Ronan menatap sahabatnya jengah, lelaki itu menggelengkan kepala tak percaya dan mendecakkan lidah kesal melihat tingkah laku Keenan yang tidak jauh berbeda dengan pasien rumah sakit jiwa.
“Keen, gue pastiin kalau 5 menit lagi, lo bakalan jadi pasien Grogol!”seru Ronan kesal.
“Ssstt.. berisik deh Nan! Diem sih lo. Gak tau orang lagi seneng apa?” balas Keenan kesal karena kegiatannya terganggu.
“Eh! Gimana gue gak kesel ya, Keenan Athaya. Udah hampir 20 menit, tapi itu mata lo gak sama sekali ngalihin pandangan bahkan senyum gak jelas ke tempat kaca mata yang bling-bling bikin silau mata dan itu tuh gak mungkin banget punya lo, apalagi Tante Rahayu, kan?” ujar Ronan dengan wajah bosan.
Keenan pun akhirnya mengalihkan pandangannya menatap wajah Ronan yang kesal bercampur bosan. Keenan terkekeh geli, kemudian menyimpan tempat kaca mata itu ke dalam tas ranselnya dan memfokuskan tatapannya ke arah Ronan.
“Jadi sebenernya ada apa? Tumben banget lo nongol di rumah gue jam segini, Nan?” tanya Keenan sambil melirik jam dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 14.08 WIB yang membuat Ronan mencibir kesal.
“Sinting lo emang! Gue udah mau setengah jam di sini, lo baru tanya gue mau apa?” jawab Ronan kesal. Keenan terkekeh geli menanggapi celotehan Ronan.
“Ya maaf-maaf. Oke, jadi ada apa?” tanya Keenan.
“Noh cewek lo neror gue terus Keen, gue bisa gila kalau dia muncul dimana pun gue berada.” ucap Ronan sambil mengusap wajahnya frustasi.
“Claudie?”tanya Keenan memastikan. “Menurut lo aja?!” jawab Ronan cepat.
“Teror lo kayak gimana dia? Diemin aja sih Nan. Gak usah ditanggepin si Claudie mah”
“Dia tanya lo dimana lah, kenapa ponsel lo gak aktif lah, lo masih marah sama dia atau enggak. Ah pokoknya bikin pusing deh Keen pertanyaannya, apalagi denger suaranya yang bikin kuping sakit!” Keenan tertawa melihat Ronan yang kesal.
“Diemin aja Nan. Besok-besok kalau dia terror lo lagi, tinggalin aja. Gak usah ngomong apa-apa, nanti juga dia capek.”ucap Keenan santai, merebahkan dirinya di atas kasur king sizenya. Ronan berdecak kesal, kemudian menyusul Keenan ke atas kasur dan memukul kepala Keenan gemas.
Keenan mengaduh sakit dan menatap tajam Ronan, Ronan pun membalas “Apa melotot gitu? Sumpah ya lo ngeselin banget, Keen! Kemaren aja marah-marah gak jelas di klub panah. Sekarang malah ngeselin kayak gini. Lo mah gitu! Gak ada kasihan-kasihannya sama sahabat sendiri.”bentak Ronan mengeluarkan semua isi hatinya yang kesal dengan sikap Keenan yang terkadang terlalu santai menyikapi sesuatu.
“Gue males banget Nan nemuin Claudie. Kemaren gue berantem sama nyokap ya gara-gara dia. Muka dua banget deh itu cewek!”ujar Keenan malas.
“Ya putusin lah. Lo juga bukannya tegas ambil keputusan. Lagian kan dari awal gue udah bilang kalau si Claudie itu cewek yang gak baik. Sekarang liat sendiri kan?”ucap Ronan memberi saran.
“Gue mau aja putusin dia, tapi kan lo tau sendiri Nan, gue sama dia dijodohin nyokap gue. Udah gitu kan dulu sikap dan sifat si Claudie gak kayak sekarang.”jawab Keenan.
“Ya lo omongin lah hal ini sama Tante Rahayu, gue yakin sih kalau beliau akan nerima keputusan lo. Yang penting lo kasih alasan yang masuk akal, Keen.”balas Ronan sambil memakan keripik singkong yang baru saja dia ambil dari nakas samping ranjang Keenan.
