Untuknya si pria pengharap belas kasih semesta. Ingin rasanya dia merasakan kebahagiaan walau hanya sedetik. Sejatinya dia lelah. Teramat lelah akan dunia yang tak pernah berpihak padanya. Lantas kini, apa pilihannya telah benar? Melepaskannya. Apa itu sudah benar? Jika iya, kini dia ingin berterima kasih kepada semesta yang terus mengujinya. Semesta, terima kasih. Terima kasih karena menghadirkan rindu. Sebab kini dia tengah berjuang melawan rindu itu.
-Dua Sisi-
"Kak Chaaan~"
Chandra menoleh, dua orang gadis yang dia yakini sebagai adik tingkat entah jurusan apa-Chandra tidak ingin tau- menghampirinya dengan senyum mengembang. Jangan heran. Pemandangan seperti ini sudah biasa. Maksudnya Chandra yang tiba-tiba didatangi seseorang yang mengaku sebagai penggemarnya. Chandra kadang heran, padahal dia bukan publik figur tapi hampir seantero kampus mengenalnya. Tak sadar diri rupanya dia jika dia itu atlet yang tengah naik daun.
"Ini buat, kak Chandra."
Mereka berdua sama-sama menyerahkan kotak bekal kepada Chandra.
"Buat saya?"tanyanya sopan tapi hanya karena pertanyaan seperti itu, mampu membuat dua orang gadis dihadapannya menahan diri untuk tidak berteriak kegirangan.
"Ambil, kak. Aku buatnya spesial lho buat kakak. Biar latihannya semangat."
Chandra pada akhirnya menerima dua kotak bekal itu, "terima kasih ya."
Mereka kembali menahan diri untuk tidak berteriak ketika Chandra tersenyum pada mereka.
"Dihabisin ya, kak. Dah!"
Chandra menatap kotak bekal itu. Walau sudah sering mendapat hadiah tetap saja Chandra merasa risih. Merasa dia bukan siapa-siapa jadi tak pantas menerima hadiah.
"Gila. Hari ini aku dapet dua. Nih buat kamu aja satunya, Rose."
Hening.
Januar yang kebetulan sudah berada dimeja itu sedari tadi reflek menjatuhkan bolpoinnya.
Chandra membatu. Sadar jika dihadapannya tidak ada Rose. Dia lupa. Sudah satu minggu sejak malam menyedihkan itu. Dia menolak ingat. Sehingga dia terus merasa Rose masih disisinya.
Januar berdehem untuk mencairkan suasana.
"Chan,"panggilnya.
"Eh? Eum ya? Apa? Kenapa?"balas Chandra linglung.
"Itu.. itu eum kotaknya."
"Kenapa sama kotaknya?"tanya Chandra setelah dapat menguasai diri. Merutuk dalam hati karena telah bertindak konyol dihadapan Januar.
"Itu kotaknya kan ada dua, bolehlah satu bagi sama gue?"ucap Januar sambil menyengir. Memamerkan deretan gigi putihnya.
"Haloo, everybody! Yo! Yo! Uyee! Bams yang ganteng telah datang, wahai para pemuja Lucinta Luna,"Bambang datang dengan sejuta kerusuhan yang dia bawa serta.
Chandra dan Januar secara alami membuang pandangan. Berpura-pura tak mengenal Bambang.
Malu-maluin banget kelakuan si kutu kupret. Heran.
"Wuih, satunya buat gue pasti? Iyalah! Gue ambil ya? Makasih Chandra, I love you!"
Chandra menjauhkan diri ketika Bambang mendekat hendak mencium pipinya.
"Jauh-jauh sono lo!"
Bambang mendengus tapi seperkian detik kemudian tersenyum lebar lantas dengan percaya diri mengambil satu kotak bekal milik Chandra. Setelah menempati tempat duduk diantara Chandra dan Januar, dibukanya kotak bekal itu.
"Widih, mantaps bosku! Macaron."
Bambang mengambil satu macaron lantas memakannya tanpa repot menawarkan terlebih dulu pada dua orang pemuda yang kini menatapnya dengan ekspresi yang sama.
"Sial, gue duluan yang minta perasaan deh,"dengus Januar.
"Cih, giliran yang gratisan aja cepet banget lo."
"Wajib itu mah!"balas Bambang.
"Anjir!"umpat Januar tanpa sadar.
"Aya naon teh, akang Januar?"sahut Bambang.
Januar menggeleng masih tetap dengan menatap layar ponsel.
"Kalau engga ada apa-apa, kenapa wajah lo tegang gitu sih waluyo?"gemas Bambang sedang Chandra hanya menatap tak ingin menimbrung.
"Anjay! Dasar kampret emang! Duh kesel banget gue!"
