Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahara
MENU
About Us  

Hara berlari kemudian melompat dan memukul bola yang diarahkan kepadanya hingga terpantul dengan keras di lantai lapangan voli yang licin. Lelaki itu tresenyum dengan keringat yang memabasahi wajahnya. Dia kembali ke barisan belakang, menggoda Yugo yang katanya tengah naksir sama siswi IPS angkatannya.

            “Gimana tuh sama Intan? Udah ada perkembangan?” Hara menyenggol bahu Yugo, membuat laki-laki yang lebih tinggi darinya itu menggerutu sebal. “Heh! Ditanya kok, diem?” goda Hara lagi.

            Taka yang baru saja kembali dari melakukan smash yang sama dengan Hara pun memukul kepala temannya itu, memarahinya. “Udah, deh. Jangan iseng,” kata Taka, kemudian dibalas anggukan dari Kak Fino yang berbaris di belakang Taka.

            Hara memajukan bibirnya, sebal sendiri. Dia menunggu gilirannya melakukan smash sembari melirik ke arah pintu masuk lapangan. Apakah Yura benar-benar datang untuk membawakannya minum? Apa gadis itu mau menunggunya? Hara merasa bahwa Yura tampak lebih pendiam setelah mengumpulkan puisi buatannya. Hara nggak mengerti, untuk apa sih murung saat hasilnya pun belum diketahui.

            “Hara!” Taka menegur cowok pendek itu, mendorong Hara untuk melakukan bagiannya.

            Tersentak, laki-laki itu pun berlari kemudian meloncat. Melakukan smash dengan gerakannya yang biasa, kemudian kembali baris ke belakang sebelum matanya iseng melirik ke arah pintu masuk. Yura berdiri di sana dengan tangan kirinya mencengkram tali tas sedangkan tangan lainnya menggenggam minuman penambah energi pesanan Hara.

            Langkah Hara terasa lebih ringan dan lebar, lelaki itu berdiri tepat di depan Yura. Merasa lega karena gadis itu tidak terlihat lebih murung dibandingkan kemarin setelah selesai mengumpulkan puisinya.

            “Mau nunggu? Atau pulang?” tanya Hara, hanya meledek karena dia akan pulang jam 7 malam, nggak mungkin dia meminta Yura-nya untuk menunggu. Hara nggak mau dibawelin.

            “Nggak,” jawab gadis itu, mendorong minuman pesanan Hara ke hadapan cowok itu. “Nih,” dia memberikannya, matanya tampak lelah. “Aku pul—“

            “Eh, tunggu,” Hara menahan gadis itu, memandangnya dengan senyum. “Itu, besok jangan lupa dateng!” katanya, membuat Yura mengernyit kemudian tertawa hingga para anggota voli memandang keduanya dengan heran.

            Setelah tawa gadis itu reda, dia mencubit pipi Hara gemas. Pasti lelaki ini khawatir padanya, tumben sekali. “Gue sedih gara-gara ujian Kimia kemarin,” katanya, memulai pembicaraan membuat Hara bingung. Hara nggak nanya, loh. “Nilainya jelek, cuman dapet 70,” dia menerawang, mencari kesalahan dari soal ujian yang dia kerjakan. “Padahal gue suka Kimia, Har. Kimia itu puja—“

            “Ra, aku mau latihan lagi. Udah, ya,” Hara berbalik setelah memukul pipi Yura pelan.

            Yura mendengus, tau bahwa Hara bahkan nggak peduli sama nilai ujian harian yang ia dapat. “Ish, Hara!”

***

Pukul 8 malam Hara baru sampai di rumah. Laki-laki itu segera masuk ke kamar, membersihkan badannya yang lengket oleh keringat. Apalagi tadi saat pulang dari sekolah entah kenapa jalan raya sangat padat, padahal Hara berharap Jakarta lebih sepi sedikit. Lelaki itu duduk di kasur sembari melihat ponsel. Dia melihat 10 pesan masuk dari Yura yang belum dibuka. Sembari mengeringkan rambut, Hara membuka pesan tersebut. Membacanya dengan kedutan bibir samar.

