Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahara
MENU
About Us  

“Hara mana, sih?”

            Yura duduk gelisah di kursi depan rumahnya. Ini bukan kali pertama Maehara, atau kerap disapa Hara, telat menjemputnya. Bisa dibilang, ini sudah lebih dari dua puluh kali.

           “Pasti telat bangun,” tebaknya sembari menatap layar ponsel dimana Hara hanya mengirimkan kalimat ‘OTW’ di waktu yang menunjukkan pukul 6 lewat 10 menit. Jarak rumah Hara dengan Yura cukup jauh. Bisa sih kalau Hara melewati gang tikus untuk mencapai rumah Yura dalam waktu kurang dari 10 menit. Tapi tetap saja, Yura nggak mau tanggung jawab kalau cowok itu menabrak anak kecil yang tengah berangkat sekolah. Lagipula, gang tikus yang menuju rumah Yura itu benar-benar sempit dan kalau masuk sana, motor nggak boleh ngebut. Yura sangsi bahwa cowok itu sedang terjebak macet.

            Sayura Dewiriki : Di mane lu?

Sayura Dewiriki : Lama bener

            Rizky Maehara P : Bawel

            Rizky Maehara P : Sabar ya sayangku

            Tanpa membalas pesan dari Hara, Yura lebih memilih bermain candy crush di ponselnya. Gadis itu menginjak-injak lantai marmer dengan kesal, seakan lantai itu adalah wujud dari sosok Hara yang amat dibencinya untuk pagi di hari Senin ini. Dia melirik pagar rumah ketika bunyi klakson terdengar di pukul 6 lebih 23 menit. Dengan cepat, Yura menyampirkan tali tasnya dan berlari ke arah pagar kemudian keluar dan mengunci pagar rumahnya. Tanpa menyapa bahkan tersenyum, gadis itu langsung naik ke atas motor beat hitam milik Hara, memukul punggung cowok itu.

            Hara yang tau pasti maksud kekasihnya pun lantas menjalankan motornya dengan kecepatan penuh. Beruntung sekolah mereka cukup dekat bila dari rumah Yura, jadi pada pukul 6 lebih 29 menit 45 detik, Yura sampai di sekolah dalam keadaan selamat tanpa ada lecet apapun. Gadis itu menatap Hara dengan sebal, namun lagi-lagi Yura sama sekali tidak bisa marah pada Hara. Jadi gadis itu berbalik, bermaksud meninggalkan Maehara di parkiran yang ramai dengan suara motor yang baru saja datang.

            “Kamu marah?” tanya cowok itu, menatap Yura penuh rasa penasaran.

            Yura memalingkan wajahnya. “Menurut kamu?”

            “Nggak.”

            Mata yura terbelalak. Bagaimana bisa Hara mengatakan kalau Yura sama sekali tidak marah padanya? Jelas-jelas gadis itu sudah ingin meninggalkannya di parkiran. Biarkan saja Hara dikerebutin semut-semut ganjen, Yura udah nggak peduli lagi.

            “Ra,” Hara memanggilnya, masih dengan tangan yang mencengkram lengan tangan kanan Yura. “Nanti, aku latihan kayaknya sampai malem. Ka—“

            “Iya, entar aku pulang bareng Nita,” potong Yura cepat kemudian melepas cengkraman tangan Hara. Gadis itu melangkah meninggalkan Maehara di belakang, membuat cowok itu dengan cepat mengambil kunci motornya lalu menyamakan langkah kakinya dengan Yura. Tinggi badan mereka tak terlalu berbeda, Maehara bukanlah tipe cowok setinggi 180 centimeter. Maehara hanya setinggi 165 sentimeter, dengan Yura yang memiliki tinggi 152 sentimeter.

            Jika Yura memiliki tipe cowok yang lebih signifikan, sudah dipastikan saat Hara menyatakan cintanya, Yura sudah menolak cowok itu mentah-mentah. Aneh rasanya jika cowok seperti Maehara mendapatkan posisi middle bloker di tim volinya. Yura pernah menonton pertandingan kekasihnya di beberapa pertandingan latihan antar tim dari SMA lain. Cowok itu akan melompat setinggi 180 sentimeter, bahkan lebih, ketika mengincar bola voli yang dilemparkan padanya. Lalu dengan keras, Hara akan memukul bola itu, melewati bloker yang biasanya akan menahan lemparan bola dari lawan.

            Pada saat pertama kali Yura menonton pertandingan Maehara bersama tim dari SMAnya, gadis itu sudah mulai suka. Meskipun tidak terlalu tinggi, Maehara tetaplah spiker terbaik selain Kak Fino, siswa kelas 12 yang tahun depan akan pensiun dari masanya di tim voli.

