Hari sudah mulai sore, bahkan kendaraan begitu padat ditambah karyawan yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Jalanan Jakarta kali ini begitu macet
“kalau begini Kita bakal lebih lama nyampe kesananya” kata Raffa
“gue juga gatau, harusnya kita pake motor jadi bisa sedikit lebih cepet”
"Vero”
“engga jangan Vero, dia pasti lagi fokus kejalan, lebih baik lo telpon Angel aja dia sama Angel kok” Raffa mengangguk lali mengeluarkan ponsel dari saku seragam sekolahnya dan menghubungi Angel yang posisinya ada dibelakang mobil Mawar sekarang
Halo Jel
---Iya Raf ada apa?
Jel, bilang ke Vero gue minjem motor. Lu pqda naik mobil
---oke Raf lo turun aja
oke
Tut.. tut..tut
“oy jel” teriak Elen
“apa?” Angel pergi menghampiri mobil Mawar
“Sandi sama Raffa?” kata Elen
“oh mereka, mereka mau naik motor biar cepet sampai rumah sakit, lagipula gue ga tega sama Raffa dia kaya khawatir banget sama Ola” jelas Angel
“oh. Semoga Ola baik baik aja ya” kata Mawar
“amiin” jawab mereka kompak
Vero memberikan kunci motor yang dia gunakan kepada Sandi. Karena, luka tusuknya Raffa belum boleh membawa kendaraan lagi
“Thanks Ver” Raffa naik keatas motor sport milik Vero
“yo, santai cuk kita temen”
“duluan”
“iya hati hati lo”
“yoi, maaf ngerepotin” Raffa teriak karena sekarang motornya sudh melaju menyelipi pengguna jalan lainnya
“gapapa” Vero berjalan menghampiri Angel yang sedang ngobrol bersama temannya
“yuk, ke mobil” Vero menarik tangan Angel halus
“sejak kapan kamu kaya gini?” Angel tersenyum malu
“kaya gimana?” Vero bingung
“ini mulai gandeng tangan aku” Vero hanya tersenyum melihat Angel
“Jel, semenjak Viola disini, Raffa banyak berubah ya?” kata Vero setelah mereka di dalam mobil
“berubah? Maksud kamu?” Angel bingung
“iya dia ga kaya biasanya, dia lebih semangat dan ngomongnya juga agak sedikit lebih banyak dari biasanya”
“iya sih, aku juga ngerasa itu” Vero lagi lagi tersenyum
“cepet San elah”
“gimana bisa, ini macet”
“sini hue yang bawa. Nyalip aja kga bisa”
“kalo lo bawa motor luka tusuk lo bisa robek lagi”
"Gue ga peduli"
“berenti sekarang” Sandi tetap melajukan motornya
“berenti San” kata Raffa kedua kalinya
“San gue bilang berenti” ketiga kalinya dan Sandi berenti
“apa sih mau lo?” Sandi sudah membuka helmnya
“sini kuncinya”
“gak bisa, lo belum boleh bawa kendaraan bego!”
“sini” Raffa merebut kunci motor Vero yang ada ditangan Sandi dan berhasil akhirnya Raffa memakain helmnya dan menaikki motornya
“lo mau naik atau gue tinggal?” Raffa sudah menstater motornya
“cepet kalau lo mau liat Ola” Sandi pasrah
“lu bego! Jangan kenceng kenceng, ini bukan balapan” Sandi berteriak
“eh Raf gak lucu ya kalo lo sampe kenapa napa anjing! Ribet malah”
“gausah bawel. Ntar juga nyampe lo bakal selamat”
Mereka telah sampai di rumah sakit, Raffa yang telah memarkirkan motornya langsung berlari menuju resepsionis dan setelah mendapati kamar Viola dia segera menuju ke ruang rawatnya
Raffa telah berada didepan ruang rawat Viola. Dia menghentikan niatnya setelah melihat ada seorang wanita yang tak lain adalah Indah disana
“kenapa ga masuk?” tanya Sandi
“gue ga enak, gue ngerasa Viola kaya gini gara gara gue”
“jangan nyalahin diri lo, ini udah takdir. Dan yang ada lo malah nyelakain diri lo”
“maksudnya?”
