Malam itu, ketika bintang saja tak berpijar terang. Luka itu datang. Menyelimuti lara yang tak kunjung usai ditemani malam sendu tanpa sinar.
-Dua Sisi-
Rose menatap pintu rumah Chandra dengan tatapan meragu. Beberapa menit yang lalu dia sempat bertemu Jiyo. Iya, Jiyo masa lalu seorang Chandra. Karena dia takut bukan kehadirannya yang dibutuhkan Chandra walau dia juga butuh kejelasan. Banyak hal yang ingin dia tau. Tapi dia meragu. Takut kehadirannya tidak diinginkan.
"Gue engga tau masalah kalian. Tapi, Chandra butuh elo, Rose. Bukan gue tapi elo. Elo yang Chandra butuhin."
"Engga, bukan gue yang dia butuhin,"balas Rose bersikukuh pada pendiriannya.
Jiyo berdecak,"Chandra abis berantem semalam dan dia nolak gue obatin. Kayaknya pengecualian kalo itu lo."
Rose tersenyum kecut. Lelucon apa ini? Diedarkan pandangannya ke segala sudut kafe. Malas rasanya menatap wajah mantan kekasih Chandra.
"Atas dasar apa lo nyimpulin gitu?"
"Ya, karena lo pacar Chandra jelas lo yang dia butuhin."
Rose tertawa hambar.
"Bukannya elo yang dia butuhin bukan gue?"tanya Rose sarkatis.
Jiyo berdecak tak habis pikir dengan sikap keras kepala Rose. Kalau dia tidak kasihan pada kondisi Chandra. Jiyo juga malas memohon seperti ini. Apalagi didepan kekasih Chandra yang menganggapnya seorang PHO.
"Nih, gue taro obatnya disini. Lo engga kasihan apa sama Chandra? Dia atlet. Gimana sama nasib turnamennya kalau Chandra aja babak belur?"
Jiyo menaruh seplastik obat diatas meja lantas bangkit berdiri.
"Engga habis pikir gue sama kalian tuh. Sikap batunya sama persis. Udah ya gue tinggal."
Rose berulang kali menghela nafas sambil meyakinkan dirinya sendiri jika dia akan baik-baik saja.
Tok! Tok! Tok!
Belum ada tanda-tanda seseorang akan membuka pintu. Dia menduga Chandra di rumah seorang diri sejak semalam. Rose paham betul jika Johan mana betah berada di rumah.
Tok! Tok! Tok!
Rose mengetuk lagi. Dia meyakini dirinya sendiri jika kali ini juga masih tidak ada sahutan dari dalam maka Rose akan pulang. Rose menunggu dan tak terdengar suara apapun. Hening.
Rose menghembuskan nafas lantas berbalik hendak pergi, sayangnya belum juga selangkah terdengar suara seorang tengah membuka pintu.
"Iya, siapa?"
Rose menahan nafas, belum berani berbalik. Dia sedikit meringis ketika mendengar suara parau Chandra.
"Roseanne?"
Rose memejamkan mata sebentar untuk mengumpulkan segenap jiwa dan raga. Lantas dia berbalik menatap penampilan acak-acakan Chandra dengan wajah yang penuh lebam tanpa sadar Rose meringis ngilu.
"Rose?"Chandra kembali memanggil nama Rose. Pemuda itu seolah tak percaya jika dihadapannya berdiri sang kekasih yang semalam dia kecewakan.
Rose mengangguk, "iya, ini Roseanne Wi-"
Belum juga Rose selesai menjawab, tubuhnya sudah terlebih dulu ditarik dalam dekapan tubuh tegap seorang Chandra. Rasanya hangat. Rasanya rindu itu menguap begitu saja. Hanya karena sebuah pelukan yang masih sama rasanya seperti dulu, luka itu tak terasa. Sejenak rasa kecewa itu pergi. Butuh waktu hampir satu menit untuk Rose pada akhirnya balas memeluk Chandra.
Tinggi Rose hanya sebatas pundak Chandra. Rose cukup tinggi untuk ukuran tinggi rata-rata seorang perempuan. Chandra menumpu dagunya pada pucuk kepala Rose.
