Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahara
MENU
About Us  

Bagi Hara, kuis dadakan merupakan  kesialan yang tidak berujung. Lelaki itu memainkan pensil mekaniknya, mengeluarkan dan memasukkan isi pensil dengan pikiran yang melayang ke tempat lain. Dia mendengus, sebal karena soal-soal Sejarah di depan sana tidak ada yang mudah sama sekali. Mendingan main voli, gampang, pikirnya sembari menuliskan jawaban. Menyontek pada Kemal yang sudah selesai nomor satu.

            “Loh, kok jawabannya Soekarno, Mal?” Hara membaca kertasnya sekali lagi. Memastikan bahwa jawaban yang ia tulis benar adanya.

            Kemal melirik Hara sebal. Cowok itu selalu banyak bertanya, padahal kerjaannya cuman nyontek tiap kali ujian atau kuis. “Ya emang itu yang nulis pancasila kan Soekarno, Har,” Kemal kembali menulis, mengabaikan pertanyaan lain dari Hara tentang ‘Kata siapa kalo yang nulis Soekarno? Lo emang pernah dikasih tau sama Soekarnonya, Mal?’

            Astaga. Mau nampol orang rasanya.

            Selama kuis, meja Hara dan Kemal selalu berisik membuat Pak Guntur menatap keduanya dengan tajam. Meminta mereka untuk diam atau kertas jawaban kuis akan ditarik paksa. Menyerah, Kemal benar-benar mengabaikan pertanyaan absrud Hara dan mulai mengerjakan soal dengan serius. Sedangkan Hara sejak tadi tidak berubah. Lelaki itu hanya memainkan pensil mekanik, menulis jawaban, kemudian bertanya tentang jawaban yang ditulis Kemal.

            Kuis pun selesai dengan Kemal yang berhasil menyelesaikan 5 pertanyaan kuis, dan Hara yang baru saja ingin menyelesaikan pertanyaan nomor 5. Lelaki itu mendengus keras, memandang kertas jawaban yang dibawa Pak Guntur keluar kelas disusul deringnya bel istirahat yang meramaikan sekolah. Ia pun memasukkan pulpennya ke dalam saku baju, kemudian membiarkan buku tulis Sejarahnya tergeletak di atas meja. Ia tinggalkan begitu saja.

            Seperti istirahat kebanyakan, kantin akan ramai dikelilingi manusia-manusia kelaparan sejak dimulainya waktu belajar. Hara langsung menempati tempat yang cukup untuk enam orang, jaga-jaga jika Yura tidak dapat tempat duduk. Laki-laki itu menyuruh Kemal untuk membelikannya nasi goreng dan jus jeruk, kemudian memandangan pintu kantin. Menunggu Yugo dan Taka yang akan datang dari kelas IPA.

            Selain Yugo dan Taka, sebenarnya Hara juga menunggu Yura. Tapi cowok itu tau bahwa gadis itu akan kekeuh untuk mencari tempat lain. Melihat gadis itu memasuki kantin, Hara buru-buru membenarkan posisi duduknya.       Kemal datang dengan nasi goreng miliknya serta jus jeruk yang terlihat segar. Lelaki itu menerimanya dengan sigap, kemudian memakannya dengan terburu-buru. Salah tingkah dilirik Yura sekilas.

            “Lo kenapa segila ini, sih? Kalo dilirik pacar sendiri,” Kemal sudah duduk dengan mie ayam yang dia beli, kemudian ikut makan dengan hikmat. Menghabiskan mie ayam di hadapannya lebih mengasyikkan dibandingkan melihat Hara harus salah tingkah hanya karena kekasihnya.

           Taka dan Yugo bergabung dengan makanan yang merak bawa. “Ngomongin apaan, nih?” Yugo ikut bertanya, bergabung dalam obrolan antara Hara dan Kemal.

            Kemal, sambil memakan mie ayamnya, menjawab. “Biasa, si Hara salting gara-gara dilirik Yura,” katanya dengan lugas, kemudian menyumpit mienya kembali, memasukkannya ke dalam mulutnya yang terbuka lebar.