“luka lo gimana bego”
“gue gapapa” Sandi menepuk pundak Raffa lalu dia mengetuk pintu itu. Sandi masuk meninggalkan Raffa diluar
"Anjir, kenapa sakit" Raffa memegangi perut bekas luka tusuknya
“masuk” kata Indah
“tante” Lirih Sandi
“Sandi” Indah lalu berdiri dan memeluk Sandi, Indah sudah menganggap Sandi sebagai anaknya sendiri
“Sandi kamu kmana aja sih nak, tante khawatir sama kamu ini juga muka kamu kenapa bisa kaya gini” kata Indah setelah melepas pelukannya pada Sandi
“gapapa kok tan. Viola gimana?”
“dia gapapa. Dia Cuma kecapean aja”
“Raffa” Raffa berjalan menghampiri Indah dan menyalimi punggung tangan Indah
“kamu udah sehat?Katanya kamu abis di rawat”
“lho tante tau dari mana?” tanya Sandi
“Viola, dia kemaren pulang dan pas pulang tante tanya katanya dia abis jenguk kamu di rumah sakit, mata dia keliatan abis nangis gitu. Akhirnya tante memutuskan untuk nanya ke dia. Dia bilang dia khawatir sama keadaan kamu Raf”
“dia bilang gitu tan?”
“iya”
“yaudah kamu mau jenguk Viola kan?Biar tante sama Sandi keluar”
“makasih tan” Indah tersenyum dan beranjak pergi. Lalu Sandi juga pergi sebelumnya ia sempat menepuk pundak sahabatnya dan tersenyum memberi semangat
“hei Ola? Gimana keadaan lo” tanya Raffa kepada Ola yang masih menutup matanya, dia belum sempat pulang makanya dia masih memakai seragamnya
“gue minta maaf ya la kalau gue bikin salah sama lo karena gue lo kemaren nangis, walau gue gatau apa penyebabnya. Intinya gue minta maaf, pasti itu semuanya gara gara gue”
“La katanya lo mau ngajak gue tanding balap mobil. Kenapa lo tidur terus, gue yakin pasti gue bakal menang lagi nih”
“La? Gue minta maaf ya?” Raffa mengambil tangan Viola yang sedang diinfus
“Raffa?” kata Viola dengan suara lembutnya
“La? Lo udah sadar? Mau gue panggilin dokter atau mau minum aja, apa gimana?”
“engga” kata Viola suaranya masih sedikit lesu
“gue mau minum aja” Raffa mengambil air tawar di atas nakas lalu membantu Viola jadi duduk dengan kepala yang masih bersender di bantal
“makasih” kata Viola setelah dia minum dengan dibantu oleh Raffa, Viola masih sakit hati sejak kejadian dimana Raffa memanggil Fani, padahal disana adalah Viola. Viola sudah melupakannya karena menurut dia itu wajar kata teman temannya Raffa juga belum bisa melupakan kekasihnya yang sudah pergi untuk selamanya. Lagipula untuk apa Viola peduli toh Raffa bukan siapa siapanya
“lo udah mendingan?” kata Raffa
“udah rada baik lah”
“syukur”
“lo sendiri? Lo sekolah?” Viola menyadari kalau Raffa masih memakai baju sekolah
“gue sehat kok, biasa kaya gitu doang mah”
"Raf, lo kenapa?"
"Kenapa?"
"Itu lo berdarah"
"Apanya?"
"Perut lo?" Raffa memegangi perutnya dan benar saja kemeja sekolah berwarna putihnya kini sudah beradu dengan darah merah yang dihasilkannya. Viola segera memencet tombol panggil dokter untuk menangani Raffa secepat mungkin