Sebentar. Sebentar saja. Biarkan dia menghirup aroma tubuh Rose yang membuat candu. Sejenak saja dia melepas rindu. Setelahnya dia akan melepas Rose. Membiarkan Rose bahagia tanpa dirinya.
"Chandra."
"Hmm."
"Badan kamu panas, kayaknya kamu demam,"Rose mendongak lantas mata monolidnya bertemu dengan netra hitam milik Chandra. Untuk sejenak mereka tenggelam pada teduhnya pandangan masing-masing.
"Hmm,"gumam Chandra lagi.
"Aku obatin lebam kamu ya?"tanya Rose sambil menyentuh lebam biru pada pipi Chandra kemudian beralih ke sudut bibir yang sobek dan terdapat bekas darah disana. Rose meringis ngilu.
"Dengan kamu dateng kesini, aku udah baik-baik aja kok,"jawab Chandra.
Rose memutar bola matanya sambil mengerucutkan mulut. Sungguh menggemaskan dan Chandra tak bisa untuk tidak tersenyum.
"Ih, mana bisa begitu?"ucap Rose sambil mencubit pinggang Chandra.
"Aduduh, iya iya, nyai. Ampun,"ucap Chandra yang berusaha menghindar dari cubitan brutal Rose.
"Makanya biar aku obatin lebam kamu."
"Iya deh iya, ayo masuk!"
***
Rose tengah menyiapkan sarapan untuk Chandra. Sedang Chandra duduk di meja makan sambil memakan cemilan yang Rose bawa. Chandra menatap Rose yang tampak terganggu karena rambut panjangnya dibiarkan tergerai sehingga mengganggu aktifitas memasak gadis itu. Chandra meraih karet gelang di atas meja lalu berjalan mendekati Rose berniat menguncir rambut Rose.
"Chan-"
"Sst.. jangan banyak gerak. Nanti aku susah ngiketnya,"potong Chandra ketika Rose terkejut karena sentuhan tiba-tiba pada rambutnya.
Chandra fokus mengikat rambut Rose sambil menghirup aroma tubuh gadis itu banyak-banyak. Sadar jika suatu waktu dia pasti akan merindukan aroma tubuh gadis pemilik hatinya. Chandra lantas memangku dagu di bahu Rose. Rose awalnya terkejut tapi Chandra memeluk tubuh Rose hingga gadis itu diam tak berkutik.
"Rose apapun yang terjadi, kamu harus bahagia,"ucap Chandra membuat Rose mengernyitkan dahi kebingungan.
"Chandra-"
"Lanjutin dulu masaknya, aku tunggu di meja makan ya,"potong Chandra lagi seolah tak membiarkan Rose untuk buka suara.
Rose diam lantas sibuk kembali memasak. Walau dalam hati terus memikirkan perkataan Chandra. Tiba-tiba rasa takut itu muncul. Hatinya gundah tanpa sebab. Dia takut hal buruk akan terjadi setelah ini.
Rose menaruh sepiring nasi goreng dan juga omelet di atas meja lalu kembali ke dapur untuk mengambil jus pisang yang baru dibuatnya.
"Itu apa? Kamu engga bikinin aku yang aneh-aneh lagi 'kan?"tanya Chandra was-was.
"Enggalah. Ini tuh jus pisang yang jelas sehat buat kamu. Bukan kopi atau cola yang sering kamu minum itu,"sahut Rose yang membawa dua gelas jus pisang. Satu untuk Chandra dan satu lagi untuk dirinya.
"Aku trauma tau, kamu pernah bikin jus tomat buat aku dan kamu bilang itu jus strawberi padahal kamu tau sendiri aku engga suka tomat,"sungutnya membuat Rose tersenyum geli. Ingat dulu pernah mengerjai Chandra.
"Jangan ketawa, aku kesel tau kamu bohongin. Mana aku abisin lagi."
Rose justru makin keras tertawa, "itu kamu aja yang bego. Udah tau rasanya beda tetep aja di abisin. Itu sih sebenernya kamu juga doyan."
Chandra mendengus tapi mengambil jus pisangnya, "ini beneran jus pisang 'kan?"
Rose dengan santai meminum jus miliknya lantas mengedikkan bahu acuh, "engga tau. Kayaknya itu jus tomat yang berubah warna jadi kuning,"sahutnya asal.
"Ngaco,"balas Chandra sambil tersenyum.
