Sepanjang perjalan menuju rumah, Elon terus mengajak aku berbicara dan tidak melepaskan genggaman tangannya sama sekali. Aku sedikit malu, karena aku menikmati ini semua. Seperti semuanya benar-benar mimpi dan aku diberi kesempatan untuk hidup berbeda dari sebelumnya. Benar, aku sangat mendambakan ini semua, tapi aku harus sadar diri aku hanya menumpang di tubuh ini.
Dari jauh samar-samar aku melihat ibu sudah berdiri di depan pintu. Karena aku terbiasa untuk jalan menunduk aku tidak menyadari sekitarku dan kali ini aku mengangkat kepalaku untuk melihat. Aku baru sadar jika malam di dunia ini sangat indah. Bunga-bunga putih yang memutari setiap rumah di desa ini bersinar seperti lampu taman. Bahkan lampu di dunia ini sangat unik, bentuknya kotak bening dengan hiasan kupu-kupu yang di tempel di dinding bukan di gantung. Dan begitu menakjubkannya tanaman yang merambat di setiap rumah juga bersinar.
“Kau sangat heran dengan itu semua?” tanya Elon, dia merangkulku dan mengacak rambutku. “Aku akan mengajarimu pelan-pelan Naya, jadi jangan khawatir.”
Aku mengangguk memberikan senyuman yang aku bisa tunjukkan kepada Elon karena selama ini aku tidak mencoba untuk tersenyum jadi rasanya sangat aneh. Elon dengan tiba-tiba menghentikan jalannya dan beralih menatapku lamat-lamat. Wajahnya sangat dekat sampai aku bisa melihat dengan jelas wajahnya yang sangat mulus.
“Apa kau benar Naya?” tanyanya.
Aku diam tidak dapat menjawab, bahkan rasanya lidahku kelu. Apakah dia sudah menyadarinya?
“Aku rela jika ingatanmu tidak pernah kembali asalkan kau bisa seperti ini untukku selamanya Naya.” sambung Elon, dari matanya aku bisa melihat kebahagiaan terpancar jelas, binar matanya sangat jujur. Aku mengangguk kembali dan segera menarik tangannya untuk segera menuju pekarangan rumah. Lebih tepatnya aku kabur untuk terus di tatap olehnya.
“Elon!” teriak ibu yang sudah tidak sabaran dengan kedatangan kami. Elon segera berlari meninggalkanku dan memeluk ibu yang sudah menunggu di depan pintu.
“Ibu, kali ini aku menjaga Naya dengan benar. Jadi tenang saja aku tidak akan ceroboh seperti dulu.” ucap Elon merayu. Aku menunduk memberi salam kepada ibu, aku tidak tahu harus mengucapkan sesuatu karena takut jika dunia ini punya aturan yang tidak sama dengan duniaku.
“Jika kali ini kau membuat Naya terluka lagi ibu tidak akan memberikanmu makan selama-lamanya Elon.”
“Tidak akan ibu! Aku kakak yang baik! Kenapa hukumannya seperti aku ini adalah anak tirimu,” Elon merengut dia segera menarik tanganku untuk berdekatan dengannya. “Asalkan ibu tahu, aku mulai sangat mencintai adik kembarku ini. Ayo kita masuk Naya!”
Aku sedikit kaget dengan ucapan Elon. Ibu juga tidak kalah kaget dengan ucapan yang Elon lontarkan, ibu mematung di depan pintu sambil terus memperhatikan aku dan Elon yang sudah masuk kedalam rumah. Elon menarikku sampai di depan kamar mengelus rambutku sambil tersenyum lalu masuk kedalam kamarnya. Kenapa dia hobi sekali menarik tanganku, seharian ini rasanya tanganku seperti akan putus gara-gara dia.
***
Selesai mandi dan berganti pakaian, aku memberanikan diri melihat wajah gadis yang aku pinjam tubuhnya ini. Awalnya aku ragu, tapi karena aku sudah sangat penasaran aku membulatkan tekadku. aku memejamkan mata berjalan dengan merambat di dinding.
