Delilah berjalan memasuki rumah besar bergaya victoria, Ia membuka pintu ganda bercat putih gading dan masuk ke dalam rumah tersebut.
"Assalamu'alaikum... Mamih, Aku pulang!!" seru Delilah ketika berada di ruang tamu.
Wanita cantik dengan sebuah celemek yang menempel di tubuh kurus itu berjalan menghampiri Delilah yang sedang duduk di atas single sofa kulit yang besar dan empuk.
"Walaikumsalam..Duhh akhirnya anak gadisnya Mamih pulang juga! Kemana ajah sih sayang?" tanya Tante Ameera, Ibunda Delilah perhatian.
"Temenin Bian cari buku Mih, abis itu makan deh"jawab Delilah tersenyum hangat. "Mamih lagi masak buat makan malam ya? tumben banget biasanya Mbak Ana" lanjut Delilah bertanya saat melihat celemek yang masih menempel di tubuh sang Ibu.
"Iya nih...hari ini Daddy mau pulang dari dinas di Kalimantan, makanya Mamih masak menu kesukaan Daddy kamu. Oh iya kok Bian gak di suruh mampir dulu sih, sayang?"
"Tadi Bian bilang mau langsung pulang aja, udah sore katanya. Eh iya....Daddy beneran mau pulang hari ini, Mih?"tanya Delilah sumringah. Tante Ameera hanya menganggukan kepala, tersenyum simpul menanggapi pertanyaan anaknya.
"Oke. Kalau gitu, Delilah mau mandi biar wangi. Aku ke kamar dulu ya Mih. Love you!" setelah mengecup pipi Tante Ameera kilat, Delilah melesat menaiki undakan tangga menuju kamarnya yang terletak di lantai 2 rumah mewah miliknya.
^^^^^^^^^^^^
Fabian baru saja memakirkan mobilnya di garasi, seorang pelayan datang menghamipirinya.
"Permisi Den, Den Bian sudah di tunggu Ibu dari tadi. Ibu menunggu di taman belakang" ujar Bi Minah.
"Makasih ya Bi" Fabian pun berlalu melewati pelayan tersebut dan melangkah masuk ke dalam rumah mewahnya.
Pintu kaca bening sebagai pembatas ruang keluarga dengan taman belakang terbuka sedikit, pertanda bahwa ada seseorang yang telah keluar dari dalam rumah menuju taman. Fabian melihat seorang wanita yang amat Dia cintai dengan seluruh hidupnya sedang duduk membelakanginya di atas kursi kayu panjang dan memegang sebuah cangkir dengan hiasan cantik yang Fabian yakini adalah secangkir teh hijau.
Fabian berjalan perlahan, berusaha tidak menimbulkan suara dan langsung memeluk sang Ibu dari belakang. Tante Hana tidak terkejut sama sekali, karena sedari tadi Tante Hana sudah dapat mencium aroma tubuh putra kesayangannya. Fabian mengecup pipi sebelah kiri Tante Hana dengan lembut dan penuh cinta.
"Kamu ini dari mana saja sih Bian? Kok ga kasih kabar sama sekali ke Mama?" tanya Tante Hana dengan suara lembut keibuan sambil meletakkan cangkir tehnya ke meja yang ada di hadapannya. Fabian duduk tepat di samping Ibunya.
"Maaf Ma Bian lupa SMS. Tadi pulang sekolah Bian mampir ke toko buku Ma bareng Bine. Abis itu makan siang terus nganterin Bine pulang deh"
"Mama kira kamu kemana, ternyata ke toko buku. Bian, gimana keadaan Bine? Udah lama kamu ga ajak Bine kerumah"
"Bine baik kok Ma, Dia juga udah mulai mau berteman lagi yaa walaupun cuma sama temen sekelasnya. Ya nanti deh Ma pas weekend atau Bine nya bisa, Bian ajak Bine kesini" ujar Fabian.
"Yaudah Mama tunggu ya. sekarang kita masuk yuk, kamu juga harus mandi nih udah bau matahari" Fabian memberenggut manja mendengar celotahan Tante Hana. Tante Hana tertawa melihat Fabian yang mencibir kesal kearahnya.