Rose ikut tersenyum, "lagian pake nanya."
Chandra meminum jusnya dan tersenyum senang karena ternyata jus pisang itu enak.
"Gimana? Enakkan?"
Chandra mengangguk, "pantes kamu suka susu pisang. Kek bayi aja,"ledeknya.
Rose mendengus, "udah jangan banyak omong. Makan dulu nasi gorengnya terus minum obat yang tadi aku kasih."
Chandra duduk tegap lantas menaruh tangan didepan dahi. Melakukan sikap hormat.
"Siap laksanakan!"
Rose tertawa.
Sejenak mereka lupa jika malam itu mereka menangisi nasib. Rose lupa jika hatinya sempat terluka. Chandra lupa jika semalam dia berkelahi hanya untuk melupakan rasa sakitnya. Efek cinta memang sehebat itu.
***
Rose dan Chandra duduk berhadapan di sofa. Rose sibuk membersihkan luka Chandra yang dibiarkan tak diobati semalaman.
"Kamu kenapa senyam-senyum? Gila ya?"ucap Rose yang lama-lama risih juga dengan gelagat Chandra.
"Engga ih, tega amat bilang aku gila,"jawab Chandra.
"Ya habisnya kamu senyum terus, bukannya ngeringis kesakitan ini malah senyam-senyum engga jelas."
Chandra kembali tersenyum tapi kini lebih lebar, "abis diliat dari jarak sedekat ini, aku baru sadar kalau kamu makin cantik."
Rose membulatkan matanya dengan pipi yang bersemu merah. Tersipu.
"Eh, eh tapi kok pipi kamu merah sih? Aw-aduduh, pelan-pelan dong, Ocean,"ringis Chandra karena Rose menekan lebamnya cukup keras.
"Diem sih, jangan banyak omong. Aku jadi susah ngobatin luka kamu."
"Iya. Iya nyai. Maaf,"ucap Chandra kemudian patuh untuk duduk diam dan tak banyak bicara.
"Nah gitu dong, anak pinter,"Rose merapihkan poni rambut Chandra yang mencuat lantas menepuk-nepuk kepalanya pelan.
Chandra diam. Hatinya berdesir. Seketika dia merasa melihat sosok mamanya dalam diri Rose. Dulu mama juga suka menepuk-nepuk kepalanya. Dan rindu itu datang lagi.
"Kamu kenapa?"tanya Rose sadar akan perubahan raut wajah Chandra.
"Engga apa. Cuma keinget mama. Mama juga suka nepuk-nepuk kepala aku."
Chandra menurunkan tangan Rose yang masih terulur mengobati lebamnya, Rose menatap tepat netra hitam pemuda itu.
"Jalan-jalan ayo! Eh, ke mama aja deh. Tiba-tiba kangen mama,"ajak Chandra.
Rose mengangguk setuju, "iya, ayo!"
***
Setelah pergi mengunjungi mama, mereka kemudian menghabiskan sebagian waktu untuk menonton film dan pergi ke time zone. Kini hari telah gelap, tapi Rose masih di rumah Chandra duduk di teras sambil menikmati langit malam.
Malam itu, langit tak secerah biasanya. Tak ada banyak bintang. Bintang yang bersinar hanya bisa dihitung dengan jari sedang bulan tak sebenderang biasanya. Sebagian tertutup awan kelabu. Langit malam yang mendung menemani dua orang yang duduk diam menikmati angin malam.
"Langitnya mendung. Sama kayak hati aku,"ucap Chandra tiba-tiba membuat Rose menatap bingung.
"Ngeliat bulan yang jauh membuat aku merasa kecil di bawah sini. Aku sadar, seberapapun rasa suka aku kepada bulan. Sampai kapanpun aku engga akan bisa memilikinya. Jarak kami terlalu jauh. Sebesar apapun usahaku, bulan tetap sulit untuk kujangkau."
Rose masih diam belum mengerti arah pembicaraan Chandra.
"Rose, aku minta maaf karena aku belum bisa jadi cowok yang baik buat kamu,"ucap Chandra lagi.
"Kamu ngomong apa sih, Chan? Kok tiba-tiba bicara ngelantur?"sahut Rose tidak mengerti.