            Hara mendengus, melirik Yura sekali lagi, sepertinya gadis itu berhasil menemukan kursi kosong. Kali ini Hara makan tanpa Yura duduk di sampingnya.

            “Muka lu lesuh amat, njir,” Yugo menyenggol Hara, berusaha menghibur cowok itu. “Jangan alay, Har, malu sama umur,” dia berniat bercanda, tapi raut wajah Hara semakin tertekuk. Yugo bungkam.

            Taka yang sejak tadi diam pun mendengus, sebal. “Najis,” kemudian makan lagi dalam diam, dan Hara melirik lelaki itu sembari mendelik.

            “Ngomong-ngomong, hubungan lo sama Nita gimana, Ka?”

            Pertanyaan Hara sukses membuat lelaki pendiam itu tersedak batagornya. Tenggorokannya sakit, dia seger meminum air mineral yang dibelinya kemudian menatap wajah tanpa dose Hara dengan penuh minat. Minat untuk ditampol.

            “Kok lo bacot?” Taka balas mendelik, benar-benar jengkel.

            Hara melotot. “Lo duluan, anjing,” hujatnya, dengan kalimat kasar.

            Taka balas melotot. “Yee, bangsat. Cowok lemah, dasar. Mainnya ngegas doang, tingkah lakunya kayak bocah,” dia kembali memakan batagornya, membiarkan Hara yang merasa panas dan berniat memukul kepala lelaki itu sebelum Kemal menahannya.

            “Udah, udah. Kok lo berdua jadi berantem gini dah,” Kemal merasa heran, memukul kepala kedua temannya itu agar sadar bahwa mereka sedang berada di kantin. Apalagi seluruh mata siswa sempat memperhatikan cek cok keduanya, terutama kedua gadis yang duduk tidak jauh dari kursi mereka. Pertengkaran Hara dan Taka yang panas tadi sempat mencolok, tapi Kemal segera mendinginkannya.

            Yugo mengangguk, wajahnya pucat karena dia takut kedua temannya itu akan berakhir adu jotos hanya karena saling mengejek. “Jangan berantem dong, udah gede. Malu.”

            Taka mendengus, dia kembali tidak peduli dengan memakan batagornya lagi. Begitu pula Hara yang langsung melirik Yura yang tengah menatapnya. Lelaki itu tersenyum, sadar bahwa dirinya selama ini memang masih kekanakan. Dia pun menatap Taka yang sejak tadi berubah tidak peduli, memukul kepala lelaki itu dengan santai.

            “Sori, gue kekanakan tadi,” Hara berkata, meminta maaf atas sikapnya. “Minggu depan kita ada pertandingan, gue nggak mau atmosfer tim rusak gegara pertengkaran kecil kita,”cowok itu menyelesaikan masalahnya dengan damai, membuat senyum kecil Taka terbit meski sekilas.

            “Hm.”

            “Btw, Ka. Lo beneran gak ada hubungan apa-apa sama Nita?” Hara kembali bertanya, kini nadanya benar-benar normal dan polos.

            Kemudian Taka benar-benar memukul kepala lelaki itu telak, sangat jengkel dengan pertanyaan menyebalkan itu.

***

Hara memukul bolanya dengan telak. Bunyi Tak! menggema di seluruh lapangan voli, membuat sunyi yang sempat tercipta kembali bersuara. Lelaki itu kembali baris ke depan, menunggu gilirannya memukul bola lagi.

            “Har,” Yugo yang berdiri di belakangnya memanggil cowok itu. “Itu, di pintu lapangan ada cewek lo. Kok belum pulang, ya?”

            Hara menoleh kala Yugo memberitahukan keberadaan Yura di pintu masuk lapangan voli. Gadis itu benar-benar berdiri di sana, dengan tas tangan menggenggam minuman penambah energi.

            Langkah kaki Hara membawa lelaki itu menuju gadis itu yang semakin bergetar, entah merasa takut karena diperhatikan oleh banyak cowok, atau gugup karena kedatangan Hara yang mendatanginya. Hara berhenti, menatap gadis di hadapannya sembari menunggu sapaan gadis itu.