^^^^^^^^^
Delilah sedang menyisir rambut hitam panjang bergelombangnya dengan perlahan. Tangannya terhenti saat mendengar ketukan lembut dari pintu kamarnya yang bercat cokelat susu. Delilah bangkit, dan membuka pintu dengan perlahan. Delilah menatap sosok lelaki bertubuh tinggi tegap, sedang tersenyum hangat penuh kerinduan kearahnya.
"Daddyyyyyyyyyyy...." pekik Delilah kencang dan berhambur ke pelukan lelaki itu. Sang lelaki tersenyum lebar dan membalas pelukan Delilah, sambil mengusap rambut Delilah sayang.
"Daddy kapan sampainya? Gimana disana Dad? Enak gak? Kok Mamih ga bilang kalo Daddy udah sampe rumah!"cerocos Delilah dengan binaran bahagia dimata cokelatnya.
"Kamu nih Del, Daddy baru sampe di ambilin minum kek, di sayang-sayang kek. Ini malah dikasih pertanyaan! Daddy bahkan belum sempet ganti baju dan mandi di kamar pengen buru-buru ketemu anak gadis Daddy yang paling cantik, tapi kamu malah kayak gini"sungut Om Raihan Ameer Zabine, Ayah Delilah.
Mendengar gerutuan sang Ayah, Delilah hanya memasang wajah tanpa dosanya sambil tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.
"Hehehe, maaf Dad! Kan aku hanya terlalu senang ajah, akhirnya Daddy bisa di rumah lagi bareng sama aku juga Mamih" jawab Delilah sekenanya. "Oh iya,Daddy pulang bareng Abang?" lanjut Delilah bertanya dengan memasang wajah penuh harap.
Om Raihan menghela nafas panjang. "Abang kamu kemungkinan pulang ke Jakarta lusa Del, karena Abang kamu harus menangani beberapa proyek disana" jelas Om Raihan tersenyum sedih karena melihat wajah Delilah yang mendadak murung mendengar jawabannya.
"Del, makan yuk! Daddy laper nih, kata Mamih kamu belum makan malem karena menunggu Daddy"ajak Om Raihan yang langsung disambut dengan antusias oleh Delilah.
^^^^^^^^^^^^^^^
Delilah sedang berjalan menyusuri koridor lantai 2 sekolah yang lumayan sepi, hanya beberapa siswa saja yang berkeluyuran kesana-kemari. Chelsea baru saja memberitahu jika Bu Fitri selaku guru biologi, memanggil Delilah karena ada yang ingin disampaikan.
Delilah telah sampai di lantai dasar sekolah, Delilah berbelok ke arah kiri dan terus berjalan dengan santai. Lensa cokelat mata Delilah menangkap lima orang lelaki berformasi 2 di depan dan 3 lainnya di belakang 2 lelaki tersebut, berjalan berlawanan arah dengannya layaknya seorang pragawan yang berjalan di atas catwalk.
"Itu bukannya lima cowok yang buat Chelsea histeris mendadak ya?" gumamnya. "Cih! berasa model ajah sih mereka" cibir Delilah saat kelima lelaki itu semakin dekat dengannya.
Delilah masih terus memperhatikan kelima lelaki tersebut, sampai pada jarak kurang lebih 5 meter, Delilah melihat salah seorang lelaki yang berjalan di paling kanan dan berada di belakang, Delilah terpaku pada sosok lelaki tersebut. Ketika Delilah sadar bahwa jaraknya dengan para lelaki itu semakin dekat, Delilah membuang pandangan ke arah lain. "Astaghfirullah... apa yang udah Aku lakukan?" ucapnya dengan suara nyaris seperti bisikan. Delilah segera mempercepat langkah kakinya dan langsung memasuki ruang guru untuk menemui Bu Fitri.
"Bu Fitri, ada apa Ibu memanggil saya?" tanya Delilah sesaat setelah sampai di depan meja Bu Fitri dan mencium tangan wanita berkacamata itu.
"Iniloh Del, Ibu mau kamu ikut serta dalam kunjungan sekolah. Kamu kan nilai biologinya selalu bagus, jadi Ibu mau pada hari sabtu, kamu ikut sama Ibu ke SMA Pelita Kasih. Ibu juga mengajak beberapa murid yang aktif di kelas Ibu untuk ikut, kamu mau kan Del?"jelas Bu Fitri. Mendengar penjelasan Bu Fitri, Delilah meremas jemarinya gugup, Ia akan bertemu banyak orang yang tidak dikenalnya sama sekali. Apa Dia bisa?
