucap Maliq.

     "Maksud kamu, Sayang?" tanya Bu Asri heran.

     "Maliq akan pergi dari rumah ini, Ma!" ucap Maliq sambil berlalu dari meja makan itu. Dia masuk ke kamarnya, mengambil koper, dan mengisi dengan baju seadanya. Dia juga melihat foto keluarga mereka dan memasukkan ke dalam koper.

     Pak Fauzi dan Bu Asri mencoba menahan Maliq, begitu juga dengan Stevi dan Sherly. Tapi Maliq tidak menghentikan langkahnya untuk pergi dari rumah. Dia lalu memanggil taksi dan pergi tanpa tujuan.   

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (29)
  • yurriansan

    keren, cerita dan diksinya

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @ReonA Terima kasih ????????

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kak, aku suka diksinya xD

    Comment on chapter Prolog
  • Nurull

    Nice. Happy ending.

    Comment on chapter Hadiah Terbaik
  • muhammadd

    Ceritanya renyah. Enak dibaca. Sarannya apa yah? Mungkin akan seru kalau dimasukin unsur daerah. Logat2nya gitu. Hehe

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    iya nih, percakapan emang dibuat ala kids zaman now @Zzakyah nanti akan coba saya pertimbangkan sarannya. Terima kasih atas supportnya.

    Comment on chapter Prolog
  • Zzakyah

    Sebuah kisah yang inspiratif. Saya suka ide dan judul ceritanya. Menarik. Terus jaga konsistensi tokohnya. Karakternya sudah bagus. Alurnya lumayan. Meski ada beberapa adegan yang terlalu populer digunakan. Gaya bahasanya renyah. Cuma agak sedikit lebay di beberapa dialog tagnya. Sarannya, lebih baik gunakan bahasa indonesia yang baik. Bukan ala kids zaman now. Biar masuk sama pemilihan diksinya.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    Baik emak @PancaHerna akan saya perbaiki bagian yang klise.

    Comment on chapter Prolog
  • PancaHerna

    Sebernya si Uji lbih tau soal teknis. Jadi soal teknis nnti ty lngsung saja ke orangnya. Mnurut saya sebagai emak2 awam, ceritanya cukup inspiratif. Gaya bahasanya, tematiknya ringan. Cocok untuk semua pmbca. Tetapi ada beberapa sekenrio yang menurut emak, perlu di perbaiki. Dan ... hati2 dengan jebakan klise. Alih2 kamu ingin detail, kamu mnjelaskan tokohmu dari a sampai z. Dari bangun tidur sampai tidur lagi. Untuk ekspresi gerak, cukup seperlunya saja. Itu saja sih saran dari emak.

    Comment on chapter Prolog
  • lanacobalt

    @Zeee hahaha setelah baca chapter berikutnya akan kelihatan kekurangannya. Itu 'kan kelihatan dari fisik aja. :D

    Comment on chapter Kartu Keluarga
Similar Tags
Anne\'s Daffodil
1105      425     3     
Romance
A glimpse of her heart.
Ellipsis
2394      994     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Kuliah atau Kerja
511      296     1     
Inspirational
Mana yang akan kamu pilih? Kuliah atau kerja? Aku di hadapkan pada dua pilihan itu di satu sisi orang tuaku ingin agar aku dapat melanjutkab sekolah ke jenjang yang lebih tinggi Tapi, Di sisi lainnya aku sadar dan tau bawa keadaan ekonomi kami yang tak menentu pastilah akan sulit untuk dapat membayar uang kuliah di setiap semesternya Lantas aku harus apa dalam hal ini?
Dua Warna
685      470     0     
Romance
Dewangga dan Jingga adalah lelaki kembar identik Namun keduanya hanya dianggap satu Jingga sebagai raga sementara Dewangga hanyalah jiwa yang tersembunyi dibalik raga Apapun yang Jingga lakukan dan katakan maka Dewangga tidak bisa menolak ia bertugas mengikuti adik kembarnya Hingga saat Jingga harus bertunangan Dewanggalah yang menggantikannya Lantas bagaimana nasib sang gadis yang tid...
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Melepaskan
466      319     1     
Romance
Ajarkan aku membenci tawamu, melupakan candamu. Sebab kala aku merindu, aku tak bisa lagi melihatmu..
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5940      1590     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
Foodietophia
538      402     0     
Short Story
Food and Love
SHEINA
365      261     1     
Fantasy
Nothing is Impossimble
Laut dan Mereka
209      139     0     
Fan Fiction
"Bukankah tuhan tidak adil, bagaimana bisa tuhan merampas kebahagiaanku dan meninggal kan diriku sendiri di sini bersama dengan laut." Kata Karalyn yang sedang putus asa. Karalyn adalah salah satu korban dari kecelakaan pesawat dan bisa dibilang dia satu satunya orang yang selamat dari kecelakaan tersebut. Pesawat tersebut terjatuh di atas laut di malam yang gelap, dan hampir sehari lamanya Ka...