            “Nih,” Yura mendorong botol minuman itu dengan terburu-buru, lantas mundur selangkah. “Jangan kemaleman pulangnya, nanti masuk angin,” lalu gadis itu hendak berbalik sebelum Hara menahan tangannya.

            “Makasih, ya,” kata lelaki itu, kemudian berlari ke tempat peletakan tas, memasukkan minuman penambah energi ke dalam tas, lantas kembali berlatih.

            Yura memerhatikan setiap langkah Hara, gerakan lelaki itu berlari kemudian memukul bola dengan keras. Tanpa ampun. Seakan bola voli berharis biru itu melakukan keasalahan.

            “Semangat!” teriaknya dengan keras membuat lapangan voli senyap sejenak, termasuk Hara yang melotot melihat Yura telah berlari meninggalkan lapangan. Menyisakan tawa mengejek serta menggoda, membuat wajah serta kedua telinga Hara memerah.

            “Aduh, manis banget.”

***

 

Hara pulang pukul 8 malam. Makan malam sudah selesai setengah jam lalu ketika dia bertanya pada Mama yang tengah menonton televisi di ruang keluarga, bersama Ayahnya yang asik mengetik sesuatu di laptop. Hani juga sudah tidur ketika Hara menengok ke kamarnya. Tumben sekali cepat tidurnya.

            Lelaki itu membersihkan dirinya kemudian salat dan turun ke bawah, makan malam sendirian sembari menonton pertandingan voli di ponselnya.

            “Kamu nggak capek apa, Har? Pulang malem tiap hari, terus makan malem sendirian, latihan lagi di rumah, baru deh tidur,” Mama tiba-tiba saja duduk di hadapannya, membawa piring berisi dua potong puding cokelat. “Abis makan nasi, makan ini ya. Biar makin semangat latihannya,” wanita itu bangkit berdiri, mengusap kepala Hara lembut sebelum kembali menonton televisi.

            Kalau boleh jujur, Hara sebenarnya mulai lupa apa itu lelah. Dia terlalu bersemangat sepanjang hari untuk bermain voli. Tidak pernah terpikirkan bahwa ada saatnya fisiknya akan menurun, kemudian dia jatuh sakit. Tapi sampai saat ini Hara nggak pernah sakit karena kelelahan, palingan juga sakit kepala gara-gara soal Sejarah dan Matematika.

            Selesai makan, lelaki itu membuka aplikasi Line miliknya. Membuka kontak Yura kemudian menelepon gadis itu. Sudah menjadi kebiasaan Hara untuk menelepon Yura malam-malam, entah apakah ini termasuk kebiasaan buruk atau baik. Yang jelas suara Yura selalu menjadi semangat untuknya buat latihan malam ini. Ditemani sepiring puding yang dibawakan Mama tadi.

            “Hai,” Hara menyapa, menatap langit malam yang sepi kemudian bola voli yang tergeletak di bawah ring basket. “Lagi ngapain?”

           “Belajar,” Yura menjawab dengan singkat. Sepertinya Hara ingat kalau besok Yura ada ulangan harian Fisika. Pasti gadis itu tengah belajar ekstra, padahal otaknya pas-pasan.

            “Suaranya lemes banget, deh. Semangat dong!” Lelaki itu mengambil bola voli yang tergeletak tersebut, kemudian melemparnya untuk dimasukkan ke ring basket. “Aku juga besok ada ulangan. Ekonomi. Bikin pusing.”

            “Kenapa nggak belajar?” kini nadanya lebih khawatir.

            “Males.” Jawaban yang santai, tapi Hara nggak peduli. Dia memang malas dengan Ekonomi, cuman bikin mual.

            “Belajar gih! Jangan main voli mulu!”

            “Kalo nggak mau, gimana?” Cowok itu tersenyum kecil, dia membayangkan wajah Yura yang berubah masam.

            “Yaudah aku tutup teleponnya!” Kemudian sambungan terputus, Hara tertawa geli mengetahui tingkah laku Yura saat ngambek. Lelaki itu kembali menelepon gadisnya, menunggu beberapa deringan sebelum kembali diangkat oleh gadis itu.

            “Apa lagi?!”

            “Eh, santai nyai,” Hara bergurau. “Iya, abis latihan belajar kok.”

