Ecaaaaaaaaaaaaaa, yaampun ini udah jam berapaa, belum bangun juga kamuu” suara merdu mama keluar lagi, bagaimana engga, sekarang hari pertamaku sekolah di sekolah baruku. Baru beberapa hari yang lalu aku pindah kesini dan mendaftar sekolah, dimana ya namanya.... Entah lah, aku lupa naka sekolahnya, yang jelas sekarang aku harus cepat, agar mama tidak marah lagi.
“Pagi maaaaa” aku duduk di meja makan, disambut papa dengan memberiku roti panggang untuk sarapan.
“Entar berangkat sama mama, abis makan langsung pake sepatu langsung berangkat” mama terlihat sangat sibuk, sibuk menyiapkan peralatan sekolahku maksudnya.
Ya kemarin memang aku tidak sempat merapikan alat sekolah yang aku perlukan, sehingga sekarang mama yang harus repot.
Sarapan sudah selesai, sekarang aku sedang dalam perjalanan menuju sekolahku. Ah iya aku lupa memperkenalkan namaku, aku Mesha Herlina, dulu sering dipanggil Eca, sampai sekarang juga sering dipanggil Eca sih, hehe. Aku kelas 2 SMA sekarang, aku pindah karena urusan kantor papa. Aku juga punya dua adik kembar, laki-laki dan perempuan. Yang laki-laki namanya Krisna Saputra, sementara adik kembarnya yang perempuan namanya Trisna Saputri. Mereka masih duduk di bangku kelas 6 SD. Sebenarnya sebelum mereka aku punya satu orang adik, namanya Kevin. Tapi dia sudah tiada, ia memiliki penyakit jantung, di umurnya yang ke 3 bulan, sepertinya jantungnya sudah tidak kuat, sehingga Kevin kecil kami harus pergi untuk selamanya. Tak mau berlarut-larut dalam kesedihan, kami berusaha sebaik mungkin untuk mengikhlaskannya. Lagi pula sekarang ada dua anak kembar yang harus di urus.
---
“Ecaaaa, ngapain bengong sihhh, ini udah nyampe tau gaa” mama menepuk pundakku, ah, lebih tepatnya memukul pundakku. Mungkin mama pikir aku mengantuk dan akan segera tidur.
“iya iya maa, sabar dongg” aku segera menggendong tasku dan mengikuti mama menuju ruang kepala sekolah.
Sekolah yang cukup besar, ah sepertinya aku keliru, ini sekolah yang sangat besar! Halamannya sangat luas, ada lapangan basket, badminton, ada tamannya juga! Yah mungkin aku terlihat terlalu heboh, tapi kenyataannya memang begitu, sekolah ini lebih besar dari sekolahku dulu.
“Selamat pagi ibu, ini siswa baru itu kan?” tanya seorang guru saat kami sampai di sebuah ruangan, sepertinya ini ruang guru.
“Ah iya benar” mama mendorongku pelan agak kedepan agar sejajar dengan mama.
“Saya Sinta, kebetulan kata kepala sekolah Mesha akan masuk di kelas saya, jadi Mesha bisa bersamaan dengan saya berngkat ke kelas nanti. Jadi ibu bisa meninggalkannya” guru itu tersenyum. Wahh, aku terpesona dengan guru itu, cantik, putih, rambutnya sepanjang bahu, dan masih muda.
“Ah baiklah, terimakasih ya bu. Ca, awas kamu nakal ya” mama agak berbisik saat berbicara denganku, aku menganggu dengan senyum (sok) manis, mama segera pergi dari ruangan itu.
“Ayo kita ke kelas” saat guru itu baru bangun dari duduknya, seorang guru laki-laki datang dengan menarik seorang siswa laki-laki.
“Bu, maaf mengganggu, tapi bisakah ibu memberi hukuman terhadap anak ini dulu? Seperti biasa, ia terlambat dan memanjat pagar lagi” guru laki-laki itu menarik siswa laki-laki itu agar berada di hadapan Bu Sinta.
“Ah baiklah pak, serahkan pada saya, emm, Mesha? Tunggu sebentar ya” aku hanya mengangguk menanggapinya, ya terus harus bagaimana lagi?
“Eheh ibuu, ketemu lagi ya” siswa laki-laki itu tersenyum, ah bukan, siswa laki-laki itu nyengir seperti seekor kuda.
“Kamu ini, ga kapok-kapok ya, bukannya memperbaiki diri! Ga capek dibawa ke bk terus ha?” Bu Sinta terlihat sangat kesal, sepertinya siswa yang satu ini adalah langganan bk?