            Rizky Maehara P : Aku bru selesai mandi sm salat

            Rizky Maehara P : Skrng mau tidur

            Rizky Maehara P : Night Jelek

            Cowok itu membaringkan tubuhnya yang kelelahan, matanya melirik bola voli yang diam di tempatnya. Senyumnya terukir, tipis, kemudian bangkit dan mengambil bola tersebut. Entah kenapa, dia masih ingin berlatih. Bagi Hara, semakin banyak kamu berlatih, semakin dekat kamu dengan kemenangan.

            Dering telepon menghamburkan pikiran cowok itu. Bolanya dilepas begitu saja dengan dirinya yang berjalan mengambil ponselnya. Nama Sayura Dewiriki terbaca di layar ponsel miliknya, membuat Hara segera mengangkat telepon tersebut. Membiarkan sapaan Yura mengusik gendang telinganya, membuat dirinya merasa lebih tenang.

            “Aku tau kamu belum tidur,” gadis itu menebak, menghela napas panjang. “Tidur. Sekarang,” dia mendiktaktor Hara, berharap laki-laki keras kepala tersebut akan menurutinya. Masalahnya adalah, bila Hara tidak istirahat sekarang, besok akan menjadi seperti apa?

            Hara menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, tersenyum kecil mendengar omelan dari gadisnya. Entah ya, rasanya tuh kalau Yura yang bilangin Hara mah bakal nurut. Yura itu sama kayak Ibunya, bakal bawel banget kalo Hara terlalu asyik dengan voli sehingga melupakan kesehatannya.

            “Iya, iya. Bawel,” lalu sambungan terputus setelah Yura pamit ingin kembali membaca novel. Hara melihat ponselnya, senyumnya semakin lebar sebelum kedua matanya menutup. Hara terlelap dengan malam yang penuh dengan taburan sinar cantik.

***

Pagi hari, Hara sudah siap dengan celana training selutut serta kaus putih polos untuk berangkat ke tempat pertandingan. Cowok itu memakai almamater SMA Kebangsaan kemudian memakai tas selempangnya. Dengan semangat, Hara pun keluar dari kamar dan berjalan dengan riang menuju ruang makan. Semalam Hara sudah pesan bekal 4 Sehat 5 Sempurna yang menjadi favoritnya. Apalagi dengan dendeng sapi buatan Ibu, sungguh membuat Hara lapar tiap kali mencium baunya.

            “Nanti jangan lupa berdoa sebelum tanding, terus juga harus fokus dan jangan melamun. Jangan bercanda juga, apalagi teriak-teriak kalo berhasil mukul bola, Ayah malu tiap kali denger suara kamu yang berisik itu,” titah Ayahnya yang sudah siap mengantar Hara sekaligus menonton pertandingan putranya tersebut.

            Hani tertawa kecil, kemudian memasukkan potongan roti terakhirnya ke dalam mulut. “Kak Hara harus jadi yang paling keren, ya!” ucap gadis berumur lima tahun tersebut. Dia tersenyum pada Hara yang ikut tersenyum. Kobaran semangatnya semakin bertambah kala keluarganya akan ikut menonton. Dia nggak mau mempermalukan dirinya, tapi kalau untuk teriak-teriakan Hara nggak yakin bisa menahan diri.

            Sepanjang perjalanan, Hara memikirkan tim lawannya dari SMA Linggar Jati. Tahun kemarin saat Hara berhasil mengalahkan mereka, Hara tetap saja merawa was-was pada pemainnya yang tinggi juga kekar. Apalagi bloker mereka yang sungguh besar, seperti raksasa jika dibandingan dengan Hara yang hanya kurcaci kecil. Lelaki itu melamun sembari memperhatikan kumpulan awan yang menutupi langit. Pagi di hari Sabtu cukup cerah dengan sinar matahari yang menembus jendela mobil Ayahnya.

            Pandangan Hara kini terfokus pada ponselnya. Dia menunggu pesan balasan dari Yura yang tak kunjung datang. Padahal dia sudah mengirim pesan dari setengah jam yang lalu, tapi Yura sepertinya masih belum membuka ponsel. Apa dia ketiduran? Ah, iya, semalam dia membaca novel kan?

            Hara segera menelepon Yura. Lelaki itu nggak mau kalau gadis itu tidak menonton pertandingannya. Bisa-bisa semangat Yura berkurang.

            Dideringan ketiga, telepon itu tersambung. Hara bisa mendengar dengan jelas bunyi kompor menyala. Jangan bilang yura tengah memasak?

            “Aduh, Har. Kenapa deh?” suara Yura seperti tidak senang karena diganggu.