Tiba-tiba Lisa datang dengan wajah marah sambil menunjuk-nunjuk layar ponsel. Membuat ketiga pemuda yang tengah duduk mengelilingi meja kantin menatap kearahnya penasaran.
"Engga habis pikir gue tuh sama si telek, hadeh pengen rasanya gue bejeg-bejeg."
"Emang ada apa sih?"
"Itu lho.."
Januar yang paham mengapa Lisa tiba-tiba marah tidak jelas itupun memberi kode pada gadis tomboy itu untuk diam dan tidak bercerita. Sayangnya Lisa tak paham jika Januar tengah mengodenya. Lisa pikir Januar tengah kelilipan.
"Si Jayden telek, baru aja deket udah upload foto Rose di ig pake caption yang bikin geli. Dia bilang you're mine. You're mine-you're mine dari hongkong! Jadian aja kagak! Sok ngaku Rose punya die. Die pikir Rose itu barang apa?! Kan emosi gue jadinya."
"Jayden kayak gitu?"
"Iya, si Jay-lho CHANDRA?!"Lisa terkejut bukan main. Dia baru sadar jika ada Chandra pula.
Lisa melirik Januar yang duduk disebelahnya sedang Januar sudah menepuk dahinya tak habis pikir dengan kebodohan gadis itu.
"Eh monyong, kok lo engga ngasih tau gue kalau ada Chandra juga?"bisik Lisa sambil menoyor kepala Januar semena-mena.
"Kagak ngomong apaan, nyet? Gue daritadi udah ngode elo. Bege,"sahut Januar tak terima.
"Ya udahlah, lagian udah jadi mantankan ya, Chan?"ucap Lisa sengaja menegaskan kata mantan.
Chandra hanya bisa tersenyum miris. Mantan ya?
"Gile aja lu. Lo tau engga, gue tuh masih kesel sama lo, taik. Gara-gara lo tiga hari Rose nangis terus, dia dateng ke kosan gue sambil mewek. Dia bilang Chandra mutusin dia. Dia bilang Chandra udah bosen sama dia. Dia bilang apa salahnya, apa yang kurang dari dia. Tapi ya gue ada senengnya juga karena Rose mulai ceria lagi walaupun gara-gara si kutu kupret itu."
Chandra tersenyum. Tapi ketiga sahabatnya tau itu bukanlah senyum tulus yang biasa pemuda itu tunjukan. Ada luka yang tersembunyi dibalik senyum itu.
"Biarin, itu artinya dia udah lupain gue."
"Haish, bawaannya disini gue kok kesel terus? Udah ah mau pergi,"ucap Lisa sambil bamgkit berdiri.
"Eh, mau kemana?"
"Mau nemenin Rose, kasian dia. Cowoknya disini engga peduli tapi dia tetep aja mikirin cowok itu. Miris. Udah ah. Bye!"
Chandra meringis. Sadar Lisa tengah menyindirnya.
***
"Rose, nih pesenannya."
"Ah, iya makasih ya, Chan-eh Nam,"setelahnya Rose tersenyum getir. Lagi-lagi dia belum ikhlas telah putus dengan Chandra.
"Iya sama-sama."
Rose menunduk, tangannya tergenggam erat. Sejatinya dia rindu walau hatinya teramat sakit. Dia juga marah tapi dia bisa apa. Cintanya lebih besar dari amarah yang dia rasakan. Bahkan rasa sakit itu tak seberapa dibanding seberapa besar perasaan cintanya. Iya, cinta memang segila itu.
"Eh, mau kemana?"tanya Namira ketika melihat Rose berdiri sambil membawa sekotak susu yang tadi dibelinya.
"Perpus."
"Lagi? Kan tadi pagi udah,"heran Namira. Semenjak putus Rose jadi sering menyendiri dan menghabiskan waktu di perpustakaan.
"Tempat ini punya banyak kenangan bikin gue makin rindu, diperpus gue masih bisa bernafas lega."
"Lho Rose, mau kemana?"tanya Lisa yang baru datang.
"Duluan ya,"ucap Rose enggan menjawab pertanyaan Lisa lantas beranjak pergi meninggalkan tanya pada Lisa.
"Yaelah, baru aja gue dateng udah ditinggal aja,"gerutunya.
"Biarin aja, Rose perlu waktu sendiri sekarang."
Lisa mengangguk pasrah. Padahal rencananya jauh-jauh ke gedung fakultas Rose ingin menemani gadis itu.
***
"Chandra!"
Seorang perempuan yang merupakan teman sekelas sekaligus jadi rekan kerja kelompoknya berjalan menghampiri pemuda itu.
"Kenapa?"
"Bisa minta tolong engga, nyangkut kerkom kita nih."
Chandra mengangguk, "tolong apa?"