            “Sayurrrr,” panggilan Nita ketika Yura memasuki kelas pun membuat Hara yang  berdiri di depan kelasnya tertawa tertahan.

            Dengan mata kucingnya, Yura menatap Hara dengan sebal, lalu kemudian menghela napas pada Nita yang selalu memanggilnya dengan nama konyol itu. Ini bukan salah Yura yang memiliki nama lengkap Sayura Dewiriki. Nama itu pemberian Ibunya si mahasiswa pertanian yang sekarang bekerja di BUMN. Yura nggak habis pikir kenapa Ibunya bisa sejahat itu menamai anaknya dengan nama konyol. Oke, nama panggilan Yura sama sekali manis karena nama itu seperti nama-nama di negara Sakura. Tapi masalahnya kenapa harus Sayura? Kenapa nggak sekalian Sayuran  saja?

            “Nit, please oke. Lo kalo manggil gue dengan nama itu lagi, gue pukul lo,” Yura berkata pada Nita yang segera mengangguk. Gadis itu melirik ke arah Maehara yang masih berdiri di depan pintu, menatapnya dengan cengiran yang khas ala Hara.

            Nita yang melihat itu lantas terkekeh. “Cowok lo tuh, sam—“

            “Biarin,” Yura masih nggak peduli. Dia mengambil novel di dalam tasnya, kemudian membaca bagian dimana tadi malam ia tandai. “Gue capek.”

            Hara akhirnya berjalan ke arah kelasnya setelah diusir oleh Pak Dede, guru Matematika Yura, yang baru ingin memasuki kelas.

            Mungkin kalian aneh kenapa sekolah Yura tidak melaksanakan upacara. Itu dikarenakan SMA Kebangsaan memiliki jadwal upacara dalam sebulan hanya dua kali. Biasanya di minggu tanpa upacara, saat hari senin ada kegiatan literasi selama satu jam. Katanya untuk meningkatkan minat baca siswa. Tapi nyatanya, kebanyakan para siswa memanfaatkan waktu sengang itu untuk bermain ponsel atau tidur. Hanya beberapa siswa, dan Yura salah satunya, yang akan membaca novel di waktu satu jam sebelum pelajaran dimulai.

           Tapi jika guru di jam pertama hari Senin adalah guru ketat peraturan seperti Pak Dede, mungkin pengecualian.

            “Semuanya, buka buku kalian. Kemudian dibaca, jangan cuman diliatin doang!”

            Yura melirik Nita yang mendengus jengkel. Tau bahwa sahabatnya itu tak akan pernah suka dengan cara Pak Dede dalam menyuruh membaca novel. Tapi jika tidak dipaksa, mau gimana lagi?

***

Seperti kantin pada umumnya, suara bising dan tawa menggema. Yura memasuki kantin kala sudah ramai karena Bu Tiwi sama sekali enggan menyelesaikan materinya, padahal selepas istirahat, mereka akan melanjutkan materi Pkn. Gadis itu menatap kursi kosong, ada dua. Tapi itu adalah kursi dimana Hara tengah berkumpul dengan tiga orang temannya dari ekskul voli. Cowok itu melambaikan tangannya pada Yura serta Nita, tau kalau dua gadis itu akan telat ke kantin dan kehabisan kursi.

            Yura melirik Nita yang terlihat semangat karena di sana ada Taka. Lelaki cuek berkacamata. Dia adalah midle bloker, sama seperti Hara. Namun Taka cukup tinggi dengan ukuran 181 sentimeter. Sangat beda jauh dengan kekasihnya itu. Tapi lucunya, dalam masalah memukul bola, Hara lebih unggul. Tunggu, bisakah Yura tidak membicarakan Hara pada saat ini? Dia sudah lapar.

            Dengan terpaksa, Yura menghampiri Hara yang masih melambaikan tangan ke arahnya. Selain Taka, di sana ada dua orang lagi yang menemani Hara makan. Kemal, si setter yang juga cuek dan jarang tersenyum, juga Yugo, si pinch servis yang sangat sabar dan mudah galau. Yura mendudukan bokongnya di kursi tepat di samping Hara, kemudian Nita menyusul. Kedua gadis itu meletakkan piring nasi gorengnya, dengan mantap menyantap nasi gorengnya tanpa merasa terganggu oleh tatapan Hara yang selalu terlihat senang dan semangat.

            Sedangkan Nita, sejak tadi memegang sendok pun sulit. Taka yang menatapnya dengan tatapan ‘ini-cewek-kenapa-sih?’ berhasil membuat Nita semakin gugup dan bingung. Bingung kenapa Taka selalu tampan dengan kacamata berbingkai hitamnya?

