Read More >>"> Kenangan Masa Muda (Bab II \'Kid Jaman Now\') - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kenangan Masa Muda
MENU
About Us  

Ririn, Surabaya, 2011.

Lelaki tua masuk kelas, wajahnya terlihat ramah. "Bu Ririn, ini buku ibu tertinggal di ruang guru."

Segera kuambil buku itu, "Ah, makasih ya Pak Suep." tersenyum memandang lelaki berpakaian batik.

"Kalau begitu saya kembali bersih-bersih dulu ya, mari," Janitor sekolah segera keluar dari kelas. 

Mataku mengawasi langit, tak terlihat secuil awanpun di langit biru, semua kabur menyisahkan matahari sang penguasa tunggal. Terkadang tercium aroma melati pengharum ruangan setiap lima menit. Diriku bersyukur bisa berada dalam sebuah ruang ber-AC sejuk nan nyaman, tak ada kegaduhan sedikitpun karena murid-murid kelas ini sangat rajin mencatat. Namun, udara di ruangan teramat dingin menyebabkan jari mengkerut, beberapa kali tanganku mengeratkan blazer hitam kesayanganku, sedikit menyesal memakai rok pendek.

Hari ini aku mengajar kelas IPS-3 memanfaatkan proyektor terhubung pada laptop menampilkan slide pada papan tulis putih. Lasser pointer menjadi pilihan untuk menunjuk setiap slide di papan itu. Kelas ini berisi tiga puluh murid yang duduk pada dua puluh meja tersusun berbaris empat memanjang. Terdapat satu meja di depan dekat papan tulis untuk guru. Dikelas berlantai keramik putih ini hanya terdapat satu pintu yang berjejer dengan empat jendela geser menampakkan koridor luar.

Aku sangat mencintai sejarah, saat mengajar sejarah terasa sangat menyenangkan seperti membawa semua terbang menggunakan mesin waktu kembali kemasa lampau, melihat bagaimana masa lampau itu sendiri. Slide demi slide terlalui akhirnya tiba slide pertanyaan yang membutuhkan komunikasi dua arah.

Kusilangkan tangan ke depan dada. "Nah anak-anak, ibu ada pertanyaan. Perang dunia pertama terjadi karena pembunuhan seorang pangeran. Ada yang tau nama pangeran itu siapa?"

Tanpa aba-aba para murid menoleh ke kiri dan kanan, membuka buku juga android masing-masing. Bukan ini yang kuinginkan, mereka harus bisa menjawab tanpa bantuan dari buku apalagi android.

Tangan ini bertepuk kencang. "Jangan buka buku atau googling dong, apalagi diskusi dengan teman. Satu murid tercepat yang menjawab dengan benar akan ibu kabulkan satu permintaannya."

Bangga hati ini melihat banyak murid mengangkat tanga. Terlihat pandangan mereka penuh semangat juga persaingan.

Siswa berkaca mata bicara lantang, "Saya dulu bu, mereka terlambat angkat tangannya!"

Siswi lain menjawab, "Apaan sih, lady first lah, cowok belakangan saja, titik!"

Mereka mulai ribut dan saling menuding, entah apa yang mereka pikirkan. Apakah mereka ingin menjadi yang terbaik? Atau ingin dianggap terpintar? Entahlah, aku hanya bisa menerka. Namun semua ini membuatku jengah, karena kelas menjadi tak kondusif terpaksa kuturun tangan. "Sudah, kalian semua jangan bertengkar. Begini saja, yang mengangkat tangan maju kedepan hompimpa, menang lanjut suit, ibu yang awasi." Terdengar lucu memang, namun inilah caraku menyelesaikan masalah secara adil.

Lima murid maju. Mereka hompimpa seperti saranku dan pemenangnya langsung melakukan suit, hingga seorang pemuda keluar menjadi pemenang. Langsung mereka semua kembali duduk di kursi masing-masing.

Entah mengapa mata ini memandang lekat sang pemenang yang tengah melangkah kembali ke kursinya. Hmm, pria yang menarik. Dia memiliki wajah ketupat yang manis, juga rambut sasak yang cocok dengan kulit putihnya, dan ... ish tubuhnya atletis juga, ah ada apa denganku? Aku tertarik kepada muridku sendiri? batinku langsung bergeleng lembut, bibir ini tanpa dikomandoi tersenyum padanya. "Selamat ya Rio, kamu telah menjadi seorang pemenang. Sekarang jawabanmu apa?"

