Kisah cinta indah sedang dijalani oleh dua pasang anak muda yang dimabuk asmara. Mereka bagaikan kutub magnet yang saling tarik menarik jika sedang bersama menjelajahi dunia yang penuh dengan tanda tanya ini.
Waktu itu di sebuah taman bunga matahari, mereka sedang memadu kasih dengan berlarian sambil bersenda gurau. Tawa riang mereka ditemani tarian dari tangkai bunga matahari yang berayun oleh bantuan angin.
"Sayang, apa kamu tahu bahwa mamaku tidak menyukai mamamu?" tanya Raisa.
"Aku tidak tahu jelas. Tapi dari cerita yang pernah aku dengar, mama kamu yang tidak menyukai mamaku," jawab Shandy.
Raisa merenung sejenak, dia menyandarkan kepalanya di punggung Shandy yang sangat kokoh. "Hmm. Bagaimana jika mereka tidak merestui hubungan kita?"
Shandy menengadahkan kepalanya, melihat gumpalan awan putih yang menggemaskan di langit saat itu. "Kamu lihat awan itu, Sayang!"
Raisa melihat ke atas. "Iya. Kenapa?"
"Awan itu begitu putih dan bersih, tidak ada satu manusia pun yang tidak ingin menyentuhnya."
"Terus? Apa hubunganya dengan kita?" tanya Raisa heran.
Shandy tertawa kecil. "Cinta kita begitu putih tanpa ada bercak apa pun yang mengotorinya, seperti awan itu. Tidak ada kebohongan ataupun keterpaksaan dari hubungan kita ini. Jadi kamu tidak perlu takut, aku akan selalu berusaha mempertahankan cinta kita."
Raisa termenung sejenak atas perkataan Shandy. Nyatanya, dia masih menyembunyikan statusnya sebagai anak angkat Pak Alvin dan Bu Sonia. Dia bukan ingin menyembunyikan status orangtua kandungnya karena alasan mereka miskin, tapi dia masih takut akan luka lamanya dengan Haikal yang selalu membenci orangtua angkatnya itu. Dia berniat mengatakan kenyataan itu, tapi waktunya saja yang belum tepat.
"Ayo kita keluar dari taman ini!"
Lamunan Raisa menghilang atas ajakan Shandy. "Kita mau ke mana lagi?"
"Aku lapar. Kita makan ke warung bebek di Cemara Asri, sekalian lihat bangau di sana."
Raisa menyetujuinya dan mereka pun bergegas ke sana.
***
Halo, Jeung. Kita jadi arisan hari ini?
Jadi dong. Kita cari suasana berbeda, yuk! Di tempat makan tongkrongan anak muda, biar ngerasa muda loh, Jeung.
Begitulah isi percakapan grup chatting arisan ibu-ibu murid. Mereka akan mengadakan arisan di sebuah tempat makan kekinian. Seluruh peserta arisan menyetujui tempat tersebut dan segera meluncur ke lokasi.
Setelah semua anggota arisan berkumpul di meja makan yang sudah mereka pesan, mereka langsung mengocok kertas yang tertulis nama anggota yang belum memenangkan arisan tahun ini. Seorang ibu yang masih sangat cantik mengambil satu kertas yang akan memenangkan arisan bulan ini. Dia langsung meneriakkan nama, "Lastri!" Ibu yang bernama Lastri langsung berteriak kesenangan.
Acara tersebut berlanjut dengan makan-makan dan bergosip serta memamerkan barang-barang mahal yang mereka miliki.
Bu Sonia sangat antusias dalam hal ini, dia langsung memamerkan tas yang baru ia beli di Jepang. Kemudian seorang anggota arisan langsung terkejut histeris melihat tas milik Bu Asri yang baru dibeli di Paris sewaktu liburan bersama keluarganya.
Bu Sonia langsung memandangnya dengan penuh iri. "Mentang-mentang baru pulang dari Paris, langsung pamer," ucapnya.
