"Apa? Bu, saya datang kesini ingin belajar bu. Saya minta maaf jika saya terlambat hari ini. Dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi bu. Lalu apa pantas murid yang berkeinginan untuk belajar seperti saya ibu usir? Lebih baik saya berdiri di depan kelas saja bu daripada di luar dan tidak bisa mendengarkan penjelasan materi dari ibu." jawabku sedikit memelas, karena sejujurnya ini pertama kalinya aku terlambat masuk sekolah.
"Lebih baik kamu pergi sekarang. Atau kamu lebih suka saya hukum di kelas yang bukan kelas kamu?" jawabnya dengan kedua tangan bersidekap sambil menaikkan satu alisnya keatas.
***
Tunggu? Bukan kelas gue??
Aku refleks melihat ke arah penghuni kelas yang sangat aku yakini bahwa apa yang dikatakan guru ini benar-benar salah. Dan benar saja, aku sama sekali tidak mengenal wajah-wajah asing yang sedang menahan tawa itu. Aku memalingkan muka dan menatap wajah bu Ajeng.
"Maaf bu." kataku sambil tersenyum kecut menahan malu yang amat sangat lalu mencium punggung tangan kanannya dan melangkah pergi ke kelas yang berada di sebelah kiri dimana kelasku—yang asli berada. Saat aku keluar, meledaklah tawa murid-murid yang berada di dalam kelas tadi. Dan aku mendengar bu Ajeng menggebrak meja menyuruh mereka untuk diam.
Malu, malu, malu dan malu. Itulah yang aku rasakan hari ini. Beruntung kelasku sendiri berada di sebelah dan saat aku masuk ke dalamnya tidak ada guru. Harapan yang tidak sia-sia. Lalu aku masuk dan melihat ada beberapa anak yang sedang asik mengobrol, memamerkan kekayaan, menggosip, merokok, bermain dan sebagainya.
Aku berjalan ke arah bangkuku yang berada di baris pertama paling pojok sebelah kiri. Menaruh tas dan duduk di kursi, sekilas aku melihat catatan kecil yang di tempelkan di ujung mejaku dan membacanya.
"SEMUA SETUJU BUAT GAK NGUMPULIN PR! SAMPAI LU NGUMPULIN JGN HARAP LU PULANG DGN SELAMAT SENTOSA DAN SEJAHTERA!!! — QWN"
Huh, ancaman ini lagi. Sudah ratusan kali setiap ada PR, selalu ada catatan kecil di mejaku yang bertuliskan sama setiap harinya. Sepertinya si Qwn atau Queen ini mencatatnya di ponsel dan menuliskannya kepadaku setiap harinya jika ada PR. Benar-benar niat sekali.
Qwn atau lebih lengkapnya Queen Zahrata ini memang Queen, ratu di sekolah ini. Ia berkuasa semenjak ayahnya adalah salah satu pemegang saham terbesar di sekolah ini. Tentu saja aku tidak berani melawannya selama dia tidak benar-benar menggangguku. Dan beruntungnya lagi aku sama sekali tidak pernah di ganggu olehnya.
Aku meremas kertas itu dan membuangnya di bawah laci meja. Selanjutnya aku mengambil buku dan berusaha untuk fokus membacanya. Saat lulus nanti, aku ingin membanggakan orangtuaku dengan nilai yang aku dapat, karena mereka sudah berusaha keras menafkahi aku selama ini.
Tak terasa sampai jam pelajaran ke empat bel berbunyi menandakan jam istirahat telah di mulai. Aku mempunyai waktu sampai 1 jam ke depan dan akan kugunakan untuk berada di gedung sebelah lantai dasar, perpustakaan. Gedung-gedung di sini selalu di beri jarak yang cukup lebar karena jarak tersebut di gunakan untuk lahan parkir sepeda motor maupun mobil.
Aku keluar kelas dan melewati lorong-lorong yang sedikit ramai karena sudah banyak siswa-siswi yang berada di luar kelas. Entah menuju ke kantin atau sekedar mengobrol aku tidak tahu. Menuruni tangga dan aku sudah berada di lantai dasar lalu berjalan menuju perpustakaan.
Saat pertama kali aku datang ke sekolah ini, hal yang terlintas di kepalaku adalah perpustakaannya. Dimana tempat para pelajar banyak melakukan aktivitas membaca dengan suasana hening, jauh dari kata ramai dan mampu menciptakan ruang membaca yang begitu nyaman bagi mereka yang gemar membaca.
Sebelum derap langkahku sampai di pintu perpustakaan, tak sengaja mataku menangkap selembar poster yang terpasang di mading tepat di sebelah ruang perpustakaan berada. Poster itu berisikan info tentang lomba menulis naskah drama dan pemenangnya akan mendapatkan sejumlah uang lalu naskahnya akan dipergunakan untuk acara kelulusan nanti.
Aku pikir itu lomba yang menarik, disitu tertulis dengan jelas info selanjutnya berada di ruangan yang ingin kusinggahi hari ini. Aku masuk ke dalam perpustakaan dan mendapati ruangan yang sangat luas serta buku-buku yang tertata rapi setiap harinya layaknya perpustakaan pada umumnya.
Tanpa melirik kemanapun, mataku tertuju langsung kepada Inayah, penjaga perpustakaan yang masih muda. Mungkin usianya sekarang berada di akhir 20 dan dia juga sangat ramah kepada siapapun termasuk aku yang berasal dari kalangan bawah.
"Selamat siang, bu." sapaku riang sambil menumpukan kedua tangan di atas meja kerjanya.
"Selamat siang, Kenya. Selalu rajin setiap hari, ya." katanya seraya menutup buku yang sedang dia baca.
"Aku tidak akan pernah absen dari tempat ini, bu." jawabku sambil tersenyum. "Bu, apa anda memiliki pamflet tentang lomba....."
"Ah, lomba menulis naskah? Tunggu sebentar, akan aku ambilkan." ujarnya sambil menggeser kursi ke samping dan mengambil selembar pamflet yang aku maksud.
"Terimakasih, bu. Anda baik sekali." kataku sesaat setelah dia memberikan selembar pamflet kepadaku. Terlihat pipinya yang merah merona karena pujianku, tersipu malu.
"Sudah, lanjutkan saja aktivitasmu seperti biasanya." katanya sembari tersenyum.
"Baik bu, saya permisi." jawabku sambil pergi dengan membawa pamflet dan duduk di tempat yang biasanya.