Loading...
Logo TinLit
Read Story - Bukan Kamu
MENU
About Us  

       Pagi menjelang, mereka berdua sampai di kampus dengan sangat in time. Saat setelah di parkiran Aldi dan Muti berpisah. Aldi menuju tempat yang sudah dijanjikan oleh teman-temannya sedangkan Muti, langsung pergi menuju kelas yang 10 menit lagi akan segera dimulai. Pertemuan tak mengenakkan terjadi antara gadis-gadis ini.

       "Eh, ada korbannya Tama nih!!" Liona menyinggung Muti dihadapan teman-temannya. Muti hanya memasang wajah gaharnya, ia membenci orang yang mengganggu hidupnya padahal dirinya tidak mengganggu siapapun.

       "Kenapa lo liatin gue kaya gitu, ngerasa jadi korbannya Tama?" lanjutnya.

       "Korban? Maksud lo? Haha. Hidup lo lucu !! Yang korban itu sebenernya siapa sih? Lo atau gue? Bukannya lo ya? Cowok engga mungkin kurang ajar kalo ceweknya itu engga kegatelan, engga centil (dengan suara yang di tinggikan). Eh satu lagi, Tama engga pernah tuh kasar atau sampe jahatin gue, dia baik. Mungkin dia kurang ajar itu, cuma sama lo doang kali."

       Liona tidak bisa berkata apa-apa, tapi ia memutuskan untuk buka suara.

       "Sialan!! Lo suatu saat bakal tahu siapa Tama yang sebenarnya, mungkin sekarang dia baik sama lo tapi kalo nanti. Dia bakalan ngelakuin hal buruk sama lo."

       "Kita lihat aja nanti." Ucap Muti kemudian berlaju pergi meninggalkan Liona dan kawan-kawannya menuju kelasnya, pagi-pagi seperti ini Muti sudah dapat gangguan. Ia sangat jengkel karena merusak suasana hatinya.

       "Ini belum seberapa Muti. Ini baru peringatan buat lo. Mungkin Tama engga mungkin jahat sama lo tapi gue bisa ngelakuin yang lebih jahat, bahkan gue bisa buat Tama ngelakuin hal buruk sama lo !!", liciknya dalam hati.

       “Aku yang memikirkan namun aku tak banyak berharap. Gadis itu yang bisa membuat hidupku berubah, berubah ke arah yang lebih baik. Sudah jarang aku pergi ke tempat laknat itu dan akupun jarang menggunakan obat-obat terlarang itu. Ya, walaupun aku masih suka menggunakan. Kehadiranmu memberikan dampak positif untukku. Sekarang saja aku lebih suka berada di kampus, dengan memandang wajahmu dari kejauhan. Walaupun wajahmu tak secantik Liona tapi kenyamanan yang ku dapatkan ketika kau berada di sisiku. Sederhana, simple, dan supel.” Membayangkan Muti yang membuat harinya berwarna.

       "Aduh. Udah mau maghrib lagi !!" gerutu gadis berjilbab ini.

       Tak ada yang menjemputnya dan tak ada yang mendampingi dirinya. Dia hanya sendiri, di depan kampusnya. Muti. Yap, dia Muti. Dengan terpaksa dia harus pulang sendiri hari ini karena mengerjakan tugas mata kuliah yang harus di selesaikannya. Ia tak mau menunda-nunda pekerjaannya sampai lupa waktu, bahwa waktu menunjukkan jam 6 sore. Aldi, dia diminta pulang duluan saja oleh Muti. Berat hati, Aldi menuruti kata-kata Muti. Aku? Aku berada tak jauh di sekitar Muti, dari tadi aku hanya memperhatikannya dari jauh takut ada sesuatu yang tidak-tidak.

       Muti dengan menunggu angkot yang lewat sambil memainkan handphonenya. Dia jenuh menunggu kendaraan umum itu, menjelang maghrib angkot memang jarang lewat. Namun, tiba-tiba.....

       "Hai cewek?" sapa seorang pria yang tidak dikenal seumuran dirinya. Muti hanya diam saja.

       "Sendirian aja sih?" sahut pria yang satunya lagi.

       "Kalian mau apa?" Muti menjawab dengan berani tanpa rasa takut.

       "Mau nemenin kamu di sini, emang engga boleh?" genitnya.

       "Engga, jangan ganggu gue. Mending lo berdua pergi dari sini." Usirnya.

       Tama tidak bertindak apa-apa, ia hanya memandanginya saja. Ia ingin tahu seberapa berani nyali Muti menghadapi pria-pria itu. Di lain sisi, ada seorang pria yang menunggunya sekaligus mengkhawatirkannya.

       "Aduh, Muti kemana sih? Udah mau maghrib engga pulang-pulang. Jangan bikin khawatir donk." Keluh Aldi.

                                                ***

       Kedua pria itu mendekat, Muti hanya diam pada posisinya.

       "Lagi nungguin siapa gadis?"

       "Engga nungguin siapa-siapa. Gue nunggu angkot lewat." Muti meninggikan suaranya.

       "Lo mau ngapain ngedeketin gue? Jangan macem-macem lo sama gue !!" tegasnya.

       "Kita cuma mau main-main doank kok sama kamu." Genitnya lagi.

       Sepi tidak ada siapa-siapa, tidak ada yang bisa dia mintai tolong. Tepaksa dari pada ia diam saja ketika pria itu melakukan sesuatu yang tidak-tidak, Muti harus melakukan perlawanan kepada mereka.

       "Lo ngajak ribut, lo anak mana sih?"

       "Engga kok." Ucap salah satu pria itu yang mau merangkul Muti, tetapi Muti melakukan gerakan cepat dengan membelit tangan pria itu.

       "Hebat juga lo dari cewek." Ucap pria satu lagi.

       "Lo pikir gue cewek lemah yang bisa lo perlakuin seenak jidat lo hah?"

       Pria itu akhirnya menyerang Muti tiba-tiba, untungnya Muti bisa menghindar. Perlawanan pun dimulai antara Muti dan kedua pria itu.

       Dari kejauhan, aku sangat kagum dengannya. Bisa bela diri, tetapi setahuku Muti tidak pernah belajar sejenis fighting kaya gitu. Dia lebih sering mengikuti kegiatan kepalangmerahan. Sungguh menakjubkan.

       "Mampus !! Cewek lo dalam bahaya !!" Tama mendapatkan pesan singkat dari nomor yang tidak dikenal. Kira-kira siapa ya?

       "Segitu aja kemampuan lo berdua, masa kalah sama cewek kaya gue." Tantang Muti.

       Mereka berdua hanya mengangkat alis, menunjukkan suatu kode aba-aba. Muti lengah, salah satu dari mereka menyergap kedua tangan Muti dari belakang tubuhnya. Tangannya berada di cengkraman pria itu. Muti kehilangan akal, tidak ada perlawanan yang bisa diberikannya. Tetapi keberutungan berpihak kepadanya, ketika salah satu pria itu ingin memegang dagu Muti. Aku bergegas menuju sekolompok pemuda bau tengik itu.

       "Lepasin dia. Jangan beraninya sama cewek doank lo!"

       "Tama?" panggil Muti kaget, bahwa ada Tama di situ.

       "Siapa lo? Jangan sok jadi pahlawan?"

       "Gue, gue pacarnya dia. Kenapa? Lo mau apain cewek gue?"

       "Hah? Cewek lo? Masa?"

       "Kenapa? Masalah buat lo? Kalo berani mending lo lawan gue."

       Pria yang masih memegangi tangan Muti Tak mengeluarkan sepatah dua patah kata dari bibirnya dan langsung melepas cengkraman yang ia lakukan pada Muti.

       "Lo Tamakan?" tanya pria itu.

       "Iya gue Tama. Kenapa?" ucapnya.

       "Lo inget gue?"

       Aku seperti mengenali pria itu. Oh iya, pria itu Guntur. Anak sang pemilik diskotik yang biasa dikunjungi.

       "Lo Gunturkan, anak pemilik diskotik?" Guntur hanya tersenyum.

       "Dasar bego, lo mau ngapain Muti? Ada masalah apa lo sama dia?"

       "Gue disuruh, dengan imbalan yang cukup besar Tam." Ucapnya polos.

       "Di suruh siapa lo? Lo udah kaya ngapain lo mau disuruh cuma dengan bayan gede kaya gitu. Emang duit lo itu engga cukup buat lo? Hah?"

       "Engga Tam, belom cukup. Gue pengen punya duit banyak. Punya duit hasil keringat gue sendiri, bukan punya bokap gue." Jelasnya.

       "Tapi engga gini caranya men, lo bisa lakuin hal yang lo suka. Tapi engga harus jahatin orang jugakan? Apalagi dia bukan orang yang lo kenal Gun !!" peringatnya.

       Jadi, dia pacar lo Tam?" ucapnya tanpa menjawab pertanyaanku.

       Tama hanya mengangguk, banyak kata yang tak bisa ku ucapkan saat aku berada di dekat dirinya.

       "Sorry Tam, gue engga tahu kalo dia itu pacar lo. Untung lo dateng, tapi kalo lo engga dateng juga gue engga bakalan apa-apain dia. Paling cuma gue godain sama gue isengin, gue engga mungkin lakuin hal bodoh."

        "Mending lo sekarang pulang deh, sebelum gue berubah pikiran buat mampusin lo !!"

        "Terus dia gimana Gun?" ucap teman yang satunya. Ia tengah berdiri di hadapan Muti.

        "Kita engga usah ngurusin dia dan lupain sama apa yang dia suruh. Mending kita urusin urusan kita, gue pengen nikmatin hidup gue tanpa gangguan apa. Ngerti !!" peringatnya.

        "Duitnya gimana?"

        "Duit itu, biar gue yang bayar ke lo karena gue udah make jasa lo. Gue masih punya duit banyak, jadi lo engga perlu takut miskin berteman sama gue."

        "Dan satu lagi, jangan pernah lo ganggu dia apa lagi sentuh dia. Dia punya gue." Ucap Tama dengan tegas.

