Read More >>"> DanuSA (Rasa 14) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

"Pagi Bi Sumi," sapa Danu ketika menuruni tangga rumahnya. Ia sudah rapi dengan seragam sekolah. Namun, ia belum memakai sepatu dan tasnya.

"Pagi Den, tumben jam segini udah turun?" tanya Bi Sumi sambil mengelap tangannya yang basah.

"Mau bantuin Bi Sumi bikin sarapan." Danu menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil cengar cengir.

"Eh, kok tumben? Pasti ada sesuatu nih?" goda Bi Sumi.

Dengan senyum malu-malunya Danu mendekati Bi Sumi yang mulai menumis bumbu, aroma bawang putih mulai tercium beberapa saat kemudian.

"Sabina mau ke sini Bi, jadi Danu mau bikinin sarapan. Ya, ya."

"Cie, udah jadian, ya?"

Danu mengangguk sambil mengulum senyum. Wanita itu sadar betul tuannya tak pernah terlihat seperti ini sebelumnya, terlihat begitu bersemangat bahkan saat bersama Clara dulu, tuannya tidak pernah pernah seperti ini.

Clara.

Mendadak perut Bi Sumi melilit mengingat perjodohan Danu dan Clara.

"Tapi Den, gimana dengan Non Clara?"
Bi Sumi mengecilkan api kompornya lalu memasukan nasi putih ke dalam penggorengan dan mengaduknya.

"Udah putus, Danu bakal bilang ke Mama buat batalin perjodohan. Lagian salah siapa selingkuh udah Danunya kepaksa eh, si Clara banyak tingkah," jawab Danu santai.

Bi Sumi terdiam beberapa saat sebelum akhirnya ia mengangguk, meskipun ia tahu jika ini tidak semudah seperti apa yang dipikirkan tuannya. Ini masalah nama baik keluarga juga persahabatan orangtua Danu dan Clara. Wanita tua itu hanya berharap jika tuannya bahagia. Itu saja.

Danu sudah banyak menderita selama ini.

Suara bel pintu membuat senyum merekah di bibir pemilik rambut spike itu.

Pasti Sabi.

"Bi, tolong bukain pintunya dong biar Danu yang lanjutin." Danu tersenyum lebar tanpa dosa membuat Bi Sumi menggeleng sambil terkekeh.

"Modus," celetuk wanita itu sembari menyerahkan pan dan sutil yang dipegangnya sejak awal, nyatanya daritadi Danu hanya bantu lihat saja.

Senyum canggung Sabina tunjukkan ketika Bi Sumi membuka pintu gerbang.

"Non Sabina, ya?" tanya Bi Sumi ramah.

"Iya, dengan Bi Sumi?"

"Kok tau? Kan belum pernah ketemu."

"Danu sering cerita kalau Bi Sumi masakannya enak." Sabina tersenyum manis.

Wanita tua itu terkekeh, "Bisa aja, ayo masuk."

Sabina mengangguk pelan lantas mengekori bi Sumi yang mendahuluinya. Ruangan bernuansa minimalis modern langsung tersaji ketika Sabina memasuki rumah Danu. Tidak seperti rumahnya yang terkesan jadul dan menyeramkan.

Langkahnya pelan ketika kedua iris coklatnya menjelajah ruangan yang cukup luas itu, dinding kaca yang lebar di bagian kanan tembus ke halaman samping menambah kesan luas. Ruang tamu yang terkesan simpel namun berkelas. Sofa berwarna putih membentuk huruf L, meja kotak berwarna hitam dengan sebuah vas berisi sebuah bunga mawar merah segar, karpet bulu berwarna cream di bawahnya terlihat begitu serasi. Lukisan abstrak di dinding berwarna putih terlihat kontras dengan warna di sekitarnya, lampu-lampu hias yang tergantung di atasnya menambah kesan simpel dan manis, juga hiasan-hiasan miniatur yang tertata rapi pada papan-papan yang tertempel di dinding.

Sabina memasuki koridor kecil dengan kaca di bagian kanan terhubung dengan taman kecil indor berukuran 2x3 meter lengkap dengan kolam kecil disertai gemericik air yang mengalir dari batu yang ada di pinggir kolam, gadis itu cukup kagum dengan rumah Danu. Setelah melewati koridor penglihatannya langsung tertuju pada ruang keluarga yang ada di sebelah kanan. Ia berhenti sejenak untuk mengamati. Sebuah sofa panjang berwarna cream dengan meja kecil di samping kiri menghadap ke arah tv LED berukuran besar lengkap dengan home theater.

