Loading...
Logo TinLit
Read Story - DanuSA
MENU
About Us  

"Pagi, Bi."

Cowok jangkung berambut hitam tebal bergaya spike itu turun dari tangga seraya memperbaiki letak tas di bahu kanannya.

"Selamat pagi, Den Danu. Ayo sarapan dulu."

"Mama nggak pulang, Bi?" Danu meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di kursinya.

"Pulang kok Den, tapi tadi pagi-pagi sekali sudah berangkat," ucap Bi Sumi seraya meletakkan sarapan roti panggang serta susu di depannya.

Danu menghela napas pasrah dengan sedikit perasaan kesal, "Kenapa nggak bangunin Danu sebelum berangkat, sih?"

"Nyonya bilang kasian sama aden kalo dibangunin, tadi Nyonya jam 4 sudah berangkat ke Surabaya," ujar Bi Sumi yang sudah mengambil pekerjaan lain –mencuci perabot.

Danu berdecak lidah lalu dengan enggan memakan sarapannya.

Selalu saja seperti ini setiap hari.

Danu selalu berharap bisa sarapan bersama ibunya. Namun, nyatanya ia selalu ditemani bi Sumi, wanita tua yang sudah bekerja bersama keluarganya bahkan sejak Danu belum dilahirkan.

"Bi Sum tau nggak kalo rumah kosong di depan ada penghuninya?" tanya Danu setelah menghabiskan sarapannya.

"Iya Den, Aden juga lihat?" Bi Sum dengan cepat melangkah ke arah Danu. "Semalem waktu Bi Sum ngunci pintu pagar, Bibi lihat cewek cantik di balkon lantai dua, lampunya juga nyala. Bi Sum takut lalu buru-buru masuk ke dalem rumah, trus waktu Bibi ngintip dari jendela udah nggak ada Den. Padahal selama 6 bulan kita pindah ke sini bibi nggak pernah lihat sesuatu yang aneh di sana." Wajah pucat Bi Sum tercetak jelas sementara kedua tangannya saling bertautan gelisah ketika menceritakan apa yang dilihatnya semalam.

"Bukan hantu Bi. Ada-ada aja sih, mana ada hantu?" Danu terkekeh pelan meskipun ia ragu, pasalnya ia juga melihat hal yang sama ketika ia berada di kamarnya semalam

"Ya ... siapa tau, orang rumah kosong gitu kok tiba-tiba ada orangnya, kan aneh. Jadi takut keluar malem Bibi."

"Percaya deh bukan hantu itu, tapi ... bidadari jatuh dari surga di hadapanku, eaa." Danu terbahak dengan kalimat yang ia nyanyikan.

"Enggak lucu tau." Bi Sumi kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Cantik nggak sih, Bi?"

"Cantik, emang mau pacaran sama hantu?"

"Bukan hantu, elah. Tetangga baru bisa aja, kan? Kalo cantik, mau ah kenalan. Kali aja bisa nyantol sama kegantengan Danu," ucap Danu seraya menarik krah bajunya keatas tak lupa alisnya yang bergerak naik turun.

"Iya-iya ganteng. Bi Sum aja kalo masih muda pasti kesengsem sama Den Danu," ucap bi Sumi seraya terkekeh ringan.
.

.
Danu menyalakan mesin motornya lalu keluar dari halaman rumahnya. Tatapannya langsung tertuju pada rumah kosong yang ada di depan rumahnya.

Masa hantu, sih?

Pemuda itu penasaran. Melihat jam di tangan kiri, rasanya nggak bakal telat ke sekolah. Danu memutuskan mematikan mesin motornya kemudian berjalan ke arah rumah kosong itu, dengan berani ia memanjat tembok yang ditumbuhi banyak tanaman liar.

Sialan, gue kayak maling. Demi apa dah gue sampe kayak gini?

Langkahnya mantap ke arah pintu, semua jendela kaca tertutup gorden putih, benar-benar menyeramkan. Danu mengintip ke arah lubang kunci. Namun, kemudian jantungnya berdegup kencang. Bukan karena melihat hantu, tapi karena gagang pintu yang bergerak membuatnya mematung hingga seseorang terlihat di depannya yang sedang merunduk, Danu yakin seseorang itu sama terkejutnya seperti dirinya. Ia sempat melihat seseorang itu mundur selangkah. Danu melihat rok abu-abu tepat di depan matanya, setidaknya ia bersyukur melihat sepatu seseorang di depannya menapak lantai.