Bu Asri hanya tersenyum pada Bu Sonia. "Bu Sonia juga baru pulang liburan dari Jepang. Bagaimana musim semi di Jepang, Bu Sonia?!" tanya Bu Asri.
"Gitu deh!" jawab Bu Sonia seadanya sambil menyendok es krimnya.
"Oh my god. Benarkah itu Shandy dan Raisa?" teriakan salah satu anggota di perkumpulan arisan itu sambil menunjuk ke arah sebuah meja makan.
Bu Asri dan Bu Sonia langsung melihat ke arah meja makan tersebut dan mereka segera menghampiri.
Di meja makan sebuah restoran, Shandy dan Raisa sedang menikmati makanan yang sudah mereka pesan. Satu piring bebek goreng untuk Shandy dan satu piring ayam bakar untuk Raisa.
"Apa kamu tidak suka bebek?"
Raisa menggeleng. "Belum pernah makan sih, tapi lihat dari teksturnya ... Enggak deh!"
"Kamu coba rasakan dulu. Kamu pasti akan ketagihan setelah memakannya," ucap Shandy. Dia lalu menyuapkan beberapa suwir bebek ke mulut Raisa. Shandy sedikit memaksa karena Raisa selalu melecenya saat sendok itu akan masuk ke mulutnya. Dia kemudian tertawa melihat ekspresi wajah Raisa saat mengunyah suwiran bebek yang masuk ke mulutnya.
"Aku tidak menyukai teksturnya, lebih kenyal dibandingkan ayam," ucap Raisa.
"Raisa!"
"Shandy!"
Suara teriakan yang familiar langsung mengalihkan keduanya. Mereka terkejut melihat kedua mama mereka juga berada di tempat itu.
Bu Sonia menarik Raisa dari meja makan itu dengan paksa. "Pulang!" serunya.
Bu Asri yang melihat Bu Sonia marah pada Raisa langsung membela Raisa. "Pelan-pelan Sonia! Kasihan Raisa!"
"Kau tidak usah ikut campur, Asri. Ini urusanku dengan anakku. Kau urusin aja anakmu yang sudah menggoda anakku. Mama dan anak sama saja, hobinya menggoda," kata Bu Sonia dengan suara keras.
Shandy dan Raisa hanya tercengang mendengar kata-kata itu.
"Jaga mulutmu, Sonia! Anakku tidak ada hubungannya dengan masa lalu kita!" kata Bu Asri dengan suara yang keras juga.
Bu Sonia tertawa. "Kau dulu selalu bilang kalau aku yang salah paham padamu. Tapi sampai sekarang kau adalah duri di kehidupan rumah tanggaku."
"Jika kamu masih menganggap aku duri, berarti kamu masih tidak percaya diri dan bersyukur dengan kecantikanmu!" seru Bu Asri.
Bu Sonia ingin menampar Bu Asri, namun dia ditahan oleh Raisa. Shandy juga menarik Bu Asri menjauh dari Bu Sonia.
"Ma, udah dong! Malu sama pengunjung lain," kata Raisa.
Bu Sonia melihat ke sekelilingnya. "Ayo kita pulang!" perintahnya.
Raisa yang mendengar perintah itu langsung mengikuti Bu Sonia dan tersenyum untuk pamit ke Shandy dan Bu Asri.
Bu Asri membalas senyum Raisa. "Shandy, Mama tunggu kamu di rumah!" ucapnya ke Shandy.
***
Di rumah Raisa
"Kamu jangan berhubungan lagi dengan si Shandy, anak Bu Asri itu!" teriak Bu Sonia.
"Raisa tidak bisa, Ma," kata Raisa memohon.
"Mama melarang kau dan kau harus mengikutinya," kata Bu Asri dengan keras.
Pak Alvin yang sedang duduk di ruang kerja langsung menuju suara ribut itu. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada Bu Sonia dan Raisa.