Itu pasti mahal, enggak kebayang berapa harganya.

"Mana Sabina, Bi?" tanya Danu setelah Bi Sum kembali ke dapur.

Bi Sumi menoleh kebelakang, tapi tidak melihat Sabina.

"Tadi ngikutin Bibi."

Danu mengernyit, tapu kemudian ia meletakkan sutilnya begitu saja untuk mencari Sabina.

"Ngapain kamu di situ, Bi?" tanya Danu ketika hendak keluar. Namun, ia mendapati Sabina berdiri menghadap ke ruang keluarga.

"Uh? Enggak." Sabina tersenyum kecil kemudian mendekati Danu yang berdiri di samping tangga.

"Ayo sarapan, keburu telat ke sekolah."

Sabina mengangguk lalu Danu menarik tangan Sabina menuntunnya duduk di kursi.

"Aku bikin nasi goreng buat kamu. Spesial." Danu tersenyum kemudian berlalu ke arah dapur menyusul Bi Sumi yang melanjutkan pekerjaannya tadi, Sabina terkekeh pelan melihat punggung Danu yang mulai menjauh darinya.

Tatapan Sabina kembali ke arah ruang keluarga yang ia lihat tadi, rasanya ia belum puas melihatnya. Ruang keluarga yang langsung terhubung dengan dapur dan ruang makan, sungguh ide yang bagus. Semua kegiatan keluarga tidak akan terganggu jika ada tamu di depan. Benar-benar menjaga privasi pemilik rumah. Juga dinding-dinding kaca sebagai pengganti tembok mengelilingi ruangan ini menambah ruangan semakin terlihat luas juga mengurangi penggunaan listrik karena tak perlu menyalakan lampu. Dari tempatnya Sabina bisa melihat kolam renang berukuran 3x5 meter juga tanaman-tanaman hias di sekitarnya.

"Ini dia, nasi goreng spesial untuk orang spesial." Danu meletakkan sepiring nasi goreng di hadapan Sabina.

"Kamu yang bikin?"

Danu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Enggak sih, Bi Sumi yang bikin. Aku bantu lihat aja." Danu terkekeh malu kemudian duduk di hadapan Sabina.

"Kirain."

"Kenapa? Kecewa?"

"Enggak, keliatan kok kamu cuma bisa masak mie rebus." Sabina tertawa pelan karena perkataannya sendiri.

"Ish! Udah makan!"

Sabina tersenyum lalu mengangguk. Ia melahap nasi goreng di hadapannya, Danu juga melakukan hal yang sama.

"Nih jus jeruknya, dihabisin, ya?" ucap bi Sumi sambil meletakkan dua jus di atas meja.

"Makasi Bi Sum."

"Bibi mau lihat cucian dulu."

Dengan itu Bi Sumi pergi meninggalkan mereka berdua.

"Mama kamu mana?" tanya Sabina.

Danu hanya mengangkat kedua bahunya tak acuh. Ia terdiam sejenak menatap nasi gorengnya yang tinggal sedikit kemudian beralih pada Sabina yang masih menunggu jawaban darinya.

"Ke Surabaya," jawab Danu datar, ada luka tersirat pada kedua mata coklatnya. Sejenak Sabina lupa jika Danu dan Mamanya tidak akur, tapi ia tidak pernah tahu jika Mama Danu tak pernah tinggal di rumah. Sabina merasa tidak enak. Danu tersinggung? Seharusnya Sabina tak perlu menanyakan ini, ini sama saja seperti membuka luka lama dalam diri Danu.

"Ngais berlian," lanjut Danu sambil tersenyum kecut. Namun, ia terkekeh ketika melihat Sabina yang menatapnya iba.

"Maaf," gumam Sabina.

"Buat?"

Sabina mengulum bibirnya, ia menggeleng ragu.

Danu tertawa renyah, "Aku ambil tas dulu, ntar kalau udah selesai biarin aja di sini, biar Bi Sumi yang beresin."

Sabina menatap kepergian Danu yang berlari menaiki tangga. Gadis itu menghela napas, bertanya pada Danu rasanya tidak akan mendapatkan jawaban karena Danu juga tidak pernah tahu mengapa hidupnya berubah. Mungkin waktu yang bakal jawab semua.

Hanya dua hal yang tidak pernah berubah dalam hidup Danu. Pertama, rasa sayang sama Mamanya tidak pernah berubah, kedua, Bi Sumi selalu menyayanginya.

Sabina mengangkat piringnya juga milik Danu kemudian membawanya ke washtafle untuk mencucinya.

