Matahari sudah menyinari pelataran kosan milik Muti. Ia baru saja akan berangkat menuju kampus, sayangnya Muti harus berangkat sendiri tanpa Aldi karena ia harus berangkat pagi ada sesuatu urusan yang harus ia kerjakan.
Baru saja sampai di depan pintu gerbang, motor ninja merah sudah bepatri di sisi jalan sana.
“Tama.” Ucap Muti aneh.
Muti menghampiri Tama yang membuka helmnya.
“Udah siap?” tanya Tama padanya.
“Kok lo di sini?” Muti berbalik bertanya.
“Jemput lo. Mau siapa lagi yang gue jemput.”
“Ada angin apaan lo tiba-tiba jemput gue?” selidik Muti dengan tatapan yang tajam.
“Pengen aja, emang ngga boleh?”
“Boleh Tam. Gue jadi bikin lo repot.” Ucapnya sedikit lesu.
“Udah sih. Cepet naik!” titahnya pada Muti.
“Iya. Iya.” Balasnya.
Di perjalanan Muti dan Tama cukup banyak berbincang, menceritakan hal yang lucu bahkan untuk hal bodohpun mereka ceritakan.
“Tam. Kemarin gue dapet kiriman paket.” Ceritanya.
“Dari siapa?”
“Gue ngga tau. Dan lo mau tau isinya apa?” antusiasnya.
“Apa Mut?”
“Isinya ayam mati sama surat. Isinya itu ancaman.” Wajah Muti yang sedikit ketakutan.
“Jadi kemarin lo kirim pesan ke gue gara-gara itu?” tanya Tama.
“Iya Tam.” Jawab Muti sekaligus dengan anggukkan.
“Dan lo tahu siapa yang kirim paket itu?” tanyanya.
“Tahu sih. Tapi gue ngga mau suudzon Tam.” Jawabnya sedikit ragu.
“Liona. Pasti cewek itu.” Terka Tama.
“Gue sih juga mikirnya dia, tapi jangan begitu dulu. Ngga boleh aahh!” larangnya.
“Jangan khawatir ya Muti. Gue bakalan lindungin lo Mut, apapun yang terjadi.”
Dalam hati Muti.
“Kalo lo lindungin gue pasti lo akan terluka gara-gara gue. Maafin gue Tam udah bikin lo susah.”
“Mut .. mut .. Lo denger apa yang gue omonginkan?” panggil Tama.
“Hmmm. Iya Tam? Kenapa?” tanya Muti.
“Lo mikirin apa sih? Mikirin gue?” Tama berbalik bertanya.
Muti hanya tersenyum simpul, terlihat dari kaca sepion milik Tama.
“Jangan terlalu khawatir sama gue, gue ngga apa-apa. Gue akan membiarkan lo terluka Mut.” Kecamnya.
“Iya Tam. Kita sama-sama melindungi aja.” Pinta Muti.
“Kita berjuang bersama-sama, melewati rintangan apapun itu.” Ucapnya lagi.
“Iya Tamaaaa. Udah ngomongnya?”
“Udah kok. Kenapa memangnya?”
“Gini yaa Tam. Kalo lo yang terluka, pasti gue yang sedih. Kalo gue yang terluka, lo ngga boleh sedih. Karena itu perjuangan gue buat lo, gue ngga mau apa yang udah gue perjuangin itu sia-sia.”
“Ngga. Ngga bisa gitu. Lo ngga boleh berjuang buat gue, gue yang akan perjuangin lo. Biar gue aja yang terluka, lo ngga boleh terluka karena gue. Karena lo bahagianya gue Mut.”
“Lo emang egois yaa? Maunya gue yang nurut sama lo. Lo kapan dengerin kata-kata gue?” tanya Muti cemberut.
“Mut .. mut .. lo lucu banget sih kalo lagi cemberut?” ucap Tama menggoda
Muti kembali tersenyum tidak membalas ucapan Tama. Tama selalu suka dengan senyuman Muti.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog