Shea tersenyum manis. Untuk pertama kalinya, Bik Inah melihat putri tunnay tersenyum begitu manis dan akhirnya tertawa lepas.
Hanya dengan cowok itu. Shea hanya bisa tersenyum dan tertawa dengan cowok itu.
Tak lama kemudian, si cowok harus segera pulang. Ia berkata, ia akan menemui Shea besok dan ia punya kejutan.
“Non, Bibik baru liat non ketawa baru sekali ini. Emang tadi itu siapa ?. Pacarnya non ya,” Goda Bik Inah.
Shea memandangi Bik Inah dengan pandangan aneh dan dingin.
“Oh..oo maaf non.”
Tiba – tiba Shea tersenyum, “Ih, Bibik, Shea bercanda. Tadi itu temen lama Shea,” Ujarnya. Lalu gadis itu beranjak ke lantai dua.
Shea menghela napas dan tersenyum sambil berputar – putar.
“Astaga, dia kembali !,” Pekiknya. Kemudian Shea berbaring dalam keadaan terus tersenyum. Dia merasa menjadi gadis paling bahagia malam ini.
Tak lama kemudian ia terlelap…
“Tik…tikk.. bunyi hujan di atas genteng.. airnya turun tidak terkira. Cobalah tengok dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua…
Mary has a little lamb… little lamb..”
“I see you once again my love…” “Sebentar ya sayang, mama mau angkat telpon.
Shea mengangguk sambil terus memandangi hujan dari jendela.
“Yes, it’s me..”
“How many times I told you !, you should do it right now !, divorce him, or I’ll kill you !!.”
“Daniel, that’s not easy as you think..”
“Yes ?, because you was in love with him, right ?. Huh ?!.”
“No Daniel !, stop !. You don’t know what was happened !.”
Shea menoleh. “Mama, itu siapa ?. Kenapa dia bicara keras sekali di telpon ?. Tidak sopan.” Ujar Shea.
“Itu hanya teman mama, ayo kita kembali bernyanyi.”
“Mary has a little lamb…little lamb..little lamb…”
Shea seolah kembali terbangun dan mendapati ia berada di koridor lantai dua rumah lamanya. “Sedang apa aku disini ?,” Pikirnya. Ia berjalan pelan menyusuri koridor dengan kaki mungilnya.
“AAHHH!!!, Daniel stoop !!!!. Azhof !, Azhof tolong mama nak !!, Mas Amar !!!.”
Shea berlari menuju ke sumber suara. Ia membuka pintu kamarnya dan melihat pria berambut pirang sedang menindih tubuh ibunya. Belum sempat pria itu berkutik menyentuk Shea, Shea berlari memanggil bibiknya dan meminta wanita ituelpon ayahnya.
Lalu ia kembali keluar, gadis kecil itu cukup cerdas di untuk anak seusianya. Ia mendapati Azhof baru sampai di pekarangan rumah. Entah dari mana.
“Kakak !, Kak.., mama! tolong mama !.”
Azhof langsung berlari ke dalam. Syukurlah mamanya tak apa. Ada beberapa luka ringan saja. Tapi Shea benar – benar tak tahu apa yang terjadi. Ia tak paham.
Shea terdiam duduk di sebelah Azhof. Ia menarik pelan jaket kakaknya. “Mama kenapa ?,” Tanya Shea pelan. Azhof menoleh pada papanya sebelum ia menjawab .
“Bawa adik keluar, kasian, dia nggak ngerti.”
Azhof menggandeng adik kecilnya ke kamar. “Mama nggak apa, dek. Cuma luka – luka kecil aja.”
“Terus tadi ada orang rambutnya kuning..”
“Ah adek ngaco, bukan. Mama baik – baik saja. Ayo tidur, kakak temenin deh.”
Shea pun terlelap di pelukan Azhof.
“Mama… ma…”
“Ma.. mama dimana ?.”
“Maa.. AAA….!!!”
7.Shea
Bik Inah meletakkan kembali gelas yang barusan ia sodorkan pada Shea. Gadis malang itu menjerit begitu keras barusan.
“Mau tidur lagi atau cerita, non ?,” Tanya Bik Inah.
“Jam berapa sekarang ?.”