"Eh eh eh, jangan dicuci Non biar bibi." Suara khawatir Bi Sumi yang menghampirinya membuat Sabina terkekeh.

"Nggak pa pa Bi, Sabina udah biasa kok," sahut Sabina sambil meletakkan piring yang sudah di cuci ke tempatnya. "Nasi gorengnya enak banget Bi, Sabina suka."

"Bisa aja, favoritnya Den Danu kalo di rumah itu."

"Yuk berangkat."

Sabina mendongak ke arah tangga dan melihat Danu berdiri di sana. Sabina mengangguk lalu mengambil tas yang ia letakkan di kursi tadi.

"Sabina berangkat ya, Bi. Makasi banyak buat sarapannya."

"Iya, tiap hari ke sini juga enggak pa pa."

Sabina mengangguk mantap. Rasanya ia akan mempertimbangkannya.

"Siap?" tanya Danu seraya menggandeng tangan Sabina.

"Buat?"

"Ngadepin yang heboh-heboh."

"Siap nggak siap, udah terlanjur basah ya udah nyemplung sekalian."

"Ku temenin nyemplung deh."

????????????

Hawa-hawa aneh sudah terasa ketika Danu dan Sabina memasuki gerbang sekolah, hampir semua mata penduduk sekolah yang sudah datang tertuju pada mereka. Bahkan Pak Samsul satpam sekolah melihat mereka berdua dengan aneh.

Tunggu, Pak Samsul nggak ikut mantengin gosip sekolah, kan?

Mendadak Sabina mulas. Ia tidak takut. Ia hanya tidak nyaman.

"Kita jadi pusat perhatian," ucap Danu setelah turun dari motor.

"Ya, dan aku benci jadi pusat perhatian. Serius!" jawab Sabina sambil mengerucutkan bibirnya. Danu terkekeh pelan lalu mengacak rambut Sabina singkat. Sabina menatap manik mata Danu, Binar mata Danu yang tertuju padanya terasa begitu hangat. Seolah matahari terbit dari sana. Gadis itu tersenyum.

"Yuk gece udahan terpesonanya, ulangan matematika jam pertama lho."

Sabina mengerjap, senyumnya lenyap ketahuan mengagumi Danu. Ia menghela napas, lebih tepatnya tengah mempersiapkan dirinya menghadapi tatapan bertanya teman-temannya hingga akhirnya ia mengangguk.

Tolong cepetin waktunya dong. Siapapun.

Bisikan-bisikan terdengar sepanjang koridor, baik lantai satu maupun dua. Danu dengan santai melangkah. Namun, tidak dengan Sabina, rasanya tangannya berkeringat meskipun ia berusaha terlihat baik-baik saja.

"Woey, washap! Ini nih si Trending Topik hari ini." Galih meninju pelan bahu Danu ketika Danu sampai di depan kelas. Ia tersenyum kaku pada Sabina lalu menyapanya.

Danu sadar semua mata tertuju padanya dan Sabina, dengan sigap ia merangkul bahu Sabina mendekat.

"Kalian serius?" tanya Andre yang masih belum percaya.

Danu hanya menggedikkan bahunya, sementara Sabina tidak tahan. Ia benar-benar ingin duduk di kursinya dan tak ingin kemana-mana lagi.

"Kok bisa, sih?" Andre masih belum percaya, ia menatap Danu dan Sabina bergantian.

"Ya, bisa. Biar lo bisa leluasa ngejar Gisel. Ya kan, Bi?" Danu sedikit terbahak.

Sabina tersenyum kaku kemudian melepaskan diri dari kukungan Danu, ia berlalu ke kelasnya.

Danu terkekeh menyusul Sabina bersamaan dengan bunyi bel sekolah, kali ini Danu duduk sebangku dengan Sabina.

"Awal-awal doang diomongin, ntar juga nggak. Santai Bi, ada ayang beb di sini."

Sabina menghela napas pasrah. Ia tidak nyaman dengan tatapan aneh orang-orang, meskipun dulu ia sering mendapatkannya. Namun, entah mengapa rasanya sekarang begitu berbeda.

Doni berlari secepat kilat lalu menjatuhkan bokongnya di kursi.

"Duh, untung belum dateng Bu Endah. Lega," ucap Doni seraya mengelap keringat di dahinya. Napasnya terengah. Galih dan Andre menoleh ke belakang ke tempat di mana Doni dan Danu biasanya duduk.

"Habis lomba makan soto?" gurau Danu.

