Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jika Aku Bertahan
MENU
About Us  

Bagai elang yang mencabik mangsanya, Aya menghujamkan pisaunya berkali-kali dengan tawa meliputi wajahnya. Bukan hanya leher Ayahnya, dia juga menusuk perut serta tangan lelaki itu. Awalnya Ayahnya sempat tersadar dan memberontak, tapi luka-lukanya menghalanginya untuk bangkit.

Aya tidak berhenti hingga tubuh lelaki itu mendingin, darah kental menghiasi jasadnya dengan mengerikan. Melihatnya seperti itu, Aya menyeringai selagi mengelap darah lelaki itu dengan seragamnya.

“Andai saja itu semua nyata,” isak Aya dengan nestapa, memandang Ayahnya yang tidur pulas tanpa sedikit pun luka. Adegan pembunuhan itu hanya imajinasi belaka. “Andai gue benaran bisa ngebunuh...”

Aya mencengkeram kuat belatinya, merasa dikhianati dirinya sendiri sementara Ayahnya tidur lelap. Betapa kesalnya dia yang bahkan tidak berani merebut nyawa orang yang selalu membuatnya menderita. Aya tidak bisa membunuh Ayahnya.

Isak tangis mengisi kekosongan malam hari itu, siur angin mendinginkan hati Aya yang sepi. Gadis itu menggeleng, kini menguatkan hatinya.

“Kalo gitu,” bisiknya dengan tangan bergetar, diarahkannya ujung belati itu ke lehernya. “Gue yang pergi!”

Namun Aya sepengecut itu.

Dilemparnya belati itu ke sembarangan arah, denting bunyinya yang jatuh membuat Aya sadar. Dia tidak bisa melakukannya.

Dia harus hidup bagai neraka hingga mati.

“AAAHH!” teriaknya selagi berlari keluar dari kamar Ayahnya, hampir terpeleset dan jatuh menubruk beling bir. “GUE BISA GILA!”

Dengan langkah cepat Aya memasuki kamarnya, napasnya terengah-engah ketika dia sampai. Ditatapnya suasana kelam ruangan itu, tampak sangat berbeda sebelum hari itu. Hari dimana semuanya menjadi gelap.

Betapa Aya merindukan kehidupannya yang dulu.

“Pengecut,” gumamnya selagi membenamkan diri di dinginnya kasur. “Aya pengecut.”

***

Ketika sang raja siang menampakkan diri di ufuk timur, Aya sudah selesai mempersiapkan diri untuk pergi sekolah. Rasanya sungguh berat meninggalkan rumahnya, mengetahui hari itu saat-saat terakhir Aya bisa berdiam diri di tempat kebahagiannya dulu.

“Kalo Ayah ngeliat belati itu,” gumamnya selagi merapikan seragamnya. “Gue pasti mati.”

Dengan langkah cepat Aya keluar dari kamarnya, refleks menoleh ke sana ke mari bagai menantikan seseorang yang bersiap menerjang ke arahnya. Ketika tidak merasakan ancaman, gadis itu dengan hati-hati melangkah di antara botol bir yang pecah menuju pintu rumahnya.

“Mau ke mana lo?” Sontak bulu kuduk Aya berdiri, jantungnya berdetak kencang dengan berisik. “Belati ini maksudnya apa, hah? Mau bunuh gue?”

Aya menoleh, menatap balik Ayahnya dengan perasaan takut. Lelaki itu berdiri tidak jauh darinya, menggenggam kuat belati layaknya jika longgar sedikit saja, Aya dapat merebutnya kembali dan menggunakannya dengan maksud membunuh.

Namun Aya tidak seberani itu.

“A-Aya cuma mikir kenapa gak ada pisau lagi di rumah ini,” ucapnya dengan terbata-bata bagai ditangkap basah melakukan hal buruk. “Belati itu bisa buat masak.”

Mendengar alasan Aya, lelaki itu malah menyeringai sejenak. “Gue sengaja ngebuang semua benda tajam biar gue bisa nahan diri dari ngebunuh lo!” teriaknya selagi mencengkram belati itu dengan kuat, melampiaskan emosinya pada benda itu. “Kenapa malah lo yang berniat ngelukain gue, hah?”

Dengan cepat Ayahnya berlari ke arahnya sebelum terlebih dahulu melempar senjata itu sembarangan arah. Aya yang melihatnya membeku, tidak menyangka akan diterjang secepat itu.

“AAAH!” Ketika lelaki itu menggenggam tangannya, tenaga yang dikeluarkannya sungguh besar hingga membuat Aya merintih. “Lepaskan, Ayah! Aya minta maaf!”

Namun lelaki itu sudah kehilangan akalnya, bahkan sepertinya melupakan fakta bahwa gadis yang berdiri di hadapannya adalah darah dagingnya sendiri. Dia memungut botol birnya dan menghujamkannya pada tangan Aya.