Layaknya orang bodoh, Danu mendongak melihat siapa yang ada di depannya.

Sabina?

Jika tidak salah, ia yakin sebelum kembali berwajah datar, gadis di depannya sempat mengernyit sambil menyebut namanya meskipun tidak terdengar. Danu segera menegapkan tubuhnya, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Kok lo di sini?" tanya Danu gugup. Ini merupakan pertanyaan kedua Danu semenjak mereka sekelas selama 6 bulan terakhir.

Tanpa mengatakan apapun, Sabina menutup pintu dan pergi seolah tidak ada orang di sana.

Anjir, gue dikacangin, woey!

"Woey!" seru Danu sambil berlari ke arah Sabina yang sudah membuka pintu gerbang

Namun, Sabina–teman sekelasnya yang terkenal nggak pernah ngomong, aneh, juga jutek itu segera menutup pintu dan menguncinya lagi, ia berjalan cepat membiarkan Danu masih berada di dalam.

"Eh, sialan. Ini baru beneran dedemit, anjir gue di kunciin di sini. Woey, Triplek!" teriak Danu pada gadis yang sudah menjauinya.

Eh tapi kan, tadi gue masuk juga manjat pagar.

Satu lagi alasan yang harus Danu tulis dalam ingatannya, alasan mengapa ia membenci Sabina.

Sabina dedemit aneh yang ngacangin Danu, cowok seganteng gue. Gila emang tu cewek.

Nggak jadi deh kenalan, jangan juga nyantol sama kegantengan gue!

Mereka sama sekali tidak pernah bicara bahkan ketika Danu mengulurkan tangannya untuk berkenalan ketika ia baru masuk di SMA Harapan, Sabina tidak mengacuhkannya padahal gadis lain mengantre untuk berkenalan dengannya bahkan banyak para gadis berharap menjadi pacarnya. Semenjak saat itu Danu memutuskan untuk tidak lagi berurusan dengan gadis itu seperti teman yang lainnya. Sabina tidak ramah dan Danu tidak menyukainya. Itu alasan cukup kuat bagi Danu. Danu sama seperti remaja normal pada umumnya bergaul, ramah dan sedikit usil sedangkan Sabina, dia selalu merasa jika dirinya tidak butuh teman. Jadi Danu tidak harus bersikap baik kepadanya, bukan?

Meskipun jujur hingga saat ini ia penasaran —hanya sedikit penasaran dengan gadis berambut sebahu itu. Danu pernah bertanya kepada temannya mengapa Sabina seperti itu tapi tidak ada yang tahu, mereka berkata jika Sabina juga merupakan murid pindahan saat kelas satu dan tidak ada yang pernah mendengarnya bicara kecuali saat ia mengenalkan dirinya di depan kelas itupun Sabina hanya menyebut namanya.
.

.

Ini pertama kalinya Sabina berangkat dari rumahnya karena ia baru saja kembali setelah 8 tahun lamanya, semenjak kejadian itu. Butuh 15 menit berjalan kaki untuk sampai di sekolahnya.

Danu melewati gadis itu begitu saja tanpa ada niat ingin menawarinya tumpangan karena ... siapa sih yang mau boncengin seseorang yang udah bikin lo kesel pagi-pagi? Dan Sabina hanya melihat motor sport merah itu menjauh dengan kecepatan sedang tanpa menaruh rasa peduli sedikitpun.

Satu hal yang mengusik hati Danu sejak tadi, ngapain tu cewek di rumah itu?

Sabina memegang perutnya yang keroncongan, ia belum memakan apapun pagi ini lalu memutuskan mampir ke sebuah minimarket yang letaknya di pertigaan dekat jalan masuk perumahan yang ia tinggali. Gadis itu segera mempercepat kakinya menuju ke sana. Sambutan khas minimarket langsung terdengar ketika ia membuka pintu. Namun tanpa memberi respon apapun ia segera mencari apa yang dibutuhkannya roti sandwich cokelat, susu kotak cokelat dan air mineral ia berencana untuk tidak ke kantin jam istirahat nanti, jadi ia membeli air mineral sekarang. Ia mengambilnya dengan cepat hingga tidak menyadari sepasang mata cokelat memperhatikannya.

"Semuanya Rp 12.500," ucap penjaga kasir wanita dengan sangat ramah.

Sabina segera membuka dompetnya dan menyerahkan selembar seratus ribuan.