“Nah ini dia cerminnya!” aku tersenyum senang saat menemukan kaca besar yang memang di tempel di dinding ruang ganti ini. Saat tadi pagi aku mengganti bajuku, aku tidak sempat melirik kaca besar ini karena takut Elon menunggu terlalu lama.
Dalam hati aku mulai berhitung, pada hitungan ketiga aku membuka mata. Awalnya aku tidak percaya dengan bayangan yang ada di cermin. Ini benar wajahku, wajah yang pernah di perlihatkan oleh wanita bersayap saat sebelum aku terbangun dan berada di dunia ini.
Tuk tuk tuk
Suara pintu terketuk, aku tersadar dan segera menyisir rambutku. Masih dalam keadaan tidak percaya. Ini benar-benar aku, apakah dunia ini pararel dari dunia normalku? Apa yang sebenarnya terjadi. Rasanya kepalaku penuh dengan pertanyaan yang tidak bisa aku jawab.
“Kau sedang ganti pakaian? Cepat, aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu Naya.” ucap Elon sedikit berteriak. Kali ini apa yang akan dia tunjukkan kepadaku?
“Ya, aku akan segera keluar.” balasku.
“Baiklah, aku akan tunggu di dalam kamarmu.”
Benar, aku tidak bisa lagi mundur dengan apa yang sudah terjadi.
“Naya masih belum mendapatkan ingatannya kembali. Bagaimana dia akan mengikuti ujian untuk mendapatkan elementosnya? Tahun ini Elon dan Naya harus masuk akademi.” ucap ibu yang tidak sengaja aku dengar saat melewati kamarnya. Sepertinya dia sedang membicarakan tetang aku kepada ayah. Aku merasa tidak enak, karena tiba-tiba Naya di dunia ini dinyatakan kehilangan ingatannya. Kenyataan sebenarnya aku tidak pernah hilang ingatan. Aku yang memang tidak tahu apa-apa tentang dunia ini.
Dengan sangat pelan aku melewati kamar ayah dan ibuku. Ternyata Elon memperhatikanku dari tangga. Aku menunduk, jadi ini rasanya tertangkap basah karena menguping. Padahal dulu aku menguping saja tidak akan ada yang menyadarinya.
“Ssttt! Jangan bersuara,” ucapku nyaris tidak terdengar. Elon mengendikkan bahunya dan menarikku lagi menaiki anak tangga.
“Jangan tarik tanganku lagi Elon, sakit!” bentakku sesampainya di kamarku. Elon malah menertawaiku, apa yang lucu?
“Hahaha, ini benar-benar Naya. Dari dulu juga saat aku tarik tanganmu kesana kemari kau akan segera menjadi beruang ganas dan mencakariku.”
“Aku? Mencakar?”
“Hmm, kau mencakar, memukul, menendang dan suka menguping. Itu kebiasaanmu, dan hari ini aku sudah melihatmu menguping. Jadi aku bisa yakin jika kau adalah Naya,”
Aku terdiam, hanya bisa menundukkan kepalaku. Aku seperti orang jahat karena merebut Naya milik mereka. Naya yang saat ini mereka lihat bukanlah Naya yang mereka kenal. Aku adalah orang lain.
“Kau menyalahkan dirimu lagi. Aku tahu, kau bukan Naya yang dulu. Mau sekarang atau dulu, kau tetap Naya. Ingat! Kau adalah Naya adikku. Jangan khawatir, aku akan terus di sampingmu dan membantumu.” sambung Elon, dia memberikanku sebuah buku yang aku rasa itu adalah buku diary milik Naya sebelumnya.
“Terimakasih.” ucapku pelan.
“Jangan berterimakasih. Kau adalah adikku, jadi aku harus membantu adikku yang sedang dalam kesulitan, bukan? Bacalah, semoga kau menemukan sesuatu. Besok pagi kita akan pergi ke kota bersama Alden. Jadi bersiaplah!” Elon mengacak rambutku lalu mencium keningku dan berlari seperti dikejar anjing, bahkan tanpa mengucapkan selamat malam kepadaku.
Sungguh, jika ini mimpi, ini mimpi indah yang pernah aku rasakan.