"Aku ngerasa jadi cowok yang buruk buat kamu, kamu mungkin malu punya cowok kayak aku,"tunduknya menatap lantai teras nanar.
"Kamu itu kenapa sih? Kok tiba-tiba kayak gini? Aku engga ngerti."
"Aku itu bukan cowok yang baik, Rose. Aku ini cowok brengsek."
Rose menatap Chandra tak percaya, rasanya aneh saja mendengar ucapan Chandra. Tak biasanya pemuda itu sepesimis ini.
"Engga. Kamu itu baik. Kamu itu engga brengsek."
"Kalau aku baik, aku engga seharusnya nyakitin hati kamu,"sahut Chandra.
"Maksudnya?"
Chandra diam. Enggan menjawab.
"Karena Jiyo?"duga Rose, "karena kehadiran mantan kamu?"
Chandra tetap diam.
"Kenapa ya Chan, kenapa aku ngerasa kamu mulai berubah semenjak ada si Jiyo? Sebenarnya ada apa?"
"Maaf."
Rose mengepalkan tangannya. Dia merasa matanya mulai berair. Sungguh, sungguh dia tidak sanggup jika hal buruk terjadi pada hubungan mereka. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Itu yang coba Rose yakini selama ini.
"Kenapa minta maaf?"
"Aku rasa kita putus aja,"Chandra menunduk lagi. Tak sanggup menatap Rose. Tenggorokannya terasa cekat. Sungguh bukan akhir yang seperti ini yang dia harapkan.
"A-apa?"
"Kita akhirin aja hubungan ini, Rose. Aku engga yakin hubungan kita berhasil."
"Kenapa?"Rose tak kuasa menahan airmatanya lagi.
"Kenapa kamu semudah itu bilang putus?"
"Maaf, Rose,"Chandra membuang wajah. Airmata pemuda itu juga jatuh. Dihapusnya cepat airmata itu.
"Terus kenapa kamu ngajak aku ketemu Mama? Kenapa kamu nerima aku di rumah kamu? Kenapa?"Rose menghapus airmatanya, tapi berulang kali dia hapus berulang kali juga air itu jatuh dari matanya.
"Rose kayaknya mau turun hujan, tadi aku udah pesenin taksi online. Sebentar lagi pasti dateng,"ucap Chandra.
"Kenapa kamu setega itu sama aku, Chandra?"
"Aku cuma merasa hubungan kita itu gagal."
Rose membuang wajah lalu menghapus airmatanya kasar.
"Kalau aku bilang kamu brengsek. Kamu jangan marah. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu itu cowok brengsek,"ucap Rose tepat setelahnya sebuah mobil datang. Sepertinya taksi online yang dipesan oleh Chandra.
"Aku pikir kamu engga akan setega itu sama aku. Tapi sebrengsek apapun kamu. Kenapa aku tetap suka?"
Chandra diam walau hatinya berdenyut nyeri.
Engga, Rose. Jangan begini.
"Aku pergi, Chandra. Makasih untuk semuanya. Aku engga akan pernah ngelupain semua kenangan kita. Aku pergi,"Rose memakai tas selempang yang dibawanya lalu bangkit berdiri.
Jangan pergi, Roseanne. Jangan.
Chandra menatap tubuh Rose yang menjauh dan menghilang setelah masuk ke dalam mobil. Seketika airmata pemuda itu jatuh tanpa diminta. Sesak itu datang lagi.
Sekarang dia tak lagi punya sandaran. Dia tak lagi memiliki tempat untuk pulang. Dia sendirian. Dia yang memutuskan, dia sendiri yang menyesal.
Rose.
Cinta tak selamanya harus memiliki. Mungkin di masa lalu, aku pernah melakukan hal buruk hingga aku harus menanggung dosa itu sekarang. Tak apa. Aku tak masalah asal kamu bisa bahagia.
Rose.
Kamu adalah segalanya.
Perawat hidupku. Bidadariku. Bunga mawarku.
Mungkin hanya sampai disini perjalanan kita. Tapi satu yang harus kamu tau. Aku menyesal telah melepaskanmu. Jika mungkin, aku ingin meraihmu lagi karena aku akan terus mencintaimu.
Roseanne,
Aku..
Chandra Birendra Putra
Masih mencintaimu asal kamu tau.