"Maaf, ada uang pas? Kami belum mempunyai kembalian."

Sabina menggeleng pelan karena lembar berwarna merah itu adalah satu-satunya penghuni dompetnya.

"Aduh gimana ya? Hei, kamu punya uang kecil?" Kasir itu berbicara pada teman kerjanya.

"Nggak ada."

"Jadikan satu saja mbak, biar saya yang bayar."

Sabina menoleh ke samping sedikit mendongak untuk mengetahui siapa pemilik suara itu dan dilihatnya Danu meletakkan sebotol parfum di atas meja kasir.

"Daripada gue telat karena kelamaan," gerutu Danu pelan. Namun, Sabina mampu menangkap suara itu dengan baik, batinnya memutar mata jengah. Jujur Sabina penasaran mengapa Danu bisa berada di rumahnya pagi-pagi seperti itu, tapi ia memilih berusaha tidak peduli, toh sekalipun Danu ingin mencuri, tidak ada benda berharga di rumah tuanya.

Mbak penjaga kasir melihat mereka bergantian. Namun, ia menurut karena melihat celana dan rok abu-abu yang mereka pakai.

"Semuanya jadi Rp 54.500."

Dengan segera Danu mengeluarkan uang pas dari dalam dompetnya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Sabina yang mematung di sampingnya.

Ia segera mengambil belanjaannya, "Punya Lo." Danu menyerahkan belanjaan Sabina lalu pergi begitu saja.

Sabina ikut melangkah keluar, ia menghampiri Danu yang baru saja akan memakai helm. Ia benar-benar kesal harus berurusan dengan orang lain, apalagi cowok.

"Nanti ku ganti uangmu," ucap Sabina datar, sedatar ekspresi wajahnya saat ini lalu ia melangkah meninggalkan Danu yang terheran-heran.

Cewek aneh itu ngomong sama gue? Gue nggak salah denger kan? Sejarah nih.

Danu memasukkan jari telunjuknya ke dalam telinga dan sedikit menggerakkannya di sana, ia sempat berpikir jika saja telinganya rusak kemasukan air saat keramas pagi tadi.

Tapi nggak kok, masih normal ini.

Danu segera mengendarai motornya ke sekolah, ingin rasanya dia menawarkan tumpangan pada Sabina yang sedang berjalan di trotoar sembari memakan lahap rotinya, tapi daripada ia harus malu karena ditolak lebih baik ia menarik gasnya agar segera sampai di sekolah.

Inget Danu, lo nggak usah peduliin Sabina.

Dan sekali lagi Sabina hanya melihat pria itu melesat kencang tanpa berharap akan ditawari tumpangan.

Ia tidak butuh tumpangan.

????????????

"Eh lo pada udah siapin buat besok?" Suara bass menggantikan gelak tawa Andre dan Doni yang tengah sibuk mengomentari penampilan para siswa yang baru masuk pintu gerbang sekolah.

"Belom, males banget gue sebenernya sama acara kayak gituan, serius." Danu menjawab pertanyaan Galih sambil bersedekap menghadap ke arahnya yang sedang bersandar santai di tembok pembatas lantai dua, sementara Doni dan Andre terkekeh mendengarnya.

"Serius gue juga, tapi kalo pas kegiatan mencari jejak gue bisa sama Gisel gue jabanin dah sumpah."

Mendengar perkataan Doni secara otomatis Andre melayangkan tempeleng ke kepala Doni.

"Sialan lo, kalo itu gue juga mau."

"Apaan sih lo pake nempeleng kepala gue segala!" protes Doni tidak terima, ia mengusap kepalanya yang menjadi korban tangan Andre, tapi justru ditanggapi gelak tawa oleh teman-temannya.

"Eh, si Triplek dateng tuh." Galih menginterupsi mereka dengan sedikit mengedikkan kepalanya ke arah yang dimaksud membuat teman-temannya menoleh ke arah cewek yang menggunakan hoodie merah maroon yang baru saja muncul dari arah tangga.

Seperti biasa, air muka Sabina sangat datar namun ia melangkah penuh percaya diri seolah tidak terganggu dengan beberapa siswa yang melihat aneh ke arahnya dan beberapa diantaranya berbisik membicarakannya tentu saja.

Dengan segera iris coklat Danu berpaling ke arah lain ketika tertangkap basah oleh iris coklat milik Sabina.