“Gue udah bongkar semua kejelekan Claudie di depan Mamah, tapi berhubung gue masih diem-dieman sama Mamah ya udah deh gue belom bahas tanggapan Mamah tentang kelanjutan hubungan gue sama Claudie.”
“Gak baik Keen diem-dieman sama orang tua. Durhaka lo!”
“Kali ini gue marah wajar, Nan. Dan gue ngerasa gak salah, makanya gue berani buat diemin Mamah. Biar sadar kalo dia itu salah jodohin gue sama Claudie.”
“Yah itu sih, terserah lo aja Keen. Gue gak mau ikutan.” Ronan mengedikkan bahu sambil memasukan keripik ke dalam mulutnya. “Eh bentar, lo gak jawab pertanyaan gue tuh tempat kacamata punya siapa? Pinter banget lo Keen, ngalihin pembicaraan!”sambung Ronan sambil tersenyum jail memainkan alisnya naik dan turun, menggoda Keenan.
Keenan meringis, mengusap tengkuknya. “Kepo lo ah, Nan. Gak boleh kepo-kepo gitu.” jawab Keenan memberikan alasan.
“Yaudah lah, gue mah apah atuh, Cuma butiran debu.” ujar Ronan dengan wajah lesu yang membuat Keenan tertawa.
“Nanti, Nan. Kalau gue udah yakin sama dia, gue akan kenalin dia ke elo.” janji Keenan dengan wajah berseri, membayangkan wajah gadis yang ditemuinya hari ini. Wajah yang sangat teduh dan juga tatapan sendu gadis itu.
“Bahasa lo, Keen. Geli lo ah!”ujar Ronan sambil tertawa kencang. Keenan tersenyum lebar, masa bodoh dengan perkataan Ronan yang sedang mengejeknya.
“Nan, cabut yok! Kemana club panah? Kafe? Terserah deh.” ajak Keenan.
“Yok! Gue juga bête nih. Kita ke kafe aja Keen, gue laper.” jawab Ronan.
“Yaudah, pake mobil gue aja. Cepetan kita pergi!” seru Keenan yang dibalas gerutuan kesal Ronan.
Ronan dan Keenan pun berjalan menuruni anak tangga, Keenan yang berjalan lebih dulu dibandingkan Ronan berhenti mendadak membuat Ronan menabrak punggung Keenan, Ronan memukul punggung Keenan kesal sambil mengusap keningnya yang sakit.
“Apaan sih berhenti mendadak gitu!”seru Ronan, Keenan memutar kepalanya kebelakang dan memberikan isyarat pada Ronan untuk diam. Ronan pun diam, dan terbelalak kaget melihat seseorang yang sedang mengobrol dengan asik bersama Tante Rahayu di ruang tamu.
“Ya ampun. Itu mak cempreng kenapa bisa di sini coba?”tanya Ronan sebal.
“Ya mau cari muka lagi kali sama nyokap gue.”balas Keenan tak acuh.
“Udah Keen, ayo kita buruan cabut. Nanti gagal dong kita jalan.”
“Ssst. Diem. Nih dengerin ya! Pokoknya nanti kalo nyokap gue manggil kita, jangan nengok. Jalan terus! Oke?”Keenan memberikan perintah yang diacungi jempol oleh Ronan.
Keenan dan Ronan kembali melanjutkan langkah mereka yang sempat tertunda dengan pandang lurus dan muka datar.
Tante Rahayu yang melihat Keenan berjalan menuju pintu keluar pun memanggilnya. “Athaya. Sini dulu dong! Ini ada Claudie, nak.”ujar Tante Rahayu. Keenan tak menggubris perkataan Tante Rahayu. Claudie memasang senyuman paling manis, menurutnya dan sangat menggelikan menurut Ronan yang sedikit melirik kearah Claudie.
“Athaya! Berhenti! Ini ada tamu, kamu kok kayak gitu sih. Gak baik Athaya kamu bersikap seperti itu!”bentak Tante Rahayu kesal dengan tingkah Keenan yang menurutnya sudah diluar batas.
Keenan berhenti melangkah diikuti oleh Ronan. “Athaya sama Ronan mau pergi dulu, Mah. Ada urusan penting, Mamah lanjutin aja ngobrol bareng ‘calon menantu kesayangan’ Mamah.”balas Keenan datar, terkesan dingin.