"Cariin buku ini di perpus ya, gue ada perlu. Nanti kalau udah ketemu kasih tau gue kita kerkom bareng."
Chandra mengambil secarik kertas berisi judul buku lengkap dengan nama penulis serta penerbit dari tangan gadis itu.
"Buset, lengkap banget."
"Biar lo gampang aja nyarinya."
Chandra tersenyum, "ya udah. Gue cari sekarang ya. Dah."
***
Chandra menyusuri setiap rak yang ada di perpustakan. Karena dia jarang pergi ke perpustakan kampus yang teramat besar dan luas, Chandra jadi bingung sendiri. Dia berjalan menyusuri bagian rak yang lain. Dan yang terjadi setelahnya,
Chandra terdiam.
Pandangannya menatap lurus seorang gadis yang tengah terlelap pulas sambil menghadap kearah jendela. Chandra mengambil asal buku di rak yang berada di sebelahnya lantas melangkah menuju jendela. Sengaja duduk didekat jendela agar cahaya matahari tak mengenai wajah gadis itu. Roseanne.
Rose yang semula terusik karena cahaya matahari jadi sedikit lebih tenang ketika cahaya itu tak lagi mengganggunya.
Chandra menatap wajah Rose dalam diam. Rose tampak lugu saat tertidur. Dalam hati dia terus mengucap kata maaf.
Rose, maaf karena aku hanya bisa nyakitin kamu.
Chandra mengangkat sebelah tangannya lantas menggerakan tangan seolah tengah mengelus kepala Rose. Senyumnya mengembang. Dia sadar, dia telah jatuh pada pesona gadis didepannya terlalu dalam. Hingga detik inipun Chandra tidak bisa untuk tidak mencintai Rose.
Rose mengerjapkan matanya beberapa kali, seperkian detik kemudian kesadarannya telah sepenuhnya mengusai. Direntangkan tangannya ke atas, otot-ototnya terasa kaku. Tadi saking rindunya, dia bermimpi Chandra duduk didekat jendela sambil terus menatap kearahnya dengan wajah teduh pemuda itu.
Dia menghela. Saking rindu sampai terbawa mimpi.
Rose membenahi beberapa bukunya yang berserakan diatas meja bersiap pulang. Tapi matanya menangkap sesuatu yang aneh pada kertas yang tadi dia coret-coret asal.
Chandra, perawat hati kamu ini sedang rindu. Apa kamu juga merindukanku?
Iya, aku juga rindu.
Rose spontan mengedarkan pandangan. Dia kenal tulisan dibawah tulisannya. Jelas itu tulisan Chandra.
"Jadi tadi itu bukan mimpi?"
***
"Halo, perawat hati aa Chandra. Ayo neng, naik. Biar aa bawa eneng menuju dunia yang tak terbatas."
Rose tersenyum.
"Alay."
"Alay gini tapi ngangenin, iyakan?"
Rose mendesis tapi tidak bisa untuk tidak tersenyum geli.
Chandra dengan sigap menarik tangan Rose lantas memakaikan helm untuk gadis itu.
"Keamanan itu nomer satu. Nah udah! Ayo naik, Rosemary udah siap nih nganter putrinya pangeran alis pitak,"ucap Chandra sambil menepuk jok belakang Rosemary.
"Apaan sih?"
Rose tersenyum getir, menatap lurus halaman gedung fakultasnya. Biasanya ketika Rose akan pulang, Chandra sudah setia menunggu dengan Rosemary untuk mengantarnya selamat hingga rumah. Tapi sekarang kosong. Tidak ada yang menunggunya lagi.
Tin!
Rose sedikit terkejut ketika suara klakson berbunyi didekatnya. Kemudian tak lama, Jayden turun dari dalam mobil.
"Ayo neng, gue anterin."
Rose hendak menolak tapi Jayden sudah terlebih dulu membukakan pintu untuknya.
"Ayo, princess!"
Rose meringis, inginnya menolak tapi dia tak sampai hati.
Ting!
+628233xxxx
Jangan kegatelan! Habis putus udah ada gandengan baru aja. Bagus!
Rose reflek mengedarkan pandangannya setelah membaca pesan masuk dari nomor yang tak dia kenal.
"Rose, ayo. Kok bengong?"
Ting!
+628233xxxx
Aneh, cewek biasa kayak lo kok yang suka cowok most wantednya kampus sih? Lebihnya lo apa coba?
Rose diam. Baru kali ini dia mendapat pesan semacam ini.
"Hei, ayo Rose!"
Jayden menarik tangan Rose lantas menyuruh gadis itu masuk ke dalam mobil.
+628233xxxx
Okey! Lo duluan yang memulai. Jadi jangan harap hidup lo akan tenang setelah ini. Roseanne. :-)
Ini sms iseng atau sebuah ancaman?