            “Kamu makan pelan-pelan, dong,” ucap Hara, menarik tisu yang diletakkan di meja kantin kemudian memberikannya pada Yura. Pikiran kedua gadis itu sudah cukup aneh karena mereka pikir bahwa Maehara akan sukarela mengelap sambal serta nasi di bibir Yura, tapi serius Yura dan Nita nggak pernah berekspetasi tinggi. Maehara dan sikap ceria serta cueknya, selalu membuat Yura kesal dan cinta berkali-kali.

            Yura melirik Kemal yang memutar-mutar sedotan dengan tatapan sedikit malas. Kantung matanya agak menghitam. Kemudian melirik Hara yang sama hitamnya. Tanpa bertanya pun, Yura yakin mereka kelelahan karena latihan sampai malam. Entah tujuannya untuk apa, Yura nggak pernah paham dengan sikap laki-laki seperti mereka. Cuman bisa bikin Yura semakin pusing.

            “Oh iya, Ra, Nit. Besok sore tim kita bakal latih tanding sama SMA 3,” kata Yugo, memulai pembicaraan canggung di meja mereka. Semenjak kedatangan kedua gadis itu, entah kenapa pembicaraan keempat cowok itu terhenti. Hara yang memintanya, takut Yura tidak mengerti apapun soal voli.

            Nita menoleh dengan mulut masih penuh, dengan cepat gadis itu menelan makanannya lalu bertanya. “Serius? Wah, kita harus nonton Yur!” Nita mendorong bahu Yura, membuat tubuh sahabatnya itu menyenggol Hara yang tengah meminum es teh. Alhasil, es teh milik Hara sedikit tersenggol. Beruntung tidak tumpah, namun airnya meloncat mengenai wajah Taka yang tengah memajukan wajahnya untuk memakan mie ayam di dalam mangkuk.

            Gadis itu merasa bersalah karena telah menyebabkan wajah Taka terkena cipratan air teh, namun lelaki itu tak memersalahkannya. Nita menghela napas lega, kemudian melirik Yura yang makin sebal. Hara tampak biasa saja setelah insiden tadi, tapi sungguh Yura nggak berbohong soal jantungnya yang jumpalitan.

            “Terserah,” Yura memutuskan untuk tidak mau banyak bicara lagi. Selain karena Nita yang terlalu aktif dalam ber-ekspresi, Yura juga harus menetralkan kembali jantungnya. Duduk di samping Maehara memang beresiko terkena serangan jantung. Itu nggak sehat untuk Yura, juga untuk jantungnya.

            Hara melirik gadisnya sekilas, tersenyum, lalu menatap Kemal yang mulai bosan. “Mal, nanti jangan lupa kasih gue lemparan terbaik lo, ya!” mata cowok itu berkilat penuh semangat, dengan mantap Kemal mengangguk. Kemal nggak habis pikir bagaimana Maehara yang terobsesi dengan voli bisa memiliki pacar. Bukannya iri, jika Kemal tidak terlalu kaku, mungkin besok dia bisa dapat lima perempuan dalam sekali tembak. Namun Kemal tak pernah suka dengan perempuan, itu merepotkan, pikirnya.

            Yugo menggeleng tidak mengerti dengan cara pikiran Maehara. Dia menyahut. “Padahal ada cewek lo, tapi tetep aja otak lo isinya voli.”

            Kemudian Taka pasti tertawa meremehkan, melirik Hara yang cemberut. “Namanya juga Maehara, cewek dinomor sepuluhkan bila perlu.”

            Yura sama sekali tidak komplain, bahkan marah. Gadis itu melirik Maehara yang tampak tidak terganggu sama sekali. Lelaki itu tertawa dengan kencang lalu tangan kanannya bergerak memukul kepala Taka. Gadis itu tertawa kecil, entah karena apa.

            “Aku masuk kelas dulu, ya,” Yura berkata pada Hara yang masih berdiri di depan kelasnya. Gadis itu ingin berbalik, namun Hara menahannya membuat Yura kembali menatap cowok itu bingung. “Ada apa?”

            Tak terasa gatal, Hara malah menggaruk kepalanya. Cowok itu melirik kanan-kiri, gelisah. “Yang dikatakan Taka, jangan dipikirin, ya.”

            Kepala Yura sedikit dimiringkan, semakin bingung. “Loh, bukannya emang bener, ya?”

            Mata Maehara membulat. “Maksud kamu?”