Tante Rahayu menarik napas tajam mendengar balasan perkataan Athaya. “Mamah gak pernah ajarin kamu seperti ini, Athaya! Kesini, dan temani Claudie!” perintah Tante Rahayu dengan nada keras.
“Ayo Nan, nanti kita telat!”ajak Keenan, mengacuhkan perintah Tante Rahayu. Keenan melanjutkan langkahnya tanpa melirik sedikit pun kearah Tante Rahayu yang tengah menahan amarah. Ronan pun tersenyum meminta maaf pada Tante Rahayu, kemudian menyusul Keenan yang sudah duduk manis di dalam mobilnya.
Tante Rahayu membanting tubuhnya ke atas sofa, dan mendesah lelah. Kemudian tersenyum lembut kearah Claudie yang murung atas perilaku Keenan.
Mobil Pajero Sport milik Keenan melaju sangat kencang melewati pagar rumah yang terbuka secara otomatis. Ronan hanya menggelengkan kepala menyikapi Keenan yang sedang marah. Ronan memilih bungkam, dan menunggu Keenan berbicara.
Keenan membawa mobil kesayangannya dengan kecepatan nyaris 80KM/Jam, Ronan berdoa dalam hati semoga Tuhan masih sayang padanya. Saat mereka mulai memasuki jalanan padat kendaraan, laju mobil yang dikendarai Keenan memelan, dan Ronan menghela napas lega.
“Gue gak abis pikir Nan, sama nyokap yang masih aja bersikap biasa aja setelah tau keburukan si Claudie.”Keenan membuka suara dengan penuh kekesalan, bahkan memukul stir mobil yang tidak melakukan kesalahan.
“Sabar, Keen. Makanya kan gue udah bilang, lo harusnya ngomongin masalah itu dengan serius. Minta bantuan Mas Pandu atau Mbak Laras, kalo Tante Rahayu masih juga ga mau dengar omongan lo.”Ronan berucap dengan hati-hati, mencoba menaklukkan Keenan yang marah.
“Gue gak yakin Mas Pandu sama Mbak Laras mau bantu. Lo tau sendirikan mereka gimana?”ujar Keenan.
“Belum juga coba, udah nyerah aja lo! Kan lo gak akan tau kalau belum coba, Keen.”
Keenan mengganggukan kepala. “Okedeh, nanti gue coba. Kalo mereka gak mau bantu, terpaksa gue akan bilang Mbak Laksmi atau enggak Papa.” Ronan memberikan jempolnya dan tersenyum lebar.
^^^^^^^^^^^^^^^
Fabian membanting tubuh lelahnya di atas sofa ruang keluarga rumah Zabine. Delilah sudah masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri dan mengganti baju.
Mbak Ana, asisten rumah tangga keluarga Zabine yang baru saja dari halaman depan, menghampiri Fabian yang terlihat lelah.
"Eh ada den Fabian, mau minum apa den?"tanya Mbak Ana.
Fabian melirik Mbak Ana dengan mata berbinar. "Alhamdulillah ada Mbak Ana. Apa aja deh Mbak, yang penting minuman dingin. Aku haus banget nih soalnya." jawab Fabian. Mbak Ana mengangguk dan berjalan menuju dapur.
Delilah berjalan menghampiri Fabian, kemudian duduk di samping lelaki itu. Fabian melihat Delilah yang sudah tampil kasual dengan kaus lengan panjang dan celana panjang berbahan katun, dan membiarkan rambut panjangnya diikat menjadi satu membentuk ekor kuda. Ya, hanya Fabian satu-satunya teman Delilah yang dapat melihat gadis itu tanpa kerudungnya.
"Bee. Kaset filmnya mana?"tanya Delilah.
"Itu dikantong plastik, Bine. Gak liat itu kantong gede gitu." jawab Fabian sambil menunjuk kantok plastik bertuliskan nama sebuah toko kaset.
“Hehehe gak liat Bee. Maaf.” Delilah menunjukkan deretan giginya yang rapi tersenyum lebar. Fabian mendengus kemudian memejamkan matanya.
Delilah mengambil kantung plastik yang ditunjuk Fabian kemudian mengeluarkan beberapa kaset film yang belum ditontonnya.
