Lou pikir Gua sedang bercanda?
Sekali gua katakan lo milik gua.
Maka, saat itu juga lo harus siap.
Siap melihat balasan dari orang yang menyentuh milik gua.
- Rafto
*****
Rika dan Beska menatap bingung kearah Gladys serta Rafto bergantian. Terasa sangat membingungkan kedua nya, siapa yang tidak heran ketika menyaksikan seorang Rafto bersandar ditembok, telinganya yang tersumpal dengan earphone dan tangan bersedekap, posisi yang membuatnya entah mengapa terasa nyaman sehingga membuatnya menutup mata.Gladys menghentikan kebingungan yang terjadi dengan menarik keduanya untuk segera ke kantin. Meninggalkan Rafto yang menjadi pusat perhatian seisi kelas IPS 1 tersebut, salah satu nya si biang centil dikelas. Memusatkan diri bahwa mereka yang dicari oleh Rafto.
Rafto yang merasa terusik membuka mata, memperlihatkan mata tajam dan dinginnya kepada kaum hawa yang menatapnya kagum, menyusuri sekeliling yang tidak mendapatkan gadisnya didekatnya. Hingga pandangan nya jatuh ke pemisah koridor, dimana gadisnya sedang tertawa gembira dan ada satu cowok diantaranya. Hal yang membuat Rafto menjadi marah.
Bergegas berjalan mengejar, menghempaskan Jordi teman sekelas Gladys hingga menjauh dari perempuan itu. Jangan lupakan pekikan yang terdengar ketika melihat kejadian itu didepan mata secara langsung.
“Astaga, Jordi“ Gladys yang ingin membantu terhenti, Rafto menahan tangan nya dan menatap permusuhan kearah orang yang tidak mengerti situasi yang sedang terjadi saat ini. “Apaan sih, Lepasin!“ bentak Gladys menghentakkan tangan Rafto yang terus memegang tangan nya, berulang kali mencoba namun hasilnya adalah NIHIL.
“Ikut gua“ perintah Rafto tetapi Gladys bersikeras menolak bahkan lebih dikatakan menentang perintah tersebut. “Gua gak mau. Lo itu bukan siapa siapa gua, dan lo gak berhak—“
“Gua pacar lo. Dan gua berhak ngatur lo“ Gladys menggantung karena Rafto tanpa sopan memotong pembicaraan nya. Rika dan Beska berulang kali melempar tatapan kebingungan, juga jangan tanyakan Joki dan sekeliling yang tanpa sadar mendengar hanya bisa mematung.
“Lo bercanda?" tanya Gladys dengan kekehan nya, dan kali ini dia berhasil melepaskan tangan nya Rafto.
“Lo pikir gua sedang bercanda? Sekali gua katakan lo milik gua. Maka, saat itu juga lo harus siap. Siap terima balasan dari orang yang menyentuh milik gua.“ Gladys memutar malas matanya, menarik Rika dan Beska menghindari keramaian yang seakan mencari topik HOT yang baru saja terjadi.
“LO—“
“Cicing!“ perintah Gladys menghempaskan tubuhnya pada punggung sofa, menutup matanya seraya memijit pelipis nya yang terasa begitu sakit. Baru saja dirinya kelar dari masalah rumit, kini masalah baru hadir dan itu berasal dari Rafto. Gladys benar – benar dibuat lelah dengan semua yang terjadi.
Sofa yang diduduki Gladys bergoyang, dia kali ini mengambil tempat kantin yang bersuasana Privacy karena saat ini dia ingin menjauhkan pembicaraan anak anak yang pasti akan menyangkut pautkan dirinya. “GUA BILANG DIAM“ bentak Gladys masih dengan posisi awalnya, hanya saja tangan nya tidak lagi memijit pelipisnya. Berganti dengan tangan besar yang terasa hangat untuknya.
Gladys membuka matanya, menghela nafas pasrah ketika dia melihat orang yang ingin dihindari nya saat ini. Gladys bangkit, tetapi lagi lagi tangan nya ditahan oleh Rafto yang terasa begitu lembut ketika bersentuhan dengan kulitnya. “Makan! Jangan buat gua marah“ perintah Rafto penuh dengan penekanan, seakan mengungkapkan bahwa dirinya sedang menahan amarah.
Menurut, hanya itu yang bisa dilakukan karena tidak sanggup untuk berdebat lagi. Dan Gladys baru sadar bahwa Rafto sudah menyediakan makanan serta minuman yang selalu menjadi menu utama nya. Gladys mendehem membuka suara, namun belum aja perkataan nya keluar Gladys lagi lagi harus menahan nya ketika Rafto kembali memotong pembicaraan nya.
“Gua udah bilang dari awal, kalau lo masih mau minta penjelasan“
“Ck. Hans itu bukan nyuruh lo buat pacarin, dia Cuma nyuruh lo buat jagain gua. kayak lo ngejagain pacarnya sahabat lo. Kayaknya lo salah mengartikan maksudnya Hans deh“
“Gua mau nya gitu“
“Tapi Gua enggak. Lo seharusnya sadar dengan diri lo. Lo gak kayak Hans. Lo gak ada Romantis, perhatian, humoris, dan Lembut lembut nya sama gua. Lo itu Cuma modal tampang aja, Anak Osis, Pintar. Gua gak butuh itu apalagi Materi lo.“
Rafto menarik nafasnya, mengatur emosi nya agar tidak meledak.