Kesakitan berkat serangan Ayahnya, gadis itu berusaha mempertahan diri. Ditendangnya selangkangan Ayahnya dengan sisa kekuatannya lalu segera kabur meninggalkan rumahnya.

“AYA! KEMBALI!” Samar-samar terdengar teriakkan Ayahnya dari jauh, tapi perhatian Aya sudah terfokus pada tangannya yang patah.

Dengan isak tangis Aya berlari tanpa tentu arah, bingung karena tidak memiliki uang yang cukup untuk sekedar diperiksa tangannya.

“Aya, lo kenapa?” Ketika mendengar suara familiar itu, Aya menoleh pada Lily. Gadis itu sedang berada di mobilnya, menurunkan jendelanya demi menyapa sahabatnya. “Hah, tangan lo kenapa?”

“Gue bodoh, Ly,” jawab Aya yang segera dibalas tatapan tidak mengerti dari Lily. “Gue harusnya jangan ngenantang monster kalo belum siap.”

Meskipun tidak mengerti satu kata pun yang diucapkan Aya, tapi gadis itu tahu jika sahabatnya membutuhkan pertolongan medis.

Disuruhnya Aya memasuki mobilnya yang dengan senang hati diterimanya, lalu segera mengganti arah tujuan menjadi rumah sakit terdekat.

Setibanya di tujuan, dengan sigap Lily mengurusi segala proses penyembuhan tangan Aya dari administrasi hingga pembayaran. Aya yang sudah termakan rasa sakit, hanya dapat merintih selagi Lily menangani segalanya.

“Gimana kalo gue diamputasi, Ly?” ucap Aya dengan nestapa, memikirkan hidupnya yang sudah terlalu banyak rintangan. “Gue harus gimana?”

Tapi Lily tidak mudah putus asa, terutama pada sahabatnya sendiri. “Tenang, Ya. Gue gak bakal ngebiarin lu cacat.”

Dengan segera Aya memasuki ruang pemeriksaan. Dalam hati, Aya bersumpah akan segera merebut nyawanya jika tangannya berakhir hilang.

***

“Gimana keadaan Aya?” tanya Farel dengan cemas, lelaki itu segera pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar dari Lily. “Apa dia baik-baik saja?”

Lily hanya dapat mengangkat bahunya, dia tidak mengetahui apa pun tentang pengobatan. Melihat reaksi pacarnya, Farel hanya bisa pasrah menunggu bersamanya hingga Aya selesai ditangani.

Detik melebar menjadi menit, dan ketika pintu ruangan Aya terbuka, gadis itu keluar dengan tangan digips. Sesaat Lily menghela napas mengetahui Aya tidak kehilangan tangannya.

“Ya, siapa yang ngelakuin ini ke lo?” tanya Farel dengan marah. “Siapa?”

Aya menatapnya dengan kosong. “Bukan siapa-siapa, gue aja yang ceroboh jatuh ke batu,” ujarnya bohong, tidak ingin masalah keluarganya yang hancur diketahui mereka berdua.

Namun ketika Farel hendak berkata-kata lagi, Aya mendekati Lily dan memintanya bicara personal. “Apa gue boleh nginep di rumah lo malem ini?” tanya Aya dengan datar, tidak peduli lagi dengan semua ini semenjak tangannya digips. “Boleh?”

Sekuat apapun keinginan Lily untuk mengiyakan permintaan Aya, tapi dia sudah ada janji malam ini. “Maaf Ya, gue udah janji ke Papa Mama bakal ngajak Farel makan malam,” ucapnya dengan pelan, tidak enak menolak permohonan Aya.

Mendengarnya, Aya lantas putar tubuh dan berjalan ke arah pintu rumah sakit. Segera pergi dari hadapan Lily dan Farel tanpa mengatakan apa-apa.

Saat itu sudah pukul 9 dan Aya tidak tahu harus melangkah ke mana. Dia tidak ingin menarik perhatian teman-temannya di sekolah berkat gips yang membaluti tangannya. Aya pula menghindari rumahnya mengetahui Ayahnya akan dengan senang hati menyambutnya pulang.

Maka seharian itu Aya memutuskan untuk berdiam diri di sebuah café, memesan minuman seadanya dengan niatan berhemat.

“Dik, apa masih lama di sini?” sapa seorang pelayan dengan tampang terganggu mengingat Aya hanya memesan satu minuman namun bertahan lama di café. “Sudah jam 5 sore.”

Mengerti bahwa keberadaannya tidak diinginkan, Aya segera meninggalkan café itu. Tanpa tujuan berjalan mengitari perumahan dan terhenti ketika berada di depan rumah Lily.

Didekatinya rumah itu dan mengintip ke dalam, tampak sahabatnya sedang membantu Ibunya menyiapkan hidangan makan malam untuk Farel.

Melihat kehangatan rumah itu hanya membuat hati Aya semakin sesak.