"Setan lo, ban motor gue bocor anjir. Gue harus lari dari pertigaan depan. Motor gue, gue tinggal di bengkel deket situ. Daripada nggak ikut ulangan trus nyusul sendirian, kan nggak bisa nyontek." Doni baru sadar jika Danu tidak duduk di sebelahnya. Ia mencondongkan tubuhnya kekanan, tepat di mana Danu duduk untuk melihat Sabina.

"Hallo, Sabina," sapa Doni dengan senyum lebarnya. Ini pertama kalinya Doni menyapanya.

Sabina mencoba tersenyum, kali ini lebih tulus. "Hallo."

"Ugh, tolong selametin gue dari diabetes. Nggak nyangka senyum neng Sabi manis banget."

Secara otomatis Danu menoyor kepala Doni.

"Awas lo macem-macem! Gue sumpahin lo makan soto Pak Larso nggak berhenti-berhenti."

"Setan, kebangetan lo Nu!"

"Ssttt, Bu Endah dateng," interupsi Galih.

Tepat ketika Bu Endah masuk, Gisel beserta dua temannya masuk.

"Maaf Bu, telat," ucap Gisel.

"Duduk."

Eh, kok tumben boleh masuk? Biasanya langsung di suruh keluar.

Gisel sempat menatap Sabina sinis, tapi Sabina tidak takut.

"Ratna, maju ke depan. Tolong bagi lembar soalnya."

Note: Ada perubahan di bab 1, 2 dan 3

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Pesona Hujan
944      507     2     
Romance
Tes, tes, tes . Rintik hujan kala senja, menuntun langkah menuju takdir yang sesungguhnya. Rintik hujan yang menjadi saksi, aku, kamu, cinta, dan luka, saling bersinggungan dibawah naungan langit kelabu. Kamu dan aku, Pluviophile dalam belenggu pesona hujan, membawa takdir dalam kisah cinta yang tak pernah terduga.
My Brother Falling in Love
32621      3199     8     
Fan Fiction
Pernah terlintas berjuang untuk pura-pura tidak mengenal orang yang kita suka? Drama. Sis Kae berani ambil peran demi menyenangkan orang yang disukainya. Menjadi pihak yang selalu mengalah dalam diam dan tak berani mengungkapkan. Gadis yang selalu ceria mendadak merubah banyak warna dihidupnya setelah pindah ke Seoul dan bertemu kembali dengan Xiumin, penuh dengan kasus teror disekolah dan te...
Why Joe
1048      545     0     
Romance
Joe menghela nafas dalam-dalam Dia orang yang selama ini mencintaiku dalam diam, dia yang selama ini memberi hadiah-hadiah kecil di dalam tasku tanpa ku ketahui, dia bahkan mendoakanku ketika Aku hendak bertanding dalam kejuaraan basket antar kampus, dia tahu segala sesuatu yang Aku butuhkan, padahal dia tahu Aku memang sudah punya kekasih, dia tak mengungkapkan apapun, bahkan Aku pun tak bisa me...
My Reason
598      385     0     
Romance
pertemuan singkat, tapi memiliki efek yang panjang. Hanya secuil moment yang nggak akan pernah bisa dilupakan oleh sesosok pria tampan bernama Zean Nugraha atau kerap disapa eyan. "Maaf kak ara kira ini sepatu rega abisnya mirip."
Pasha
1100      469     3     
Romance
Akankah ada asa yang tersisa? Apakah semuanya akan membaik?
After School
1435      854     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Forgetting You
3514      1191     4     
Romance
Karena kamu hidup bersama kenangan, aku menyerah. Karena kenangan akan selalu tinggal dan di kenang. Kepergian Dio membuat luka yang dalam untuk Arya dan Geran. Tidak ada hal lain yang di tinggalkan Dio selain gadis yang di taksirnya. Rasa bersalah Arya dan Geran terhadap Dio di lampiaskan dengan cara menjaga Audrey, gadis yang di sukai Dio.
Nafas Mimpi yang Nyata
227      188     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Menemukan Kebahagiaan di Tengah Pandemi
174      127     1     
True Story
Siapakah yang siap dengan sebuah perubahan drastis akibat Virus Corona19? Pandemi akibat virus corona 19 meninggalkan banyak luka dan trauma serta merenggut banyak kebahagiaan orang, termasuk aku. Aku berjuang menemukan kembali makna kebahagiaan. Ku kumpulkan foto-foto lama masa kecilku, ku rangkai menjadi sebuah kisah. Aku menemukan kembali makna kebahagiaan di tengah pandemi. Kebahagiaan itu ad...
Pupus
385      246     1     
Short Story
Jika saja bisa, aku tak akan meletakkan hati padamu. Yang pada akhirnya, memupus semua harapku.