“Gua bukan Hans yang Humoris, Gua bukan Dilan yang Romantis, Gua bukan Nakula dicerita kesayangan lo yang penuh dengan hal mengejutkan. Dan Gua Bukan mereka yang bersikap lembut dengan perhatian seperti yang lo mau. Gua adalah Rafto Harris Birgansyah, yang punya cara sendiri buat bahagiain lo“ celetuk Rafto yang menegakkan tubuhnya, ketika akan melangkahkan kakinya, kembali dia berhenti menghadap kearah Gladys.
“Dan Gua bukanlah orang suka dibandingkan dengan orang lain“ sambungnya kemudian melanjutkan langkahnya. Gladys sadar dia baru saja membuat kesalahan besar, dengan membuat Rafto memperlihatkan wajahnya yang menyeramkan tersebut.
“Tamat riwayat gua!“ Keluh Gladys mengusap rambutnya kebelakang. Memikirkan kembali penyesalan nya setelah mengatakan kata kata tersebut.
*****
Gladys sudah menyusuri setiap wilayah disekolah, tetapi tidak satupun dia dapat menemukan Rafto. Bahkan dirinya yang sudah 1 jam sejak pulang sekolah berada di parkiran, hasilnya adalah NIHIL. Rafto tidak berniat sekalipun untuk pulang, karena Motor Rafto masih berada disana, jenis motor yang diberitahu oleh Beska. Orang yang tahu dalam berbagai hal, namun tidak dengan keberadaan Rafto.
“Loh, kok belum pulang? Sekarang sudah jam 4" tanya Indra heran, melirik kearah jam tangan nya yang tepat menunjukkan pukul 4. Gladys tersenyum, dia melihat Gabriel ikut turut menghampirinya, berbeda dengan Tristan yang terlihat tidak peduli.
“Emm.. ada lihat kak Rafto, gak kak?“
“Hah? Kak? Lo bukanya pacar nya dia ya? Kok manggil kakak? Trus masa iya cowok sendiri gak tahu dimana?“ tanya Gabriel yang penuh dengan pertanyaan. Indra sendiri hingga memberi jitakan karena melihat Gladys yang membalas hanya dengan cengiran.
“Dia di ruangan Osis, dari tadi sibuk terus sih“ Gladys menganggukinya dan berterima kasih. “Oh iya, ruang osis dimana?"
Gabriel yang kesal dengan kepolosan nya Gladys tanpa sadar memberikan sentilan pada dahi perempuan itu meskipun tidak terlalu keras tapi tanpa sadar Gladys menyeletuk kata ‘ AW ‘ saat itu.
“Memang ruang kemaren itu apaan? Kost-an“ Gladys lagi lagi menyengir, langsung menghampiri ruangan tersebut setelah mengucapkan terima kasih. Entahlah dia heran, entah apa kesibukan seorang Rafto hingga sampai saat ini belum juga mengambil niat untuk pulang. Padahal semua orang berlomba lomba untuk meninggalkan sekolah.
Sesampai berhadapan dengan Rafto, Gladys terasa begitu lupa ingatan untuk mengatakan apa saja kepada cowok tersebut. Padahal sejak tadi dia terus bertanya kepada Rika dan Beska bahkan berlatih untuk berbicara dengan Rafto, karena sadar siapa yang sedang dihadapi nya saat ini.
“Apa? Bisu?“ tanya Rafto tanpa mengalihkan fokusnya pada lembaran kertas dan laptop yang tergeletak diatas meja. Berbolak balik memerhatikan kertas, kemudian menekan setiap huruf pada laptop. Begitu seterusnya. “Pulanglah! Sudah sore“ sambung Rafto memerintah membuat Gladys berdecak. Bagaimana ingin berbicara jika lawan bicaranya sedang dalam Mode Mood buruk dan penuh kesibukan.
Gladys mengurungkan niatnya untuk berbicara, dia mendorong kursi mundur dengan kasar. “Cih! Ngebahagiain? SAMPAH" celetuk Gladys lirih, membuka pintu khusus ruangan Ketua Osis tersebut. Tapi sebelum keluar dari ruangan keduanya, Gladys ditarik oleh Rafto yang tanpa sadar mendengar perkataan nya.
“Dengar! Lo gak salah, jadi gak perlu minta maaf sampai nungguin gua diparkiran" perkataan Rafto membuat Gladys menganga karena dirinya saja tidak ada mengeluarkan sepatah kata pun kecuali kata serapah sebelum meninggalkan ruangan ketua Osis. “Gua Osis dys, jadi Gua tahu apa aja kegiatan lo disekolah. Salah satunya lo latihan dikelas sama sahabat lo“ kata selanjutnya membuat Gladys shock, dia tidak menyangka sudah diketahui lebih dulu. Sementara Rafto menyengir tanpa rasa bersalah.
“Ih rese! Kayak gak ada kerjaan aja“
“Ada kok. Merhatiin lo" jawab Rafto kembali dengan tersenyum. SUMPAH! Senyum yang membuat Gladys mendesir, terpaku kepada senyuman tersebut.
“Loh kok jadi tukang gombal? Tau ah, mau pulang“ Gladys yang baru saja keluar dari ruangan tersebut dibuat kebingungan ketika Rafto sudah berada disampingnya bahkan sudah mengunci ruangan dan siap dengan jaket kulitnya.
“Aku antar yah. Kan pacar“ Rafto tersenyum dan langsung berlari menghindari Gladys yang kemungkinan akan memukulnya kembali. Hingga hobby nya bertambah yaitu menjahili Gladys, salah satu caranya untuk membahagiakan perempuan itu. Gadisnya, kekasihnya, dan Insyaallah Calon istri bahkan ibu dari anak anaknya. Pinta Rafto, semoga.