“Beda banget suasananya sama rumah gue,” bisik Aya lirih selagi memperhatikan rumahnya dari jauh. “Beda-“

Saat itu akhirnya Aya memperhatikan rumahnya. Matanya melebar ketika menyadari keadaan rumahnya, asap pekat menghiasi langit di sekitarnya. Dengan cepat Aya lari menuju kediamannya, tidak peduli sakit yang dirasakan tangannya.

“Rumah Pak Toni kebakaran!” teriak salah satu warga yang ternyata ikut membantu meredakan api yang bergejolak. “Dia masih di dalam!”

Betapa terkejutnya Aya menyaksikan adegan tersebut. Para warga berdatangan bagai air limbah membantu meredakan api sementara Aya hanya bisa terduduk menyaksikan dengan kelu. Rumahnya terbakar. 

“Kau Aya kan? Apa yang terjadi?” tanya salah seorang lelaki paruh baya dengan nada mendesak, tampak berhati-hati melihat tangan Aya yang digips. “Kenapa bisa kebakaran?”

Namun Aya sama sekali tidak punya ide atas kendalanya. Dia hanya sadar bahwa tempat kenangan yang memuat kebahagian keluarga kecilnya dulu sudah musnah.

Musnah menjadi reruntuhan dan arang. Bagai hidupnya.

 

 

To be continue~

Kasian ya hidup Aya:(, tetep baca terus yang buat tahu keadaan Aya ke depannya!

Jangan lupa kesan pesannya ya guys

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 3 6 0 4
Submit A Comment
Comments (12)
  • Anganangan

    Keren ciip

    Comment on chapter Hidup yang Membosankan
  • Alinarose_19

    Huh.... Cobaan banget ya, Ya. Mau mati aja susah, apalagi hidup... Ceritanya bagus, mengalir, kayak air di kali ???? semangat terus deh buat Aya, sama penulisnya...

    Comment on chapter Hidup yang Membosankan
Similar Tags
Yang Terukir
767      494     6     
Short Story
mengagumi seorang cowok bukan lah hal mudah ,ia selalu mencurahkan isi hatinya melalui sebuah pena,hingga suatu hari buku yang selama ini berisi tentang kekagumannya di temukan oleh si cowok itu sendiri ,betapa terkejutnya ia! ,kira kira bagaimana reaksi cowok tersebut ketika membaca buku itu dan mengetahui bahwa ternyata ada yang mengaguminya selama ini? Yuk baca:)
Find Dreams
276      226     0     
Romance
Tak ada waktu bagi Minhyun untuk memikirkan soal cinta dalam kehidupan sehari-harinya. Ia sudah terlalu sibuk dengan dunianya. Dunia hiburan yang mengharuskannya tersenyum dan tertawa untuk ratusan bahkan ribuan orang yang mengaguminya, yang setia menunggu setiap karyanya. Dan ia sudah melakukan hal itu untuk 5 tahun lamanya. Tetapi, bagaimana jika semua itu berubah hanya karena sebuah mimpi yan...
Hatimu jinak-jinak merpati
588      396     0     
Short Story
Cerita ini mengisahkan tentang catatan seorang gadis yang terlalu berharap pada seorang pemuda yang selalu memberi kejutan padanya. Saat si gadis berharap lebih ternyata ...
Surat Kaleng Thalea
4397      1247     2     
Romance
Manusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan. -Kahlil Gibran-
Altitude : 2.958 AMSL
723      494     0     
Short Story
Seseorang pernah berkata padanya bahwa ketinggian adalah tempat terbaik untuk jatuh cinta. Namun, berhati-hatilah. Ketinggian juga suka bercanda.
Wedding Dash [Ep. 2 up!]
2969      1117     8     
Romance
Arviello Surya Zanuar. 26 tahun. Dokter. Tampan, mapan, kaya, dan semua kesempurnaan ada padanya. Hanya satu hal yang selalu gagal dimilikinya sejak dulu. Cinta. Hari-harinya semakin menyebalkan saat rekan kerjanya Mario Fabrian selalu mengoceh panjang lebar tentang putri kecilnya yang baru lahir. Juga kembarannya Arnaferro Angkasa yang selalu menularkan virus happy family yang ti...
Konfigurasi Hati
557      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Matchmaker's Scenario
1347      710     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
Rinai Kesedihan
801      539     1     
Short Story
Suatu hal dapat terjadi tanpa bisa dikontrol, dikendalikan, ataupun dimohon untuk tidak benar-benar terjadi. Semuanya sudah dituliskan. Sudah disusun. Misalnya perihal kesedihan.
To The Bone
623      383     0     
Romance
Posting kembali.. Sedikit di Revisi.. --- Di tepi pantai, di Resort Jawel Palace. Christian berdiri membelakangi laut, mengenakan kemeja putih yang tak dikancing dan celana pendek, seperti yang biasa ia pakai setiap harinya. > Aku minta maaf... karena tak bisa lagi membawamu ke tempat-tempat indah yang kamu sukai. Sekarang kamu sendirian, dan aku membenci itu. Kini kamu bisa berlari ...