“Jam 05.00, non.”
“Bibik mau dengerin cerita Shea ?, Tanya Shea lirih. “Mau, bibik selalu siap dengar. Non aja yang nggak pernah ngomong,” Jawab Bik Inah.
“Tadi Shea mimpi mama bik. Shea tiba – tiba ingat sama Daniel. Om – om yang sering bentak mama di telpon. Pake Bahasa Inggris,” Ujar Shea.
Bik Inah manggut – manggut. “Non Shea nggak mau ceritain cowok kemaren aja ?, mungkin non bisa lebih tenang,” Usul Bik Inah.
“Oke. Cowok kemaren itu namanya Reza bik. Dia temen Shea sejak di Jakarta, sejak Shea SD. Dia selalu jadi tempat cerita Shea dan bisa menghibur Shea. Dia juga pernah bilang kalau Reza suka sama Shea,” Jelas Shea.
“Uhuu…, terus kemarin baru ketemu ?,” Tanya Bik Inah.
“Iya, Shea kira dia masih di Jakarta. Ternyata dia juga pindah ke Bandung. “
“Pasti seneng banget. Udah jam 6 non, siap – siap ya…”
Pagi ini Shea bersiap lebih pagi dari sang ayah. “Pa, Shea duluan,” Pamitnya singkat tanpa sedikitpun menoleh. Ia langsung melaju ke sekolah bersama Pak Eko.
Sesampainya di sekolah ia melongok ke X MIPA 4. Tak ada Reza disana, katanya jam segini ia sudah ada di sekolah. Shea berbalik ke kelasnya dan menengok ponselnya.
“Kamu dimana ?.” –Shea-
Tentu saja belum ada balasan. Baru saja Shea berbalik untuk mengambil laptop dan meletakkannya di meja, sudah ada balasan.
“Aku disini.” –Reza-
Shea mendongak dan tersenyum.
“Gue bener kan ?, tiap ada gue loe pasti senyum.,” Ujar Reza. “Tahu dari mana, loe kan liat gue senyum Cuma kalo ketemu gue. Loe nggak tahu kalo gue bisa senyum ke orang lain,” Shea menyanggah.
“Udah deh nggak usah bohong !.”
“Oh, ternyata Shea bisa juga ngomong !,” Celetuk Alvin. “Lu ga bisa bedain bisu sama pendiam ya ?,” Sahut Nisa. Alvin malah nyengir.
“Oke, sampe ketemu nanti. Gue masuk dulu,”Ujar Reza.
Untuk pertama kalinya, Shea merasa sangat tidak sabar menunggu bel istirahat berbunyi. Usai bel itu berbunyi, ia langsung berjalan keluar. Namun dimana Reza ?.
Ia berkeliling sendiri mengitari sekolah, tiba – tiba terdengar rebut – rebut di kantin. Ia duduk di salah satu sudut kantin sambil menenggak segelas the pesanannya.
Arei.
“Hei guys !!!, tahu nggak sih yang namanya Areiina Aren Achemmm, anak dari kelompok bantuan yang sok – sokan !. Tahu nggak, kamsek banget loe kalo gatau !.”
“Aha !, gue tahu, dia anak MIPA 3, paling orang tuanya mohon – mohon sujud – sujud ke kepsek biar anaknya bisa dimasukin kelas itu. Padahal dia tolol !.”
“Bego banget. Tau nggak sih, dia sok – sokan ikut gank kantin dan sok akrab banget sama yayang – yayang kita. Masa iya si Bisma, Reza sama Asnar main sama si kucel !.”
“Loe tahu nggak sih, kemarin gue ketemu dia di Café Garriz !.”
“Masa ?, mana mampu dia beli di café kayak gitu ?”.
“Kan gue belum selesai ngomong, cyin…. Dia nggak beli apa – apa disitu, tapi dia..”
“Reza ?. Jadi Reza temen mainnya Arei ?. Berarti harusnya cowok itu tak jauh dari sini,” Terkanya.
“Loe tuh nggak usah belagu ya, Bapak cuma sales, ibu kerjanya amburadul, nggak usah belagu !,” Ujar Kak Tia yang tiba – tiba langsung menarik kerah Arei.