            Hara menggaruk pipi kirinya. “Um, kamu nggak siap-siap?” tanya Hara dengan hati-hati. Bisa saja Yura lupa.

            Kompor pun terdengar dimatikan. “Oh, itu. Ini lagi siap-siap, kok. Mau makan dulu,” jawabnya, pasti sedang memindahkan hasil masakannya ke dalam piring. Sepertinya Yura tengah masak nasi goreng atau telur goreng, entahlah. “Udah, ya Har. Tenang aja, aku dateng kok. Ini ada Nita di rumah,” Yura memecah lamunan Hara tentang rasa makanan Yura. Tiba-tiba Hara lapar lagi.

            Laki-laki itu mengerjap kemudian meneguk ludahnya susah payah. “O-oh, iya. Kamu hati-hati,” kemudian sambungan terputus. Hara menatap langit, kapan dia bisa makan masakan buatan Yura tiap pagi?

            Oke, Hara mulai kurang fokus.

***

“Pokoknya, jangan sampai kalian merasa terpojok hanya karena nggak bisa menembus pertahanan mereka. Inget, fokus. Jangan sampai lengah, apalagi ngerasa buruk gara-gara bloker mereka yang hebat. Oke?” Liam melihat anggota timnya, menunjukkan rasa percayanya sebagai kapten untuk pertandingan mereka hari ini. Lelaki itu memikirkan bagaiamana hasil pertandingan mereka di kompetisi terakhir sebelum akhirnya Liam, Dion, dan Fino harus fokus pada Ujian Nasional serta Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sungguh menguras stamina fisik serta batin mereka.

            “SIAP!” balas semua anggota tim voli SMA Kebangsaan, dengan Hara yang memasang wajah penuh tekad setelah melihat ke arah tribun di mana Yura baru saja duduk di samping keluarganya dengan Nita yang memakan crepes.

            Bunyi pluit panjang menggema, SMA Kebangsaan melakukan yel-yel timnya sebelum menatap pemain SMA Linggar Jati yang sudah menatap mereka dengan lapar. Service pertama kalipun dilakukan oleh pemain Linggar Jati. Liam yang berdiri di belakang pojok kiri pun sudah bersiap jika, begitu pula dengan Fino dan Heri. Pukulan dari service yang dilakukan SMA Linggar Jati tidak terlalu keras sehingga Heri dapat menerimanya dengan mudah, laki-laki berambut gondrong itu melambungkan bolanya ke arah Kemal, kemudian Kemal menerimanya dan melambungkannya kembali ke arah Fino yang sudah berlari untuk melakukan smash.

            Hara melakukan loncatan, sedikit mengelabui para pemain Linggar Jati sebelum pukulan telak Kak Fino membuatnya takjub. Pukulan keras tersebut selalu menjadi hal yang paling disukai Hara, apalagi saat Kak Fino berlagak seolah dia hanyalah lelaki lemah lembut yang tidak dapat melakukan pukulan sekeras itu.

            “Woah! Nice Shoot, Kak!” ucapnya dengan agak teriak. Laki-laki itu melirik ke arah tribun di mana Ayahnya memasang wajah sangar, menyuruh Hara untuk lebih kalem.

            Kak Fino hanya tertawa lalu mereka pun kembali bermain. Kali ini, pertandingan mulai sengit. SMA Linggar Jati mulai mengejar ketinggalan mereka dengan memperbanyak pertahanan dan melakukan penyerangan meski sering digagalkan. Hara sejak tadi menunggu gilirannya untuk melakukan penyerangan dengan melakukan smash dari lompatan tertingginya. Lelaki itu melirik Kemal, mengharapkan sesuatu sebelum berlari ke depan untuk melakukan smash yang luar biasa. Kemal melambungkan bolanya, di detik terakhir, pukulan itu terdengar keras mengenai lantai lapangan yang mengilap. Hara berhasil menyerang pertahanan SMA Linggar Jati dengan gayanya dengan nyaris gagal karena pertahanan dari SMA tersebut cukup sulit.

            Lelaki itu berteriak dengan keras karena berhasil megalahkan SMA Linggar Jati meski baru di babak pertama. Ia melirik Yura yang tersenyum dengan Ayahnya yang sudah mengusap wajah, malu sendiri.

            “SAYURA SEMANGAT, YA!”