Entah mengapa cowok jangkung itu merasa sangat gugup, padahal jelas-jelas tidak sengaja. Atau mungkin karena pagi tadi Sabina sukses membuatnya malu.

Menyadari kegugupan temannya Doni dan Andre berinisiatif mengerjai Danu, mereka mendorong Danu hingga menabrak Sabina yang berjalan di belakangnya membuat mereka berdua membentur dinding. Sabina meringis memegangi kepalanya yang terbentur.

"Sorry, gue nggak sengaja," ucap Danu pada Sabina dengan rasa bersalah yang dalam meskipun itu bukan salahnya. Ia memberikan tatapan mematikan pada Doni dan Andre seolah berkata, "Mati kalian abis ini!"

Alih-alih menerima permintaan maaf Danu, Sabina memilih memberinya tatapan dingin nan tajam kemudian berlalu memasuki kelas mengabaikan tatapan semua orang yang melihat kejadian itu.

Danu menjitak kepala kedua temannya bergantian hingga menimbulkan bunyi cukup keras disertai suara mengaduh mereka berdua, "Sialan lo berdua, hampir terbunuh gue gara-gara matanya. Serem banget."

"Serem apa terpesona?" gurau Andre dan Doni bersamaan sambil mengusap kepalanya yang terasa seperti retak.

Danu memutar mata jengah, "Ish, apaan sih, gue lempar kepala lo
pada pake mangkok es buah pak Larso baru tau rasa."

"Sekalian sih sama isinya juga boleh, biar adem gitu," ucap Doni tanpa rasa bersalah. Danu kembali memutar mata jengah, ia selalu kualahan menghadapi mereka berdua.

"Eh, kalian beneran nggak pernah denger tu cewek ngomong?" tanya Danu menyusul bersandar di tembok pembatas, ia menoleh pada Galih yang sejak tadi hanya diam cenderung tertawa melihatnya dikerjai kedua temannya.

Tidak ada yang menjawab, karena semua tahu jawabannya.

"Padahal gue sempet naksir dia dulu, tapi pas tau dia kayak gitu ilfeel gue, sumpah," ucap Doni terkekeh.

"Siapa sih yang nggak pernah lu taksir di sekolah ini? Si Ratna kutu buku pun lo taksir." Galih akhirnya angkat bicara setelah ia lebih banyak diam sejak tadi.

"Sialan lo ah."

"Padahal sebenernya dia cantik, tapi dingin banget, nggak ada yang tau latar belakangnya. Denger-denger dia tinggal di panti sosial, nggak tau deh bener apa nggak." Galih menjelaskan.

"Serius dia tinggal di panti sosial?" tanya Danu pada Galih yang baru saja memberi informasi.

Galih hanya mengangkat kedua bahunya karena merasa tidak yakin.

"Tadi pagi gue lihat dia keluar dari rumah kosong di depan rumah gue. Lo tau, kan? Padahal tu rumah kosong dah lama banget. Serem." Danu bergidik ngeri membayangkan rumah yang ia kunjungi pagi tadi, ia memilih tidak menceritakan kejadian konyolnya pagi tadi.

Bisa lenyap kegantengannya jika sampai teman-temannya tahu.

.

.

Meskipun Sabina terlihat dingin dan cuek, sebenarnya dia cukup tahu tentang orang-orang di sekolahnya terutama di kelasnya. Seperti Jony pria yang cukup tampan meskipun sering menjadi tertawaan karena logat jawanya yang kental jika dia sedang berbicara, padahal tidak ada yang salah dengan hal itu hanya saja orang-orang di sekitarnya tidak terbiasa mendengarnya, lalu Doni dan Andre yang selalu membuat lelucon konyol yang sebenarnya tidak lucu menurut Sabina dan juga Gisel yang selalu menjadi primadona sekolah, gadis cantik sedikit manja dan sombong dengan IQ pas-pasan itu selalu berhasil menarik pesona para pria namun ia hanya tertarik pada Danu. Sementara Danu, yang Sabina tahu Danu selalu memperhatikannya bukannya sok percaya diri, tapi itu kenyataan. Seperti sekarang, sejak masuk ke kelas Danu yang duduk di bangku sebelah Sabina terus memperhatikannya sementara Sabina sibuk mengerjakan tugas.

Jam pelajaran pertama kosong Bu Endah guru matematika yang killer itu tidak bisa mengajar karena sakit jadi mereka hanya diberi tugas. Beberapa siswa tengah sibuk mengerjakannya sementara yang lain terlihat enggan dan memilih mengobrol. Biasanya di saat seperti ini jika kehabisan waktu mereka-para pemalas itu akan berebut tugas milik si rajin untuk dicontek.

"Danu," panggil Gisel seraya berlari kecil ke arahnya membuatnya segera memalingkan perhatiannya dari Sabina, "besok duduk sama gue, ya?" ucap Gisel manja seraya memainkan rambutnya.

Sabina berdecih dalam hati.

Cewek gatel.

"Besok Pak Bambang yang ngatur Sel," jawab Danu malas, menyibukkan diri dengan menulis tugasnya ia sangat risih dengan Gisel yang selalu mencari perhatiannya.

"Ya udah deh."

Gisel kembali ke tempat duduknya dengan kesal, ia kesal karena Danu selalu cuek kepadanya padahal banyak pria yang rela berlutut untuk menjadi kekasihnya.

????????????

"Mau ngomongin apa lagi sih Cla? Kita udah selesai," ucap Danu menahan kesal.

"Ya udah ya udah, satu jam lagi gue ke sana." Danu berdecak lidah ketika mengakhiri panggilan teleponnya.

Kelas sudah kosong karena pelajaran sekolah sudah berakhir hanya ada dia dan Sabina di kelas, Sabina sengaja berlama-lama karena melihat Danu masih mencatat materi yang ada di papan tulis saat bel pulang sekolah berbunyi, ia ingin mengembalikan uangnya tanpa ingin ada orang lain yang melihatnya berinteraksi dengan seseorang.

Tu cowok ngapain aja tadi? Nyatet gitu aja lama.

Danu memasukkan buku-bukunya ketika sudah selesai. Sabina menghampirinya lalu meletakkan pecahan uang Rp 10.000 dan Rp 2.500 di atas meja Danu, setelah itu dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.

"Hei, Sapi!" panggil Danu membuat Sabi menghentikan langkahnya dan menoleh ke arahnya.

"Oh, jadi nama lo Sapi?" tanya Danu dengan nada mengejek, ia sangat kesal dengan cara gadis ini mengembalikan uang.

Nggak tau terima kasih banget!

Sabina memutar matanya kesal, "Sabina."

"Oh, gue Danu, salam kenal akhirnya kita kenalan juga setelah 6 bulan ya," ucap Danu seraya tersenyum dibuat-buat.

Sabina kembali memasang ekspresi datar, sedatar meja di hadapan Danu lalu pergi dari sana.

Ia harus bekerja.

Sabina bekerja di sebuah kedai kecil yang cukup ramai oleh anak-anak muda seumurannya dan di sinilah Sabina harus memainkan peran seperti orang normal pada umumnya karena jika dia masih jadi Sabina yang dingin maka bosnya akan memecatnya. Beruntung tidak ada satupun teman sekolahnya yang pernah datang ke tempatnya bekerja. Mungkin ada, tapi mereka tidak menyadarinya karena Sabina benar-benar terlihat berbeda di sini. Sudah dua bulan dia bekerja di sini dan ketika merasa cukup mandiri Sabina memutuskan keluar dari panti sosial kemarin.

Ia memakai seragam khas berwarna biru dan juga topi dengan warna senada, rambut sebahu yang biasanya tergerai wajib diikat ia juga memakai sedikit make up karena ia memang dituntut seperti itu.

"Mau pesan apa, Kak?" sapa Sabina ramah pada pengunjung yang baru datang.

"Chocolate milkshake sama waffle, ya?"

"Ada lagi?"

"Nggak, itu aja."

"Total Rp 45.000, Kak."

"Silakan ditunggu Kak," ucap Sabina setelah menyelesaikan transaksi.

Ia segera memberikan pesanan kepada teman kerjanya di belakang bagian dapur lalu kembali lagi ke depan.

"Selamat datang, mau pesan apa, Kak?" sapa Sabina pada seorang pria yang masih sibuk dengan ponselnya.

Danu?

Danu menaikan sebelah alisnya ketika mereka saling bertatapan, ia merasa kenal dengan gadis di depannya.

Di dalam hati, Sabina merapal berdoa agar Danu tidak mengenalinya.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Sabina sekali lagi dengan tersenyum. Berharap dengan apa yang dilakukannya Danu akan mengira jika dia bukan Sabina.

"Uh? Oh, Vanilla latte sama Red velvet slice."

Mata Danu masih menyapu gadis di depannya memastikan dengan apa yang dilihatnya hingga akhirnya ia melihat name tag di dada Sabina bertuliskan Sabina. Berarti benar dia Sabina si gadis Triplek.

"Ada yang lain, Kak?" tanya Sabina ramah. Ia menyadari mata Danu yang melihat name tag-nya

"Lo Sabi?"

Terkutuklah name tag sialan!

Sabina berusaha profesional, ia tersenyum. "Ada pesanan lain, Kak?"

"Nggak, nanti aja."

"Semuanya jadi Rp 55.000."

Danu mengeluarkan dua lembar uang limapuluh ribuan di dompetnya lalu menyerahkannya kepada Sabina sementara matanya terus menangkap gerak-gerik Sabina yang sangat berbeda dari biasanya.

Batinnya masih bergelut. Apa Sabina mempunyai kembaran? Atau punya kepribadian ganda? Tapi nama di pakaiannya Sabina.

"Elo Sabi yang gue kenal, kan?"

Sabina melirik Danu dari ekor matanya, ketika ia mengambil uang kembalian. Jika saja tidak sedang bekerja maka ia tidak akan menghiraukan Danu, tapi jika ia terlihat tidak ramah kepada pelanggan maka dia akan kehilangan pekerjaannya.

"Silakan menunggu, nanti kami antar pesanannya." Gadis itu menyerahkan kembalian dengan tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Danu, sementara Danu masih terheran-heran namun sedikit terpesona dengan senyum Sabina, terlihat sangat manis ketika lesung pipit tercetak jelas di pipi sebelah kirinya.

Danu duduk di kursinya, matanya tidak pernah lepas dari Sabina yang terlihat sangat ramah melayani para pelanggan.

Ia masih tidak habis pikir, kemana wajah itu disembunyikan selama ini?

"Sorry gue telat," ucap Clara yang langsung duduk di seberang Danu. Gadis itu cantik, dengan rambut panjang bergelombang yang tergerai serta pakaian yang sangat menunjang penampilannya.

"Mau ngomong apa sih?" tanya Danu tanpa basa-basi.

"Ya elah Nu, baru juga gue sampe masa udah langsung to the point aja."

Sabina datang membawa pesanan Danu ia meletakkannya di meja dengan hati-hati.

"Mbak aku pesan Green tea sama vanilla cupcake dong, nanti bawain ke sini sekalian bayar di sini, ya."

"Baik, tunggu sebentar."

Danu masih terpesona dengan senyum Sabina bahkan ketika gadis berlalu Danu masih memperhatikannya.

Sesekali Sabina melirik ke arah Danu yang terlihat malas mendengarkan ocehan teman wanitanya, ia berharap jika Danu tidak menyebarkan hal ini di sekolah. Itu bisa menghancurkan image yang ia bangun selama ini. Meskipun Sabina yang sesungguhnya memang Sabina yang seperti itu, setidaknya itu menurutnya sendiri. Sabina yang ramah itu hanyalah topeng agar ia bisa bertahan hidup. Ia harus mencari uang sendiri agar bisa makan. Beruntung Sabina tidak harus memikirkan biaya sekolah karena dia tergolong murid pintar hingga ia mendapat beasiswa.

"Bi, pesanan meja nomer 9 udah jadi tu."

Sabina segera mengantar pesanan milik cewek berambut panjang di depan Danu.

"Gue nggak bisa Cla."

Danu melihat Sabina datang hingga sebuat ide terlintas di benaknya karena ia sudah muak mendengar Clara minta balikan.

"Gue udah punya cewek."

"Siapa?!"

Danu berdiri dan secara tiba-tiba merangkul Sabina, "Dia cewek gue, namanya Sabina. Ya kan, Bi?"

Sabina melebarkan kedua matanya lalu memberikan tatapan bertanya pada Danu yang tersenyum -memaksakan senyum kepadanya. Tidak ada pilihan lain yang bisa membantunya keluar dari situasi ini selain Sabina.

"Bantu gue sekali aja," bisik Danu di telinga Sabina.

Sabina tersenyum, terlihat begitu dipaksakan. Namun, berhasil membuat Clara kesal.

"Aku harus kerja," ucap Sabina memberi isyarat agar Danu melepas tangannya.

Ia sempat memberi tatapan sinisnya sekian detik pada Danu dan pria itu menyadarinya.

Mati gue!

How do you feel about this chapter?

0 1 0 0 2 0
Submit A Comment
Comments (12)
  • YulianaPrihandari

    @DanFujo itu awalnya blm ada adegan ngambil fotonya Danu buat jaga-jaga, tapi karena ada komen dari @drei jadi saya tambahin biar ada alasannya (sebab akibat).

    Nggak perlu jadi kakak atau adik, cukup jadi sahabat yang "peka" dengan sahabatnya hehe. Temen-temennya Danu pada nggak peka karena Danu cukup pintar menyembunyikan masalahnya hehe

    Comment on chapter Rasa 24
  • DanFujo

    @drei Menurutku itu biasa sih. Kan cuma curiga di awal doang, abis itu hapenya udah jadi hak dia juga. Kurang lebih bahasanya: udah kebukti ni anak lagi butuh. Lagipula dia bilang kayak gitu juga cuma akal-akalan biasa pedagang Wkwkwk

    Btw, @YulianaPrihandari Ini gue pengen banget jadi kakak atau adeknya Danu, biar dia gak sendirian gitu. Biar kalau ada masalah ada tempat curhat gitu. Kok rasanya sedih banget yah pas dia minta penjelasan dari ibunya. Membulir juga air mataku. Meski gak menetes :"

    Comment on chapter Rasa 24
  • YulianaPrihandari

    @drei si Abangnya terlalu kasian sama Danu wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 2
  • YulianaPrihandari

    @AlifAliss terimakasih sudah membaca :):)

    Comment on chapter Rasa 2
  • drei

    si abang konter ceritanya nuduh danu nyopet, tapi minjemin motor kok mau? ^^'a motor kan lebih mahal dari hape haha... (kecuali itu bukan motor punya dia)

    Comment on chapter Rasa 7
  • drei

    wah menarik nih... starting off well. will definitely come back. XDD

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Dukung banget buat diterbitkan, meskipun kayaknya harus edit banyak. Wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 21
  • AlifAliss

    Kok aku ikut-ikutan bisa logat sunda yah baca ini wkwkwk

    Comment on chapter Rasa 6
  • AlifAliss

    Gue juga jatuh cinta ama Sabi, tapi gak apa-apa kalau keduluan Danu. ????

    Comment on chapter Rasa 2
  • AlifAliss

    Jatuh di hadapan siapa, Nu? Di hadapanku? Eaakk.. ????

    Comment on chapter Rasa 2
Similar Tags
Salju di Kampung Bulan
2098      962     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Renjana: Part of the Love Series
256      209     0     
Romance
Walau kamu tak seindah senja yang selalu kutunggu, dan tidak juga seindah matahari terbit yang selalu ku damba. Namun hangatnya percakapan singkat yang kamu buat begitu menyenangkan bila kuingat. Kini, tak perlu kamu mengetuk pintu untuk masuk dan menjadi bagian dari hidupku. Karena menit demi menit yang aku lewati ada kamu dalam kedua retinaku.
Konfigurasi Hati
460      327     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Kisah yang Kita Tahu
5738      1727     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...
Perfect Love INTROVERT
10697      1995     2     
Fan Fiction
Rasa yang tersapu harap
10379      2195     7     
Romance
Leanandra Kavinta atau yang biasa dipanggil Andra. Gadis receh yang mempunyai sahabat seperjuangan. Selalu bersama setiap ada waktu untuk melakukan kegiatan yang penting maupun tidak penting sama sekali. Darpa Gravila, cowok sederhana, tidak begitu tampan, tidak begitu kaya, dia cuma sekadar cowok baik yang menjaganya setiap sedang bersama. Cowok yang menjadi alasan Andra bertahan diketidakp...
Namaste Cinta
10817      2079     5     
Romance
Cinta... Satu kata yang tak pernah habisnya menghadirkan sebuah kisah...
Love You, Om Ganteng
17106      4156     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Aku dan Dunia
365      278     2     
Short Story
Apakah kamu tau benda semacam roller coaster? jika kamu bisa mendefinisikan perasaan macam apa yang aku alami. Mungkin roller coaster perumpamaan yang tepat. Aku bisa menebak bahwa didepan sana ketinggian menungguku untuk ku lintasi, aku bahkan sangat mudah menebak bahwa didepan sana juga aku akan melawan arus angin. Tetapi daripada semua itu, aku tidak bisa menebak bagaimana seharusnya sikapku m...
Secret Elegi
4313      1270     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...