Kulihat pemuda jangkung itu duduk tersenyum tanpa jawab. Tangan kanannya menyikut lengan gadis berkulit sawo cerah berambut panjang di sebelahnya. Setelah berkali-kali menyikut, terlihat si gadis membisikan sesuatu, akhirnya Rio tersenyum cerah.

Rio berdiri penuh percaya diri. "Frans Ferdinand yang ditembak bersama istrinya, sampai mati!"

Ah, dia dibantu oleh temannya. Tapi, tak apalah ... apa setiap cowok cakap itu selalu kurang cerdas seperti Romi dulu? batinku berdecak, "Benar, kematian pangeran itu menyebabkan terjadinya perang dunia pertama." berpaling melanjutkan pelajaran.

Kembali tangan ini menggunakan lasser pointer untuk menunjuk slide pada papan putih. Bangga diri ini melihat murid-murid sangat antusias dalam menyimak pelajaran yang kuberi, beberapa dari mereka bahkan mencatat apa yang kuterangkan tanpa perintah.

Suara bel berbunyi nyaring,  tak terasa jam istirahat tiba. Murid-murid banyak memilih menghabiskan waktu di luar kelas, nampaknya dari dulu hingga sekarang para murid tak pernah betah berada dalam kelas, walau kelasnya sangat nyaman sekalipun.

Seperti biasa diri ini hendak menghabiskan waktu di ruang guru untuk mengkoreksi pekerjaan rumah para murid yang menumpuk bagai tumpukan sampah. Sengaja kutinggalkan laptop karena sebahis istirahat masih ada jam mengajar sejarah di sini.

Baru saja berdiri, seorang siswa membuat jantungku hampir berhenti. Langsung tangan ini mengelus dada melihat seorang siswa berdiri  dengan senyumannya yang manis. Matanya yang bergerak tak beraturan tak berani menatapku, tangannya terus memegang erat pinggiran meja.

Tercium aroma parfum anak jaman sekarang wewangian cokelat yang entah mengapa membuatku tertarik betah menghirup aroma itu, diri ini tak mudah digerakkan dan mata ini ikut-ikutan sulit terkontrol, tanpa perintah otak memandang wajah menggoda si pria yang tengah tertunduk tak berani memandang balik. "Ada apa?" Tanganku bersila di depan dada lalu kutepuk keningku sembari tersenyum. "Oh iya ibu lupa, kau pasti mau minta hadiahmu ya? hmm kau mau minta hadiah apa?"

Kulihat pria ini aneh, dia tak menjawab tetap tertunduk, malah memasukan tangannya dalam saku celana. Apa semua anak jaman sekarang malu-malu seperti ini? ah atau hanya pria tampan saja yang malu-malu? Mata ini terus memandang tubuh itu, seperti tersihir. Tubuh sexynya bergerak maju mundur kadang sedikit berjinjit. Sesekali matanya terpergok mengentipku sambil menggigit bibir bawahnya lalu kembali menunduk, membuatku bertambah gemas ingin mencubit pipinya.

Kusedikit berjijinjit hanya untuk mengelus kepala si jangkun ini. "Hayo mau hadiah apa? enggak usah malu-malu."

"Sa...saya minta ibu mau menjadi pacar saya."

Tubuh ini bagai tersambar petir, terdiam dengan bola mata bergetar juga melebar dengan alis tertarik ke atas dan mulut menganga. Entah perasaan apa yang kurasa saat ini. Hati sontak berbunga-bunga namun disaat yang sama seperti ada puluhan monyet menabuh kepala. Terus terniang apa yang dia ucapkan, sebuah kalimat yang sudah kutunggu lama, berharap terucap dari mulut pria tolol lain, malah terucap dari bibir indah murid sendiri.

Kutak berkedip memandang si tampan bermata cokelat yang terus menggigiti bibir bawahnya. "Jadi bagaimana? diterima atau enggak?"

Hah! ini bukan mimpi kan? di...dia menembakku?  "Kamu tau jika ... aku ini gurumu ... ?"

"Iya Rio tau, memang pertama kumelihat ibu sebagai guru, tak lebih. Namun hari demi hari berganti, pandangan ini berubah. Kumelihat seorang gadis dewasa, bijaksana, murah senyum yang menyembunyikan kecantikan alami. sering kuingatkan diri ini bahwa ibu adalah seorang guru, namun malah semakin diri ini sadar jika ... cinta itu buta, juga tak mengenal usia ... ."

Oh tuhan ... anak ini bersungguh-sungguh dalam ucapannya ... bagaimana ini, apa yang harus kulakukan?

Kulihat dia perlahan dengan tangan kekar yang bergetar hebat menyentuh tangan ini. Terasa hangat dan lembut tangan itu, walau telapak tangan itu bertekstur kasar namun membuat diri ini, seorang wanita normal terbuai. "Gimana bu," suara itu sangat lembut merasuki telinga ini, bermain langsung pada sanubari. "Apa ibu terima cinta tulusku?" Ah, sungguh ingin diri ini berlama dia sentuh, malah ingin kusentuh balik tangan itu.

Ririn! Dia muridmu! Segera kutarik tangan ini, tersadar jika diri ini adalah guru dan dia itu murid SMA yang labil, walau sangat menggoda, namun tetap harus menolak, namun aku bingung dan kembali mulut ini mengkudeta otakku. "Ok ... aku terima kamu menjadi pacarku ... ," jawabku mematahkan laser pointer di tangan ini.

Wajahnya nampak bersinar sumringah, terlihat senyum lebar di bibirnya. "Se...serius bu? ja...jadi mulai sekarang kita...kita pacaran bu?" memegang kedua tanganku, menggerakan naik dan turun seperti seorang anak tengah berbahagia ketika mendapat mainan baru.

Gigi ini saling beradu, senyum ini terasa kaku saat tangan ini berani melepas genggaman kedua tangan Rio. "Iya sayang, kita pacaran sekarang." Walau berat harus kurusak senyumannya itu, maaf ya nak. batinku, bergerak maju meremas pundaknya. "Kita putus ya sekarang."

Terlihat perubahan di wajah si tampan. Wajah bahagianya berubah penuh rasa kecewa juga bingung. Kuterka dia masih mencoba mencerna situasi, mencoba mencari arti putus dan jadian dalam otaknya. Bagai berada di surga namun jatuh ke neraka, mungkin seperti itu perasaannya sekarang.

Secepat kilat dia cengkram kedua bahuku, membuat tubuh mungil ini tersentak. Kedua tangan itu mencengkram kedua lenganku bagai hendak dia satukan menjadi satu. Mata indahnya melotot sedikit menakutkan, kubahkan tersemprot air liurnya saat dia mulai bicara. "Loh kok putus sih, kan baru jadian. Salah Rio apa!" teriak Rio dengan urat leher terlihat jelas.

Diriku hanyalah wanita normal bertubuh mungil, bukan seperti Yudi pria berotot. Aku takut akan keadaan ini, diperlakukan seperti ini membuat tubuh bergidik. Dengan tubuh bergetar diri ini berusaha melepas kedua tangan itu, bergerak bagai belut. Syukur nampaknya dia sadar lalu melepas genggamannya. "Salahmu ... kau lahir terlambat dua belas tahun ... ibu tinggal dulu ya, kau tetap semangat dalam belajar dan jadilah siswa berprestasi."

Entah bagaimana guru muda ini harus kagum atau takut akan kegigihan anak jaman sekarang. Rio tak menyerah, dia menarik tangan kecilku. "Tunggu dulu. Rio sayang sama ibu, aku enggak peduli jika ibu lebih tua, aku mau_"

Kutempelkan jari telunju pada bibir lembut merah muda itu. "Shh, jangan sedih. Jika kau bisa menjadi sarjana. Kau bisa menemuiku kembali saat itu, itupun jika perasaanmu enggak berubah, gimana?"

Pemuda itu menepis tangan ini halus, tertunduk dia seperti memikirkan sesuatu sambil mengepal tangan, "Janji ya." menyodorkan jari kelingkingnya tepat di bawah daguku. "Ibu harus mau mengikat janji dulu."

Ternyata masih ada ya pinky swear di jaman sekarang. Namun akhirnya kudapat bernafas lega, dengan senang hati segera mengaitkan kelingking ini pada kelingkingnya, "Iya, Kau tetap semangat belajar ya. Jadi orang pintar ... jangan terjerumus dalam dunia yang enggak benar ... ." kutepuk pipi Rio, lalu segera melanjutkan langkah ini.