            “Bagus deh.”

            “Belajar mencintaimu,” kemudian Hara tertawa kencang, membayangkan wajah Yura yang sudah mirip kepiting rebus.

            “Maehara!”

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (13)
  • DekaLika

    Greget sama Hara. Btw itu kenapa namanya ngga Rezky aja ya :D

    Comment on chapter 2. Percakapan Aneh Kemal
  • wizardfz

    @Sherly_EF wkwkwk iya nih

    Comment on chapter 1. Telat Jemput
  • DekaLika

    Sensian amat Yura. Pms ya :v

    Comment on chapter 1. Telat Jemput
Similar Tags
Ketika Kita Berdua
38025      5460     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5854      1563     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...
SarangHaerang
2243      909     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
LELAKI DI UJUNG JOGJAKARTA
3592      1106     0     
Romance
Novel yang mengisahkan tentang seorang gadis belia bernama Ningsih. Gadis asli Jogja, wajahnya sayu, kulitnya kuning langsat. Hatinya masih perawan belum pernah mengenal cinta sampai saatnya dia jatuh hati pada sosok lelaki yang saat itu sedang training kerja pada salah satu perusahaan besar di Jogjakarta. Kali ini Ningsih merasakan rasa yang tidak biasa, sayang, rindu, kangen, cemburu pada le...
Error of Love
1363      648     2     
Romance
Kita akan baik-baik saja ketika digoda laki-laki, asalkan mau melawan. Namun, kehancuran akan kita hadapi jika menyerah pada segalanya demi cinta. Karena segala sesuatu jika terlalu dibawa perasaan akan binasa. Sama seperti Sassy, semua impiannya harus hancur karena cinta.
Reach Our Time
10901      2539     5     
Romance
Pertemuan dengan seseorang, membuka jalan baru dalam sebuah pilihan. Terus bertemu dengannya yang menjadi pengubah lajunya kehidupan. Atau hanya sebuah bayangan sekelebat yang tiada makna. Itu adalah pilihan, mau meneruskan hubungan atau tidak. Tergantung, dengan siapa kita bertemu dan berinteraksi. Begitupun hubungan Adiyasa dan Raisha yang bertemu secara tak sengaja di kereta. Raisha, gadis...
Kala Senja
35380      4958     8     
Romance
Tasya menyukai Davi, tapi ia selalu memendam semua rasanya sendirian. Banyak alasan yang membuatnya urung untuk mengungkapkan apa yang selama ini ia rasakan. Sehingga, senja ingin mengatur setiap pertemuan Tasya dengan Davi meski hanya sesaat. "Kamu itu ajaib, selalu muncul ketika senja tiba. Kok bisa ya?" "Kamu itu cuma sesaat, tapi selalu buat aku merindu selamanya. Kok bisa ya...
Lebih dari Cinta Rahwana kepada Sinta
3423      1722     0     
Romance
Pernahkan mendengarkan kisah Ramayana? Jika pernah mendengarnya, cerita ini hampir memiliki kisah yang sama dengan romansa dua sejoli ini. Namun, bukan cerita Rama dan Sinta yang akan diceritakan. Namun keagungan cinta Rahwana kepada Sinta yang akan diulas dalam cerita ini. Betapa agung dan hormatnya Rahwana, raksasa yang merajai Alengka dengan segala kemewahan dan kekuasaannya yang luas. Raksas...
Distance
1832      724     4     
Romance
Kini hanya jarak yang memisahkan kita, tak ada lagi canda tawa setiap kali kita bertemu. Kini aku hanya pergi sendiri, ke tempat dimana kita di pertemukan lalu memulai kisah cinta kita. Aku menelusuri tempat, dimana kamu mulai mengatakan satu kalimat yang membuat aku menangis bahagia. Dan aku pun menelusuri tempat yang dimana kamu mengatakan, bahwa kamu akan pergi ke tempat yang jauh sehingga kit...
Neverends Story
4922      1488     6     
Fantasy
Waktu, Takdir, Masa depan apa yang dapat di ubah Tidak ada Melainkan hanya kepedihan yang di rasakan Tapi Harapan selalu menemani perjalananmu