BAB 8
Siang ini langit begitu teduh, mungkin sang surya sedang bersedih hati. Delilah berjalan menuju pohon beringin favoritnya sambil bersenandung kecil dan tangan kanan membawa gitar akustik kesayangannya. Ia mengambil posisi ternyaman dan mulai memetik gitar kemudian melantunkan sebuah lagu suara merdu selembut sutera dan penuh penghayatan, percayalah siapapun yang mendengarnya seakan masuk ke dalam lagu tersebut. Setetes air mata meluncur dengan bebas dipipi tembam Delilah namun, bibir penuh miliknya mengukir sebuah senyuman, senyuman pahit yang menyimpan segudang rasa sakit, sedih, dan kehilangan.
I can honestly say
You've been on my mind
Since I woke up today
I look at your photograph all the time
These memories come back to life
And I don't mind
I remember when we kissed
I still feel it on my lips
The time that you danced with me
With no music playing
I remember the simple things
I remember till I cry
But the one thing I wish I'd forget
The memory I wanna forget
Is goodbye
I woke up this morning
And played our song
And through my tears I sang along
I picked up the phone and then
Put it down
'cause I know I'm wasting my time
And I don't mind
I remember when we kissed
I still feel it on my lips
The time that you danced with me
With no music playing
I remember the simple things
I remember till I cry
But the one thing I wish I'd forget
The memory I wanna forget
Suddenly my cell phone's blowing up
With your ring tone
I hesitate but answer it anyway
You sound so alone
And I'm surprised to hear you say
You remember when we kissed
You still feel it on your lips
The time that you danced with me
With no music playing
You remember the simple things
We talk till we cry
You said that your biggest regret
The one thing you wish I'd forget
Is saying goodbye
Saying goodbye
Oh, Goodbye
(Miley Cyrus – Goodbye)
Prok... prokk.. prokk....
Terdengar tepukan tangan yang begitu kencang membuat Delilah menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri mencoba mencari siapakah sosok yang bertepuk tangan namun hasilnya nihil. Delilah tidak menemukan siapa-siapa.
“Bee... jangan bercanda dong, please! Keluar jangan sembunyi kayak gitu” ujar Delilah setelah terpekur beberapa lama dan mengira saat ini Fabian tengah mengerjainya.
BRUKK....
Delilah menolehkan kepalanya kesebelah kiri saat mendengar sesuatu seperti ada yang terjatuh dan terlonjak kaget saat melihat sosok lelaki tinggi sedang merapihkan pakaiannya yang terlihat kusut. Delilah menatap bingung lelaki tersebut dengan kening mengerut dan salah satu alisnya terangkat ke atas.
Lelaki tersebut merasa diamati, Ia pun menoleh dan melihat wajah Delilah yang kebingungan dengan senyuman kecil yang terukir dibibirnya.
“Hai....” lelaki tersebut menyapa Delilah dengan suara lembut dan senyuman hangat.
Delilah tergagap dan kemudian langsung menundukkan kepalanya. Merasa tak medapatkan balasan bahkan sekedar senyuman, lelaki tersebut menggelengkan kepala kecil sambil tertawa tanpa suara melihat tingkah Delilah yang terlihat gugup.
“Suara kamu lembut, dan merdu. Tapi mengapa kamu memilih lagu dengan lirik yang begitu mengiris hati?” tanya lelaki itu setelah mendudukkan dirinya di samping Delilah yang masih setia menundukkan kepalanya.
Lagi-lagi lelaki tersebut tidak mendapatkan balasan apa-apa dari Delilah. Seakan tak menyerah, lelaki itu memutar otak agar gadis di sampingnya ini mau membuka suaranya yang lembut.
“Keenan Athaya. Nama kamu siapa?” tanya Keenan sambil mengulurkan tangannya.
Delilah mulai tidak nyaman dengan kehadiran sosok di sampingnya. Ia benar-benar tidak menyukai situasi seperti ini. Delilah meremas jari-jemarinya gelisah, Ia harus segera pergi dari tempat ini.
Keenan menarik kembali uluran tangannya sambil tertawa kecil. Ia bingung dengan gadis di sampingnya ini, disaat puluhan wanita di sekolah ini ingin berkenalan dengannya tetapi gadis di sampingnya ini terlihat enggan dan cenderung tidak suka.