"Mama tidak bisa dong melarang tanpa sebab. Shandy bukan anak berandalan, dia juga dari keluarga kaya yang sesuai dengan kriteria Mama dan Papa," bantah Raisa.
"Sebab dia adalah anak Asri, wanita yang sangat Papa kau cintai!" kata Bu Sonia saat melihat Pak Alvin datang.
Pak Alvin langsung mengerti maksud dari perdebatan ini.
"Mama sudah menjaga dan merawat kau dari kecil, jadi kau harus mengikuti perintah Mama!" lanjut Bu Sonia.
"Raisa tidak pernah berniat merepotkan Mama untuk merawat Raisa selama ini. Tapi Mama tidak bisa mengatur hidup Raisa dan menganggap semua itu adalah hutang budi," ucap Raisa.
"Jika kau tidak mengikuti keinginan Mama, kau bisa pergi dari rumah ini!" teriak Bu Sonia.
"Baik! Raisa akan pergi dari rumah ini!" jawab Raisa.
Pak Alvin tidak bisa melarang keduanya, ini adalah masalah yang sangat runyam untuk memilih siapa yang akan dibela.
Raisa pergi ke kamar dan mengambil sebuah koper, lalu memasukkan pakaiannya dan beberapa perlengkapan yang dibutuhkan.
Ricky masuk ke kamar Raisa mencoba untuk menahannya. "Kamu jangan pergi, Raisa. Mama hanya emosi sesaat, sebentar lagi hatinya juga akan melembut."
"Maafkan Raisa, Bang. Ini jalan satu-satunya untuk Raisa meringankan hutang budi itu," ucapnya.
"Tidak ada yang disebut hutang budi, Raisa. Hutang budi itu dibawa mati. Tapi jika kamu memiliki kesempatan, kamu bisa membalasnya dengan apa pun. Tidak hanya dengan uang!"
"Raisa akan membalas kalian di lain waktu. Untuk sekarang, ini adalah jalan yang terbaik menurut Raisa," ucap Raisa dan meninggalkan Ricky di kamarnya. Dia menyeret kopernya dan berjalan keluar rumah.
Pak Alvin menghentikan Raisa dengan menarik kopernya. "Jangan pergi, Raisa. Papa akan berbicara dengan mamamu, dia pasti akan mengerti," ucap Pak Alvin.
"Tapi Pa .... " belum sempat Raisa melanjutkan perkataannya, Bu Sonia langsung memotong.
"Biarkan saja dia pergi, Pa. Anak tidak tahu terima kasih!" tukas Bu Sonia.
"Baiklah. Raisa pamit, ya, Pa, Ma!" dia lalu menghentikan taksi dan pergi meninggalkan rumah itu.
***
Di rumah Shandy
Shandy langsung menghampiri mamanya yang sedang duduk di ruang keluarga saat sampai di rumah. "Mama," teriaknya. "Apa hubungan masa lalu Mama dengan mamanya Raisa?"
Bu Asri yang sudah menunggu kedatangan Shandy langsung bangkit. "Kamu tidak perlu tahu lebih jauh, Shan. Mama sudah menghapusnya dari ingatan Mama," jawab Bu Asri dan memandang Shandy dengan tegas.
"Bisakah kalian berdua tidak bermusuhan, Ma?" tanyanya kembali.
"Mama tidak pernah menganggap Bu Sonia musuh, kamu juga tahu itu."
"Tapi ini akan menjadi rumit jika kalian terus bermusuhan," ucap Shandy.
"Sekali lagi Mama katakan, Mama tidak menganggap Bu Sonia musuh!"
"Mama dan Bu Sonia sama aja. EGOIS!" ucap Shandy.
"Jaga kata-katamu Shandy. Kamu melawan Mama hanya karena seorang wanita bernama Raisa?" tanya Bu Asri kecewa.
"Shandy bukan membela Raisa atau melawan Mama, tapi Shandy ingin agar Mama berbaikan dengan Bu Sonia."
"Mama tidak akan minta maaf, karena Mama tidak bersalah!"