"Insyaallah ya Bu, Delilah mau izin dulu sama orangtua" jawab Delilah sekenanya.
"Tapi usahakan bisa ya Del"bujuk Bu Fitri lembut. Delilah hanya tersenyum kaku.
"Yaudah Bu, saya mau kembali ke kelas dulu ya. besok saya kabari Ibu lagi" Bu Fitri mengangguk dan tersenyum. Delilah mencium tangan Bu Fitri dan segera pergi dari ruang guru untuk kembali ke dalam kelasnya yang terletak di lantai 3.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
"Zabineeeeeeee" suara bariton milik Fabian menggema di taman sekolah begitu melihat Delilah sedang membaca sebuah buku dibawah pohon beringin yang rindang.
Delilah hanya mendengus pelan karena niatnya untuk belajar dan menyendiri seperti biasa baru saja diganggu dengan suara si Fabian yang membuat telinganya sakit. "Haaaa bocah itu lagi! Kapan sih Dia enggak ganggu gue" gerutu Delilah sambil cemberut.
"Heeeh gak baik anak perempuan duduk di bawah pohon beringin sambil cemberut nanti kesurupan jin loh, Bine!"seloroh Fabian setelah mendaratkan bokongnya tepat di sebelah Delilah.
"Hipotesa dari mana tuh? Ngarang bebas banget sih" ketus Delilah. "Mau ngapain sih Bee, gak lihat apa gue lagi belajar buat ulangan nanti" lanjut Delilah memasang wajah sebalnya sambil menunjukkan buku Geografi kelas X. Fabian hanya tertawa melihat wajah Delilah yang terlekuk laksana pakaian yang belum disetrika.
"Gue tadi di ajak Bu Fitri untuk ikut kunjungan bilogi dan kata Bu Fitri Dia ngajak lo juga, lo ikut kunjungan biologi Bine? " tanya Fabian setelah berhenti tertawa.
"Enggak" jawab Delilah telak. Tak terbantahkan sedikit pun.
Fabian mengangkat sebelah alisnya heran, dan memandang Delilah dengan serius. Delilah menatap Fabian yang sedang serius menatapnya seolah sedang mencari tahu apakah Delilah sedang bergurau karena menolak acara kunjungan tersebut. Delilah menghela nafas panjang kemudian berkata "Ga usah gitu deh ngeliat gue, kan elo tau sendiri gue ga—ralat belum bisa buat ketemu orang banyak dan ga gue kenal. Jadi please, Bee.... kali ini ajah elo ngertiin gue. Dan jangan paksa gue untuk ikut."
"Kalo elo ga nyoba, gimana mau bisa?" ucap Fabian lembut.
"Fabian Putra Giovan. Gue mohon sama lo jangan paksa gue untuk ikut! Lo tahu segalanya tentang gue dan seharusnya lo pahami gue Bee!" Delilah bangkit dari duduknya dan berlalu meninggalkan Fabian yang masih termenung melihat kepergian Delilah.
"Mau sampai kapan Bine lo kayak gini? Ya Allah kembalikan lagi sosok sahabatku yang dulu" lirih Fabian menundukkan kepala sedih.
Satu tetes air mata menetes dari mata seorang gadis berkerudung putih yang berada tak jauh dari Fabian yang masih menundukkan kepalanya. Delilah melanjutkan langkahnya setelah sebelumnya menolehkan kepala sekedar melihat Fabian yang menundukkan kepala dengan wajah sendu. Delilah tak kuasa melihat orang yang rela melakukan apapun untuk dirinya sedih karena mendengar perkataannya.
"Ya Allah aku tak bermaksud menyakitinya dengan perkataanku, aku hanya ingin Fabian mengerti bahwa aku belum bisa menjadi seperti dulu. Ya Allah ampuni hamba-Mu ini" ujarnya tak kalah lirih setelah berada di perpustakaan sekolah.
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
fresh story, good job author
Comment on chapter Bab 1 : Skyscraper