            Setelahnya, pertandingan untuk menuju babak penyisihan siang nanti dimenangkan oleh Hara. Cowok itu  melirik Yura, keluarganya, serta teman-teman se timnya. Dia harus memastikan senyum itu tetap di sana, dia harus memastikan bahwa dia akan membawa timnya masuk babak final. Pasti.

a.n

Lama nggak update, rasanya kangen banget sama cerita ini. Serius. Tapi maaf, laporan praktikumku lebih serius sekarang

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • wizardfz

    @[plutowati wahh emang ku buat manis manis biar abis itu kalian aku kasih pait paitnya dari cerita ini :v

    Comment on chapter Prolog
  • plutowati

    suka sama akhirnya, manis aja gitu

    Comment on chapter Prolog
  • DekaLika

    Ya udah besok janjian di kelas ya :p

    Comment on chapter Prolog
  • wizardfz

    @Sherly_EF waw makasihh wkwkwk, Yura bilang katanya sini kalo berani maju :'D wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Yura jangan nantang deh, rayuanku lebih mujarap dari puisimu wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Ter ter aku cuka, aku cuka :* :*
    Cerita bagus hihi

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • wizardfz

    @Sherly_EF wkwk iyaa kayak nama jepang jepang gitu hehe, btw kalo mau jadi pacar Hara harus adu puisi sama Yura dulu kata Yura wkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Aah gitu. Iya sih Hara itu kayak nama2 jepang kan yaa hehe

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Hara kamu sweet, jadi pacar aku ajaa haha aku ga sensian kayak Yura kok wkwkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • wizardfz

    @Sherly_EF Soalnya aku mau nama yang beda dari tokoh cowok lain kebanyakan, makanya pake nama dari Maehara alias dipanggil Hara hehehe

    Comment on chapter 2. Percakapan Aneh Kemal
Similar Tags
My Reason
669      439     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
100%-80%
9671      1585     4     
Romance
Naura merasa dirinya sebagai seorang gadis biasa -biasa saja dan tidak memiliki kelebihan tertentu bertemu dengan Tsubastian yang bisa dibilang mendekati sempurna sebagai seorang manusia. kesempurnaan Tsubastian hancur karena Naura, bagaimana Naura dan Tsubastian menghadapinya
Salted Caramel Machiato
12376      4142     0     
Romance
Dion seorang mahasiswa merangkap menjadi pemain gitar dan penyanyi kafe bertemu dengan Helene seorang pekerja kantoran di kafe tempat Dion bekerja Mereka jatuh cinta Namun orang tua Helene menentang hubungan mereka karena jarak usia dan status sosial Apakah mereka bisa mengatasi semua itu
Suami Untuk Kayla
7839      2483     7     
Romance
Namanya Kayla, seorang gadis cantik nan mungil yang memiliki hobi futsal, berdandan seperti laki-laki dan sangat membenci dunia anak-anak. Dijodohkan dengan seorang hafidz tampan dan dewasa. Lantas bagaimana kehidupan kayla pasca menikah ? check this out !
Segaris Cerita
516      279     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
One-room Couples
1103      540     1     
Romance
"Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini. Enyahlah!" Kata cowok itu dalam tatapan dingin ke arah Eri. Eri mengerjap sebentar. Pasalnya asrama kuliahnya tinggal dekat sama universitas favorit Eri. Pak satpam tadi memberikan kuncinya dan berakhir disini. "Cih, aku biarkan kamu dengan syaratku" Eri membalikkan badan lalu mematung di tempat. Tangan besar menggapai tubuh Eri lay...
Love 90 Days
2958      1367     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
Mencintaimu di Ujung Penantianku
5013      1354     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Piromaniak
5551      1612     5     
Romance
Dia merubah apiku dengan cahayanya
Kisah Kasih di Sekolah
686      433     1     
Romance
Rasanya percuma jika masa-masa SMA hanya diisi dengan belajar, belajar dan belajar. Nggak ada seru-serunya. Apalagi bagi cowok yang hidupnya serba asyik, Pangeran Elang Alfareza. Namun, beda lagi bagi Hanum Putri Arini yang jelas bertolak belakang dengan prinsip cowok bertubuh tinggi itu. Bagi Hanum sekolah bukan tempat untuk seru-seruan, baginya sekolah ya tetap sekolah. Nggak ada istilah mai...