Kaki ini melangkah santai seperti biasa, jemari juga santai sesekali menyibakkan rambut halus. Perasaan bangga pada diri sendiri karena seorang cowok muda nan ganteng menyukaiku mendominasi mood-ku, jelas bahagia diri ini mengetahui jika seorang gadis berumur lebih dari dua puluh tahun dapat menarik minat berondong ganteng. Di lantai bawah kaki ini sudah bersiap akan berbelok menuju ruang guru, namun seseorang meneriaki namaku. Terlihat dua sahabat melambai tangan, kupaksa kaki ini berbelok ke kantin menemui mereka.

Begitu menginjak lantai semen kantin, tercium berbagai aroma makanan lezat bercampur satu. Udara hangat uap makanan membuat tubuh ini seperti di sauna. Hiruk-pikuk kantin terdengar bagai keramaian di pasar tradisional, kepadatan membuat kipas putar pada langit-langit tak mampu memberikan kesejukan bagi pengunjung, membuat aroma sedikit pengap oleh bau keringat. Kaki ini melangkah perlahan pada lantai kotor oleh tumpahan kuah dan saos, beberapa kali kaki ini terpaksa berdansa menghindari sampah berceceran di mana-mana, memperlambat geraku.

Segera tanpa malu diriku duduk di sebuah bangku panjang kantin tanpa senderan, berbagi dengan Romi. Diri ini  menghela nafas panjang tersenyum sendiri, lalu kembali lemas menghela nafas memasang wajah cemberut, kembali tersenyum tanpa sebab yang jelas seperti orang tak waras.

Yudi menyipitkan matanya. "Kenapa lo? kesurupan? setres? atau lagi M?"

"Iya nih," tambah Romi. "Tadi pagi happy banget, kok sekarang jadi lemas seperti ini, sih?" memegang keningku. "Kamu sakit?"

Kutepis tangannya. "Enggak kok, aku enggak sakit!"

"Iya benar," timpa Yudi. "Fisiknya memang enggak sakit, jiwa sama mentalnya tuh terganggu semenjak lahir, ya enggak Rom?"

Telinga ini sontak seperti di sengat lebah, terasa sangat panas. Tanganpun reflex tak tinggal diam, bagai anakonda mencubit perut Yudi. Setelah puas membuatnya mengerang, kembali kumengatur nafas lalu menceritakan apa yang terjadi kepada dua sahabat gila itu.

Kedua pria itu terpingkal, Yudi hampir terjungkal ke belakang mendengar curhatku, untung tangannya kuat menyangga badan kekarnya, mendorong badan itu kembali ke posisi semula.

"Ish," kataku. "Kok kalian berdua jahat banget sih, tega sekali menertawakan aku dikala sedang susah seperti ini."

"Susah senang itu perspektif saja kok." komentar Yudi. "Lo sekarang sedang susah, gue sama Romi sedang senang melihat lo susah, ya enggak, Rom?"

Romi tertawa kecil. "Lah kamu aneh sih, seharusnya terima saja, jangan ditolak. Kapan lagi bisa macarin berondong, lagian jika cewek jadian sama berondong, enggak bakal di sebut pedophil, ya enggak Yud?"

"Iya nih," sambung Yudi. "Harusnya lo berterima kasih sama Rio, nenek-nenek seperti lo bisa ditaksir Rio si pangeran IPS yang ganteng, jago basket, pintar, putih, kaya, apa lagi ya, hmmm oh iya, itunya gede."

Romi melempar cuilan tahu goreng masuk mulut Yudi. "Mulut Yud mulut di jaga, nanti kena sensor loh!"

Ku bergeleng menyaksikan tingkah kedua bayi kawak ini. "Enggak ah, nanti kiranya aku tante-tante yang suka makan berondong dong. Terus bagaimana nih, ada solusi enggak dari kalian berdua?"

"Kamu kurangi beraksi dan berkata seperti jin." Romi menirukan gaya jin di film Aladin. "Akan kukabulkan permintaanmu."

Hidung ini mendengus tajam, diriku membaringkan wajah pada meja kantin, terasa agak lengket meja itu pada kulit lembut terawat ini. Aku sangat letih bukan hanya secara fisik, namun sepertinya juga batin mungkin mental juga.

"Tapi serius," sambung Romi. "Anak muda jaman sekarang, mereka semua pemberani ya, jaman kita dulu, mau menyapa cewek saja takutnya sampai ke ubun-ubun, harus sok cool dulu."

"Halah, Itu sih cuma kau seorang," timpaku. "Cowok sok cool, sok keren di depan cewek, tapi tetep saja jomblo sampai sekarang." Aku cekikikan bersama Yudi.