            Tawa kecil Yura terdengar, tau bahwa Hara tidak akan pernah mengerti. “Bercanda. Udah sana, dikit lagi Bu Tiwi mau sampe,” lalu gadis itu benar-benar berbalik. Tidak ingin menatap mata itu lebih lama lagi, karena yang ada Yura akan semakin tenggelam dalam iris mata penuh semangat milik Rizky Maehara Pradiya.

===

a.n

Gimana nih chapter keduanya? Nggak ngebosenin kan? Kasih tanggapannya ya gaess :))

 

How do you feel about this chapter?

1 0 2 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • wizardfz

    @[plutowati wahh emang ku buat manis manis biar abis itu kalian aku kasih pait paitnya dari cerita ini :v

    Comment on chapter Prolog
  • plutowati

    suka sama akhirnya, manis aja gitu

    Comment on chapter Prolog
  • DekaLika

    Ya udah besok janjian di kelas ya :p

    Comment on chapter Prolog
  • wizardfz

    @Sherly_EF waw makasihh wkwkwk, Yura bilang katanya sini kalo berani maju :'D wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Yura jangan nantang deh, rayuanku lebih mujarap dari puisimu wkwkwk

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • DekaLika

    Ter ter aku cuka, aku cuka :* :*
    Cerita bagus hihi

    Comment on chapter 4. Hara Semakin Sibuk
  • wizardfz

    @Sherly_EF wkwk iyaa kayak nama jepang jepang gitu hehe, btw kalo mau jadi pacar Hara harus adu puisi sama Yura dulu kata Yura wkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Aah gitu. Iya sih Hara itu kayak nama2 jepang kan yaa hehe

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • DekaLika

    Hara kamu sweet, jadi pacar aku ajaa haha aku ga sensian kayak Yura kok wkwkwk

    Comment on chapter 3. Latih Tanding
  • wizardfz

    @Sherly_EF Soalnya aku mau nama yang beda dari tokoh cowok lain kebanyakan, makanya pake nama dari Maehara alias dipanggil Hara hehehe

    Comment on chapter 2. Percakapan Aneh Kemal
Similar Tags
My X Idol
15212      2380     4     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
Aldi. Tujuh Belas. Sasha.
493      280     1     
Short Story
Cinta tak mengenal ruang dan waktu. Itulah yang terjadi kepada Aldi dan Sasha. Mereka yang berbeda alam terikat cinta hingga membuatnya tak ingin saling melepaskan.
Neighbours.
3251      1153     3     
Romance
Leslie dan Noah merupakan dua orang yang sangat berbeda. Dua orang yang saling membenci satu sama lain, tetapi mereka harus tinggal berdekatan. Namun nyatanya, takdir memutuskan hal yang lain dan lebih indah.
Warna Untuk Pelangi
7974      1686     4     
Romance
Sebut saja Rain, cowok pecinta novel yang dinginnya beda dari yang lain. Ia merupakan penggemar berat Pelangi Putih, penulis best seller yang misterius. Kenyataan bahwa tidak seorang pun tahu identitas penulis tersebut, membuat Rain bahagia bukan main ketika ia bisa dekat dengan idolanya. Namun, semua ini bukan tentang cowok itu dan sang penulis, melainkan tentang Rain dan Revi. Revi tidak ...
When Home Become You
417      310     1     
Romance
"When home become a person not place." Her. "Pada akhirnya, tempatmu berpulang hanyalah aku." Him.
Kisah Alya
270      208     0     
Romance
Cinta itu ada. Cinta itu rasa. Di antara kita semua, pasti pernah jatuh cinta. Mencintai tak berarti romansa dalam pernikahan semata. Mencintai juga berarti kasih sayang pada orang tua, saudara, guru, bahkan sahabat. Adalah Alya, yang mencintai sahabatnya, Tya, karena Allah. Meski Tya tampak belum menerima akan perasaannya itu, juga konflik yang membuat mereka renggang. Sebab di dunia sekaran...
Waiting
1709      1266     4     
Short Story
Maukah kamu menungguku? -Tobi
Pesona Hujan
1048      568     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
complicated revenge
20482      3131     1     
Fan Fiction
"jangan percayai siapapun! kebencianku tumbuh karena rasa kepercayaanku sendiri.."
Purple Ink My Story
5939      1300     1     
Mystery
Berawal dari kado misterius dan diary yang dia temukan, dia berkeinginan untuk mencari tahu siapa pemiliknya dan mengungkap misteri yang terurai dalam buku tersebut. Namun terjadi suatu kecelakaan yang membuat Lusy mengalami koma. Rohnya masih bisa berkeliaran dengan bebas, dia menginginkan hidup kembali dan tidak sengaja berjanji tidak akan bangun dari koma jika belum berhasil menemukan jawaban ...