“Mesha, awasi dia di halaman, dia harus lari 10 putaran penuh! Tugasmu hanya menghitung agar dia benar-benar berlari 10 putaran. Ibu harus mencatat namanya dan pelanggarannya dulu, nanti jika ada sesuatu katakan pada ibu” perintah Bu Sinta padaku
“Ah? 10 putaran? Yang benar saja bu? Tumben sedikit?” siswa itu nampaknya mulai menggoda amarah Bu Sinta
“Rangga! Kamu ini sudah diberi hukuman masih ngeyel saja, yasudah kalau begitu 40 kali! Mesha ingat, 40 kali!” Bu Sinta nampaknya sudah mulai emosi.
“Yaa, boleh lah” kata siswa yang namanya kalo tidak salah Rangga itu.
“Iya bu” aku berjalan mengikuti Rangga menuju halaman sekolah, cuacanya agak panas, aku agak takut jika nanti Rangga akan pingsan, bagaimana aku bisa mengangkatnya? Ah sudahlah jangan berfikir yang tidak-tidak.
Rangga mulai berlari, tapi baru saja satu kali putaran, tiba-tiba 3 orang laki-laki menghampirinya dan ikut lari bersamanya, tentu saja itu benar-benar membuatku bingung, kan yang dihukum hanya Rangga.
“Eh eh eh, kalian ngapain ikutan lari? Itu yang dihukum kan Cuma Rangga” aku berusaha memberitahu agar ketiga laki-laki itu tidak ikut berlari, tapi mereka hanya tertawa.
“Eh! Gatau arti setia kawan ya? Nih ya kalo belum tau artinya, artinya itu apapun yang terjadi sama salah satu temen lo, lo juga harus ngerasain” jawab seorang temannya.
“Yaudah, cepetan 40 kali putaran!” aku sedikit berteriak, baru menghadapi mereka sekali saja aku sudah kesal setengah mati, apalagi guru-guru yang sudah lama disini.
“Yey selesai!” teriak Rangga, aku semakin bingung, rasanya mereka baru berlari 10 kali putaran.
“Eh eh apaan ni, kalian baru lari 10 kali!” aku yang tak terima langsung berdiri dari kursi yang ku duduki, ya aku duduk di teras kelas dekat halaman agar tidak panas, kebetulan juga ada kursi disana.
“Eh Masha and Teh Bear, eh, The Bear maksudnya. Denger ya, kita kan ber empat tuh, kita larinya 10 kali, jadi 10x4 kan hasilnya 40, jadi kita udah lari 40 kali putaran!” kata Rangga yang disauti tawa dari ketiga temannya itu
“Eh emang iya nama lo Masha? Lah terus kok lo udah gede? Perasaan kemarin gue nonton masih lebih kecil dari anak TK deh!” tawa mereka kembali pecah setelah meledekku.
“Demi apa lo nonton Masha and The Bear?” tanya seorang temannya masih dalam gelak tawa.
“Demi adek gue yang udah ngamuk kaya atlet smackdown” tawa mereka kembali pecah, bahkan saat ini mereka tertawa hingga tertidur di lantai teras kelas itu. Entah selera humorku yang rendah atau bagaimana, tapi menurutku tak ada yang lucu dalam candaan mereka.
“Gue laporin Bu Sinta” ucapku datar, ucapanku sepertinya berhasil membuat keheningan disana.
“Eh eh, jangan dong mashaa, tar gue diamuk beruang lagi” tawa mereka pecah lagi, aku semakin kesal dan memutuskan mencari Bu Sinta segera. Tapi baru beberapa langkah, langkahku dihentikan oleh suara Rangga.
“Stop! Berani lo lapor ke Bu Sinta, gue baperin lo” kata Rangga menunjukku, astagaa! Ancaman macam apa itu? Memangnya Rangga siapa? Setampan apa sampai aku bisa luluh begitu saja?
“Ga takut” aku melanjutkan langkahku menuju ruang Bu Sinta.
“Kalian semua jadi saksi! Mulai hari ini gue bakal ngebaperin lo sampe dapet!” teriak Rangga yang hanya mendapatkan tatapan heran dari ketiga temannya, Rangga memang salah satu cowok playboy di sekolah, tapi ia tak pernah se semangat itu untuk menaklukan perempuan.
“Eh kampret ngapain ngeliatin aja? Belum minum yuk, dasar gatau haus” Rangga langsung berdiri dan beranjak pergi dari tempatnya disusul ketiga temannya itu.