"Shandy tidak pernah mau punya Mama yang egois seperti ini," kata Shandy ketus.
"Jika kamu tidak mau punya Mama seperti ini, kamu bisa cari Mama lain di luar sana yang lebih baik!" ucap Bu Asri. Tapi setelah mengatakan itu, dia merasa sangat menyesal.
Shandy tidak mengerti kenapa mamanya bisa mengatakan kata-kata itu. "Baik! Shandy akan pergi dari rumah ini!" ucapnya. Dia langsung ke kamarnya dan membereskan barang-barangnya. Lalu dia menyeret kopernya dan pamit pada mamanya. "Shandy pamit, Ma!" ucapnya.
Bu Asri mengejarnya dan menahannya sambil menangis. "Jangan pergi Shandy, anak Mama. Mama sayang sama kamu!"
Shandy tetap pergi dan tidak menghiraukan Bu Asri. Dia sangat kecewa dengan mamanya dan ingin memberi tahu kalau mamanya begitu egois. Dia melajukan mobil dan pergi meninggalkan rumah.
Bu Asri menangisi kepergian Shandy di teras rumahnya. Tak lama Pak Fauzi dan ketiga anaknya pulang dari tempat paint ball. Mereka melihat Bu Asri menangis dan langsung menenangkannya.
"Kenapa Mama menangis?" tanya Maliq.
"Bang Shandy pergi dari rumah. Mama tadi bertengkar dengannya dan dia meninggalkan Mama karena terlalu kecewa pada Mama," kata Bu Asri tersedu-sedu.
Pak Fauzi dan ketiga anaknya sangat terkejut mendengar penjelasan Bu Asri. "Ayo kita bicarakan di kamar!" ajak Pak Fauzi. Dia lalu membantu Bu Asri berjalan menuju kamar. Sesampainya di kamar, dia memberi Bu Asri minum dan setelah melihat istrinya itu tenang, dia lalu bertanya kejadian yang sebenarnya.
***
Shandy merasa sangat kesal dan kecewa atas sikap mamanya. Apa sulitnya sih ma, minta maaf? Tak lama ponselnya berdering dan menampilkan nama 'Raisa'. "Halo!" ucapnya dan suara tangis Raisa terdengar, "Kamu kenapa, Sayang?"
Raisa mengatakan semua keluh kesahnya pada kekasih hati, Shandy. "Sayang, aku diusir dari rumah!"
"Aku juga pergi dari rumah. Kamu di mana sekarang? Aku akan menjemputmu!"
Raisa sangat terkejut mendengarnya. "Aku masih di sekitar rumah. Aku akan menunggumu di depan minimarket!"
"Baiklah. Tunggu aku!" perintah Shandy.
Sepuluh menit kemudian, Shandy menghampiri Raisa yang berdiri di depan sebuah minimarket dengan koper di sampingnya. "Kamu tidak apa-apa? Kenapa kamu diusir, Sayang?"
"Mama melarang aku menjalin hubungan dengan kamu, tapi aku membantahnya sehingga aku diusir! Mereka mencoba melarangku pergi setelah itu, tapi aku tetap pergi dari rumah," jelas Raisa, "bagaimana denganmu?"
"Sabar, ya," kata Shandy, "aku juga pergi dari rumah karena aku terlalu kecewa pada mama yang sangat egois dalam masalah ini," jawab Shandy.
"Jadi kita akan ke mana?" tanya Raisa.
"Bagaimana jika kita ke Danau Toba atau ke Padang? Kita bisa berlibur di sana, berhubung ini liburan semester," usul Shandy.
"Baiklah. Aku akan ikut denganmu!" jawab Raisa.
Mereka lalu membeli beberapa perlengkapan mandi dan cadangan makanan. Setelah semua keperluan tersedia, Shandy melajukan mobilnya ke arah Utara menuju Danau Toba.
keren, cerita dan diksinya
Comment on chapter Prolog