Namun tangan gadis itu ditepis.
“Kak, apa begini contoh kakak kelas yang baik ?. Yang belagu siapa coba ?,” Tiba – tiba Reza muncul.
“Nggak usah belain dia, Rezaa !!!!,” Jerit Cindy.
“Dia temen gue,” Shea menoleh. Itu Reza. Tiba – tiba Reza memeluk Arei.
Mata sayunya yang indah terbelalak. Ia kaget melihat Reza. Tak lama kemudian Reza memandangnya. Cowok itu tampak terkejut. Kemudian ia bawa Arei kembali ke bangkunya.
“Jangan macem – macem !, duit orangtua aja belagu !,” Ia memaki.
“Astaga, sedekat apa RPeza dengan Arei ?, berani sekali dia memeluk gadis itu ?,” Pikir Shea. Namun gadis itu terlanjur kaget dan mengira Reza tak serius dengan perkataannya 4 tahun lalu.
Suasana sekolah begitu ramai, hiruk pikuk anak – anak yang merayakan kelulusan terdengar begitu jelas. Mereka kesana kemari, saling berpelukan, tak sedikit dari anak – anak ini yang bukan orang asli Jakarta. Jadi kebanyakan dari mereka pindah karena pekerjaan orang tuanya atau harus kembali ke kampong halaman.
Shea salah satunya. Gadis 11 tahun itu baru saja melihat surat pemindahan tugas ayahnya ke Bandung kemarin sore. Betapa terkejutnya gadis itu. Ia berpelukan dan bersalaman dengan beberapa temannya sambil berurai air mata.
Saat itu Shea memang sudah pendiam, tapi ia lebih terbuka dan punya banyak teman saat itu.
“Heii..,” tiba – tiba tangan mungilnya ditarik.
“Kenapa, Reza ?,” Tanya Shea parau.
Reza tersenyum sambil menyeka air mata sahabatnya. “Ayolah.., sudah jangan menangis. Tidak ada yang bisa kamu rubah dengan menangis. Percayalah. Sekarang, Shea berhenti menangis, kamu nggak boleh cengeng. Mama pernah bilang kan kalua Shea nggak boleh cengeng ?,” Tanya Reza.
Shea mengangguk pelan.
“Ta..tapi.. kita bakal kepisah, Za.. aku nggak punya temen disana…”
“Kata siapa ?. Kamu tahu kan kalau Liyana sama Vera pindah ke Bandung. Ekshor, Figo, Raissa sama Afiyah juga disana,” Sahut Reza.
Shea masih terisak dalam diam.
“Hei Shea, lihat aku. Aku suka sama kamu.”
Seketika dagu Shea terangkat. Ia menatap Reza dengan pandangan tak percaya.
“We were only eleven…
But acting like grownups..
Like we’re in the present..
Drinking from plastic cups..
Singing love forever and ever..
Well, I guess that was true..”
Anne Marie – 2002
Shea berbalik menuju kelas dengan langkah setengah berlari. Ia tak mengerti perasaan yang bergejolak di hatinya sekarang, air matanya menetes. Entah mengapa ia merasa begitu sedih.
“Shea !!.”
Itu Reza. Ketika masuk kelas, Shea berpesan pada Alvin yang duduk di bangku paling depan, “Kalo Reza nyari.., bilang gue gak ada.” Gadis itu bersembunyi di gudang kelas.
“Shea !!, mana Shea !!!.”
“Dia nggak ada, loe nggak ketemu dia di luar ?,” Tanya Alvin. “Ngaco lu, jelas – jelas gue liat dia masuk sini !.”
“Gue dari tadi di depan sini !, loe meragukan penglihatan gue ?!, siapapun yan masuk sini pasti nyenggol kaki gue, dan gue nggak ngerasa sedikitpun kesenggol kaki Shea !,” Balas Alvin.
“Ah ! yaudah makasih !!.”
Cukup lama Shea terdiam di gudang. Hingga Alvin memanggilnya. “Makasih, Vin,” Ujarnya pelan.
“Loe kenal sama Reza ?, ada apa ?, kok sampe kalut dia nyariin elo ?,” Tanya Alvin.
“Nggak, gue nggak kenal.”