“Aku enggak gigit kok, jadi ga perlu takut gitu” ujar Keenan santai sambil terkekeh kecil.
“DELILAHHHHHHHHHH!!!! WHERE ARE YOU? YUHUUUUUU!!!” teriak seseorang dengan suara bassnya. Delilah mengucapkan syukur saat mendengar suara Fabian yang mencarinya. “I’M HERE, BEE! I’LL GO THERE!” teriak Delilah sambil bangkit dari duduk dan menenteng gitar kesayangannya dan meninggalkan Keenan yang menatap takjub melihat tingkah gadis unik itu.
“Ohhh jadi namanya Delilah” gumam Keenan sambil merebahkan tubuhnya di atas rumput hijau. “Satu-satunya cewek yang nolak gue ajak kenalan, dan pergi gitu aja tanpa pamit ya cuma dia, Delilah. Gadis unik. Dan akhirnya gue bisa lihat wajahnya. cantik, manis, dan lugu.” gumam Keenan memejamkan matanya, membayangkan wajah cantik gadis itu.
Keenan bangun dan duduk, tak sengaja matanya menatap sebuah kotak persegi panjang berwarna silver yang dipenuhi oleh glitter yang berkilauan ada di sampingnya.
Keenan pun membuka kotak tersebut dan ternyata isinya adalah sebuah kacamata berbentuk mata kucing berwarna cokelat yang sangat manis.
Senyuman miring Keenan pun muncul saat Ia mendapatkan sebuah ide briliant.
“IT’S A BEAUTIFUL DAY!!” teriak Keenan dengan senyuman lebar.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^
“Bineeeee... dari mana aja sih?” sungut Fabian saat melihat Delilah sudah ada di depan matanya.
“Dari tempat biasa, kenapa emang?” tanya Delilah.
“Pulang yuk! Udah siang, gue laper mau makan masakan Tante Ameera!” ajak Fabian dengan menyebalkan.
“Lah kenapa jadi masakan, Mamih?” tanya Delilah kesal.
“Yah kan gue mau mampir, terus numpang makan deh. Mamah lagi ke Bandung, jadi gue mau numpang makan hahahaha” seloroh Fabian.
“Dasar!!” jawab Delilah sambil berlalu meninggalkan Fabian yang tertawa keras.
“Oyy oyyy tungguin kali!” teriak Fabian sambil berlari mengejar Delilah yang berjalan menuju parkiran mobil.
“Yeeee supir jalannya lelet banget!” seloroh Delilah dengan menyebalkan.
“Yeeee tukang kebun, berisik aja!” balas Fabian tak kalah menyebalkannya.
TITT... TITTTT
Terdengar tombol alarm mobil berbunyi, Delilah segera masuk ke dalam mobil Audi A4 Fabian tanpa mau mendengarkan Fabian yang saat ini masih mengocehkan hal-hal yang tidak penting. Fabian pun akhirnya ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi pengemudi dan memasang seatbeltnya. Ia menolehkan kepalanya ke samping kiri melihat Delilah yang sedang asik mengotak-atik saluran radionya.
“Pakai seatbeltnya Bine!” suruh Fabian cepat.
“Iya-iya! Bawel nih!” kata Delilah sambil memasang sabuk pengamannya.
“Gak apa-apa dibilang bawel, yang penting kan gantengnya gak berkurang” jawab Fabian dengan wajah tengilnya dan mulai melajukan mobilnya membelah jalan raya.
“Iya ganteng. Tapi kalau dilihat dari ujung Monas” tawa membahana Delilah memenuhi ruang mobil, Fabian memasang wajah sebal namun di dalam hati bersyukur melihat Delilah yang tertawa lepas tanpa beban.
“Udah puas, Mbak ketawanya?” tanya Fabian dengan jengkel.
“Huhhh...Hahhhh.. udah kok.. Hehehe maaf yaa, Be” Delilah menarik napas mencoba menghentikan tawanya.
Fabian tak menghiraukan dan kembali bertanya “Mau temenin gue gak mampir sebentar ke toko kaset?” tanya Fabian. Delilah menganggukkan kepalanya “Oke. Gue juga mau liat ada kaset apa aja yang seru buat ditonton sama mau beli kaset musik” Fabian menganggukkan kepala.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
fresh story, good job author
Comment on chapter Bab 1 : Skyscraper