Mbak Ana datang dengan sebuah baki yang di atasnya ada dua gelas minuman dingin dan satu toples keripik singkong, lalu meletakkannya di atas meja dan berlalu pergi untuk melajutkan pekerjaan rumah yang belum selesai.
Fabian membenarkan posisi duduknya kemudian mengambil gelas yang berisi minuman dingin dan menenggaknya hingga tersisa setengah. Delilah sedang memasukkan kaset film ke dalam DVD Player yang tersedia di ruang keluarganya.
Setelah film yang diputar menampilkan bagian pembuka, Delilah kembali duduk di sebelah Fabian yang sudah asik dengan keripik singkong di dalam toples yang kini didekap lelaki itu erat.
Fabian melirik kearah Delilah. “Ish! Pake kacamata sih lo! Nanti matanya sakit, terus minus lo nambah Bine! Cepetan ambil sana kacamatanya!”ucapFabian.
“Bawel!” ujar Delilah jengkel, namun tetap bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya untuk mengambil kotak kacamata yang ada di dalam tasnya. Fabian mengambil remot dan mempause film yang sedang berputar, menunggu Delilah kembali.
Delilah berjalan menuju sofa yang berada di sudut ruangan untuk mengambil tasnya yang Ia letakkan di sana. Delilah membuka sleting bagian paling depan dari tas yang biasa Ia gunakan untuk meletakkan kotak kacamatanya. Tangan mungil Delilah merogoh ke dalam kantung tas dan tidak menemukan benda yang dicarinya, Delilah pun merogoh ke bagian dalam tas yang lain dan tetap tidak menemukan apa yang dicarinya. Delilah mendesah jengkel, kemudian mengeluarkan semua bukunya dan tetap tidak menemukan kotak kacamata bling-bling miliknya.
“Ck. Kayaknya hilang deh. Lupa taruh di mana lagi, gue.”ujarnya pada diri sendiri.
“Tau deh ah, kalau hilang ya udah deh.”ucapnya sambil berjalan keluar kamar.
Delilah menghampiri Fabian yang sedang memainkan ponselnya. Fabian yang merasakan tempat di sebelahnya bergoyang pun memencet tombol play agar film kembali berputar.
“Bee. Kotak kacamatanya hilang.” adu Delilah pada Fabian, Fabian menolehkan kepalanya menatap Delilah yang sedang menonton film.
“Aihhhh! Kok bisa hilang sih, Bine. Pasti teledor deh taruhnya. Ampun deh.”ujar Fabian sebal, Delilah mengerucutkan bibirnya kesal.
“Kayaknya ketinggalan di bawah pohon taman belakang sekolah. Lo sih tadi manggil-manggil gak sabaran gitu, yaudah deh kayaknya sih ketinggalan di sana.”balas Delilah menyalahkan Fabian.
“Jadi nyalahin gue. Yaudah besok coba cari ke sana deh, kalau gak ada pulang sekolah besok kita ke optic buat beli yang baru.”ujar Fabian, Delilah hanya menganggukkan kepalanya, tatapannya masih menatap film dengan seru.
“Kalau matanya udah mulai sakit bilang! Besok lagi aja nontonnya. Denger gak?!” Fabian berujar kembali. “Iya ih! Bawel banget. Udah diem tonton filmnya. Itu lagi seru, kalau ngoceh terus nanti gue gak bisa konsentrasi nontonnya.” balas Delilah kesal, menatap tajam Fabian. Fabian terkekeh kemudian memasukkan keripik kentang ke dalam mulutnya dan kembali memfokuskan pandangannya untuk menonton film.
“Punya temen gini banget, diperhatiin malah diginiin, salah abang apa dek?”gumam Fabian.
“Gue denger lo ngomong apa, Bee! Diem ihhh!” jerit Delilah kesal, Fabian tertawa kencang berhasil membuat sahabatnya jengkel.
Devan yang menatap kedua adiknya dari kejauhan tersenyum lembut kearah Fabian, Fabian balas tersenyum seakan memberitahu Devan bahwa Delilah mereka sudah kembali.
^^^^^^^^^^^^^^^
fresh story, good job author
Comment on chapter Bab 1 : Skyscraper