Burung murai bernyanyi indah. Setelah semalam aku melanjutkan tidur dengan telepon Rayan masih tersambung, aku menjadi merasa sehat. Hari-hariku seperti biasanya sajanya. Semua kembali normal.
Jarum pendek pada lingkaran dinding kamarku menunjukkan angka sembilan sedang jarum panjangnya menunjukkan angka delapan. Terasa sangat kaku tanganku karena harus berlarian di atas papan keyboard laptopku. Karena aku nerasa jenuh maka aku simpan hasil ketikanku di folder yang sama dengan yang sebelumnya. Aku mengecek ponselku. Terkejutnya aku. Delapan puluh SMS dan tiga puluh dua panggilan tak terjawab. "Dari siapa saja SMS dan panggilan sebanyak ini? Jangan-jangan penting". Batinku bertanya. Segera aku membuka SMS terlebih dahulu. Dari Rayan. Aku terus menekan tombol hingga SMS terakhir yang terbaru. Semuanya dari Rayan. Jangan-jangan teleponnya juga semuanya dari Rayan? Aku segera mengecek panggilan tak terjawab tersebut. Benar saja panggilan sebanyak tiga puluh dua itu semuanya dari Rayan. Ya ampun aku lupa. Sepulang kuliah dari jam dua siang hingga kini aku sibuk mengejar cicilan skripsiku dan istirahat hanya makan siang dan meregangkan otot-otot jari dan kakiku yang sempat kesemutan. Makan malampun aku lakukan bergantian suapannya dengan mengetik. Aku tidak sempat mengirim SMS untuk siapapun termasuk Rayan. Aku segera membuka yang terakhir Rayan kirim. Isinya menunjukkan dia memanggilku dan bertwnya mengapa aku tidak merespon semua SMS dan tidak juga menjawab telepon darinya. Bahkan dia mengirim emotikon di bawah SMS tersebut yang diulang-ulang di bawahnya terus menerus. Emotikon huruf te besar dilanjutkan garis bawah kemudian huruf te besar lagi menyertainya. Semuanya tanpa spasi. Emotikon ini mengartikan seseorang yang mengirim SMS ingin si pembaca tau kalau si pengirim sedang menangis. Segera aku membalas SMS Rayan tanpa sempat aku membaca semua SMS dari Rayan satu per satu . Aku mengirim SMS yang berisikan permintaan maaf dan penjelasan mengapa aku tidak mengirim SMS untuknya ataupun mengangkat teleponnya. SMS dariku sudah terkirim. Aku heran mengapa aku tidak mendengar ada suara telepon. Ketika aku mengecek pengaturan di ponselku, benar saja ponselku dalam mode diam. Aku baru ingat aku mengatur ponselku menjadi silent setelah mata kuliah terakhir untuk menghemat baterai ponselku. Pantas saja aku tidak mendengar nada dering SMS dan telepon masuk. Aku mendapatkan balasan SMS dari Rayan. Dia sepertinya masih marah. Dia pun protes padaku. Bebagai pertanyaan terusan dia kirimkan. Aku tidak bisa meladeninya untuk bertengkar. Segera aku menonaktifkan laptopku dan memberi perhatian penuh untuk Rayan. Syukur akhirnya Rayan mau mengerti. Seperti inikah rasanya memiliki pacar? Mungkin saja jika aku di posisi Rayan aku pun akan sama menjadi marah dan terus-terusan mengirim pesan dan terus-terusan meneleponnya hingga mendapatkan respon darinya. Apakah ini mengartikan bahwa Rayan membutuhkan aku?