Romi membuang wajahnya, berlagak kesal, berakting sakit hati, namun sebenarnya dapat kulihat jika dia malu mengakui kebenaran ucapanku. "Yasudah kalau begitu, padahal aku ingin membelikan kamu es cream. Tapi, karena aku sok keren, sok cool, enggak usah beli es ya."

"Yah, merajuk nih anak," ujar Yudi. "cepat tua lo Rom kalau gampang merajuk."

Dalam senyum ini membatin, Ngomong-ngomong tentang es cream, dulu dia pernah berjanji membelikankes cream untukku. "Oi Rom, belikan es cream dong!"

"Dih, ngarep."

"Kau sudah janji dulu!"

"Kapan!"

"Coba kau ingat lagi, gunakan otak kecilmu itu, Rom!"

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sebuah Penantian
2336      811     4     
Romance
Chaca ferdiansyah cewe yang tegar tapi jauh didalam lubuk hatinya tersimpan begitu banyak luka. Dia tidak pernah pacaran tapi dia memendam sebuah rasa,perasaanya hanya ia pendam tanpa seorangpun yang tau. Pikirnya buat apa orang lain tau sebuah kisah kepedihan.Dulu dia pernah mencintai seseorang sangat dalam tapi seseorang yang dicintainya itu menjadi milik orang lain. Muh.Alfandi seorang dokt...
Slap Me!
1402      635     2     
Fantasy
Kejadian dua belas tahun yang lalu benar-benar merenggut semuanya dari Clara. Ia kehilangan keluarga, kasih sayang, bahkan ia kehilangan ke-normalan hidupnya. Ya, semenjak kejadian itu ia jadi bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain. Ia bisa melihat hantu. Orang-orang mengganggapnya cewek gila. Padahal Clara hanya berbeda! Satu-satunya cara agar hantu-hantu itu menghila...
I'll Be There For You
1147      551     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
INTERTWINE (Voglio Conoscerti) PART 2
3175      965     2     
Romance
Vella Amerta—masih terperangkap dengan teka-teki surat tanpa nama yang selalu dikirim padanya. Sementara itu sebuah event antar sekolah membuatnya harus beradu akting dengan Yoshinaga Febriyan. Tanpa diduga, kehadiran sosok Irene seolah menjadi titik terang kesalahpahaman satu tahun lalu. Siapa sangka, sebuah pesta yang diadakan di Cherry&Bakery, justru telah mempertemukan Vella dengan so...
THE DARK EYES
678      370     9     
Short Story
Mata gelapnya mampu melihat mereka yang tak kasat mata. sampai suatu hari berkat kemampuan mata gelap itu sosok hantu mendatanginya membawa misteri kematian yang menimpa sosok tersebut.
MAMPU
5511      2120     0     
Romance
Cerita ini didedikasikan untuk kalian yang pernah punya teman di masa kecil dan tinggalnya bertetanggaan. Itulah yang dialami oleh Andira, dia punya teman masa kecil yang bernama Anandra. Suatu hari mereka berpisah, tapi kemudian bertemu lagi setelah bertahun-tahun terlewat begitu saja. Mereka bisa saling mengungkapkan rasa rindu, tapi sayang. Anandra salah paham dan menganggap kalau Andira punya...
Black Envelope
335      227     1     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
Alya Kirana
1781      844     1     
Romance
"Soal masalah kita? Oke, aku bahas." Aldi terlihat mengambil napas sebentar, sebelum akhirnya melanjutkan berbicara, "Sebelumnya, aku udah kasih tau kan, kalau aku dibuat kecewa, semua perasaan aku akan hilang? Aku disini jaga perasaan kamu, gak deket sama cewek, gak ada hubungan sama cewek, tapi, kamu? Walaupun cuma diem aja, tapi teleponan, kan? Dan, aku tau? Enggak, kan? Kamu ba...
Khalisya (Matahari Sejati)
2525      856     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
I Can't Fall In Love Vol.1
2407      959     1     
Romance
Merupakan seri pertama Cerita Ian dan Volume pertama dari I Can't Fall In Love. Menceritakan tentang seorang laki-laki sempurna yang pindah ke kota metropolitan, yang dimana kota tersebut sahabat masa kecilnya bernama Sahar tinggal. Dan alasan dirinya tinggal karena perintah orang tuanya, katanya agar dirinya bisa hidup mandiri. Hingga akhirnya, saat dirinya mulai pindah ke sekolah yang sama deng...