"Aku jemput kamu ya sayang hari ini. Kamu pulang jam berapa?" Kata Rayan di telepon. Ya dia meneleponku saat dia mendapatkan SMS dariku. Aku menerima telepon darinya saat aku menunggu dosen yang belum datang. Sudah setengah jam lebih aku dan teman-teman menunggu beliau. "Belum tau nih, dosennya datang apa ga". Responku. Tidak terasa aku dan Rayan menelepon cukup lama hingga dosen yang dinantikan datang. Satu jam lebih lima belas menit dari Rayan mulai meneleponku dosen tersebut tiba. Aku sampaikan pada Rayan untuk masuk kelas dan meminta maaf karena teleponnya harus dimatikan untuk menghemat baterai. Karena biasanya saat Rayan tidak sibuk dia meleponku saat aku ads di kelas dan teleponnya tetap tersambung walaupun ada dosen. Tapi untuk kali ini aku harus menonaktifkan ponsel. Rayan memaklumkannya. Jika baru mulai sekarang, berarti jadwal pulangnya pun akan sore. Jika pulang sore sampai rumah malam. Aku mengukur waktu. Jika meminta Rayan menjemputku, dari rumahku ke rumah Rayan yang jaraknya dua kali lipat dari jarak kampus ke rumahku maka Rayan akan sampai rumahnya larut malam. Itu pun kalau dari dia menurukanku dari motornya dia langsung jalan pulang. Kalau dia mampir dan harus meladeni papa untuk ngobrol atau bahkan main catur seperti biasanya, bisa tengah malam. Aku masih mengukur waktu ketika dosen mengabsen terlebih dahulu sebelum memulai materi perkuliahan. Walaupun hari ini dia libur bekerja, dia pasti akan capek. Aku segera mengirin pesan ke Rayan sebelum aku mematikan ponsel. Aku menjawab pertanyaan Rayan sewaktu ditelepon. Rayan mungkin aku pulang jam setengah enam. Cuma aku gak tau nih OT atau enggak. Bisa lebih bisa kurang. Aku nanti pulang naik busway aja. Tapi kalau lebih dari perkiraan pulangnya, aku minta tolong Ghani jemput aku. Aku segera mematikan ponsel dan memperhatikan dosen yang sudah mulai berdiri di samping kursiku untuk melanjutkan materi minggu lalu. Aku sangat senang dengan mata kuliah ini. Aku pun sangat berusaha untuk bisa fokus. Tanpa terasa waktunya untuk menutup perkuliahan hari itu. Saatnya aku pulang. Aku sedikit khawatir karena aku takut gelap dan mataku ini jika melihat jalan di malam hari tidak sama dengan saat di pagi atau siang hari. Jika sudah gelap di jalan yang aku lalui, aku sangat merasa takut. Setelah keluar dari lift yang menampung aku, teman-temanku dan dosenku segera aku menelusuri jalan menuju gerbang keluar. Angkot sudah mengantri dan menawarkan orang-orang yang ada di sekita jalan dekat gerbang keluar. Aku sudah melewati tawaran para pencari nafkah halal itu. Aku ragu dan takut. Aku ingin meminta Rayan mengantarkan pulang namun jika Rayan yang mengantarkanku pulang aku harus menunggu beberapa jam dahulu di sini. Berarti aku akan pulang lebih malam lagi. Maka aku mencoba mengirim pesan ke sepupuku yang rumahnya lumayan dekat dsru kampusku dan jamnya dia sudah pulang kerja. Aku lupa jika ponselku sudah aku nonaktifkan. Aku harus menunggu bebrrapa menit untuk ponselku dapat digunakan untuk mengirim SMS. Di saat aku menunggu aku memperhatikan angkot yang bergantian tiba dan pergi. Ponselku sudah siap untuk mengirim pesan, namun aku harus menunggu sekitar dua menit karena ada SMS masuk yang tidak ada hentinya. Setelah aku pastiksan sudah tidak ada lagi SMS masuk aku membuka kotak pesan. Aku sempat melirik sekilas SMS dari siapa namun aku tidak sempat membaca satu per satu isi SMS tersebut. SMS tersebut ternyata dari Rayan. "Maaf ya Rayan aku tidak bisa membaca SMS kamu sekarang karena aku takut." Batinku khawatir Rayan akan marah lagi. Aku segera mengetik dengan cepat. Ghani kamu bisa tolong antarkan Raina pulang gak? Aku tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan respon dari Ghani. Raina keluar jam berapa? Jawabnya. Ini sudah di depan gerbang mau pulang Ghani. Jawabku. Tiba-tiba Ghani meneleponku dan segera aku menekan tombol merah di ponselku.