        "Oke Tam, gue balik dulu. Sorry sebelumnya." Ucap Guntur sambil bersalaman ala cowok.

        Pergilah mereka berdua, menuju tempat di mana mereka ingin menenangkan pikiran.

        Tak ada perbincangan suara antara Aku dan Muti. Mungkin aku menjadi canggung karena ucapankun tadi. Mungkin juga dia marah karena telah mengaku aku adalah pacarnya. Hening... Dan sangat hening...

        "Tam? Makasih ya udah nolongin gue. Gue engga tahu kalo engga ada lo gue gimana jadinya." Ucapnya sambil mendekati Tama.

        "Iya sama-sama. Engga usah ngomong kaya gitu. Ada atau engga adanya gue, lo bakalan baik-baik aja.” Tama menegaskan.

        "Oh iya deh."

        Suara senja pun bertabuhan, saatnya muslim di dunia ini untuk menjalankan kewajibannya.

        "Lo mau sholat dulu? Atau langsung gue anter pulang?"

        "Gue mau sholat dulu, di mesjid deket sini. Kalo lo mau pulang, pulang aja duluan."

        "Bener nih engga apa-apa?"

        "Iya bener. Gue engga apa-apa kok sendiri. Engga usah khawatir gitu." Tenangnya.

        "Bukan masalah khawatir atau gimananya, tapi... Ya udah deh, gue ikut lo aja sholat."

        "Ikut? Kepaksa engga nih? Punya niat buat sholat? Kalo kepaksa mending engga usah. Mending lo pulang aja." Tanya Muti bertubi-tubi.

        "Kepaksa? Enggalah. Gue ada niat kok, gue pengen sholat. Soalnya gue udah lama engga sholat."

        "Ya udah ayo."

        Tama dan Muti menuju sebuah mesjid besar yang tak jauh letaknya dari kampusku. Sholat berjamaah jauh terasa lebih bermakna.

        Ketika sholat, ada keraguan, ada kecanggungan, ada resah, gelisah dan rasa deg-degan karena apa? Karena  sudah lama tak menjalankan perintahnya, ia hampir saja hilang ingatan. Bagaimana caranya untuk sholat. Untung saja waktu tak membuat Tama hilang segalanya, dan wudhupun masih sangat ingat.

        "Abis ini kita langsung pulang aja?"

        "Iya udah." Ucap Muti sambil memakai tali sepatunya dan akupun begitu.

        "Apa engga sebaiknya, kita mampir dulu gitu buat dinner?" tawarnya.

        "Hmmm. Pengen sih, tapi gue udah suka  ngerepotin lo. Jadi pulang aja deh !!"

        "Ngerepotin apaan sih Mut !! Biasa aja lagi. Kita mau makan di mana nih?"

        "Hah? Bener nih? Engga nyesel ngajak gue dinner?"

        "Bener deh, engga nyesel gue. Malah gue seneng. Ehhh." UcapNYA keceplosan.

        "Cieee yang seneng jalan sama gue. Hahaha :D ." ucapnya sambil menyenggol pudakku yang cukup tinggi.

        Muti memiliki tubuh yang tak terlalu tinggi, tapi dia bisa menyeimbangkan segala sesuatunya. Tama hanya tersipu malu.

        "Mending kita makan Pecel LeLe aja? Atau Nasi Goreng? Bakso? Mie Ayam juga bisa? Sate juga boleh tuh? Tapi Soto kayanya lebih enak? Karena lo orang kaya, pasti makanan ecek-ecek kaya gitu mana lo mau. Kalo gitu makanan mau yang agak mahal Kebab Turki? Terus Yakiniku? Apa mau Hoka-Hoka Bento? Ramen?”

        Saat Muti menyerocos untuk berbicara beberapa makanan, aku hanya tersenyum. Sangat manis wajahnya ketika ia sudah mulai menunjukkan kecerewetannya.

        "Udah ngomongnya?"

        "Belom sih, masih banyak lagi yang pengen gue tawarin ke lo !!"

        "Intinya?"

        "Intinya apa? Kitakan belum tahu tujuannya mau makan apa !!"

        "Dari semua yang lo sebutin, mana yang paling lo suka?"

        "Hmm (Muti berfikir). Semuanya sih gue suka, tapi sekarang gue pengennya nasi goreng. Eh engga jadi deh, kayanya lebih enak soto Suroboyo." Muti langsung nyengir kuda.         

        "Jadi?"

        "Soto aja ya. Engga apa-apakan? Apa lo engga suka? Kalo engga suka, kita ganti makanannya. Gimana?"

        "Iya, gue suka kok. Udah donk, jangan ganti-ganti terus. Gue malah bingung."

        Muti hanya tersenyum. "Yaudah sekarang kita ke daerah Cempaka Putih, di sana jajanan malam banyak banget mulai dari kuliner sampe."

        "Bisa engga, engga usah ngomong terus (memotong pembicaraannya). Kalo lo ngomong terus, kapan kita berangkatnya?"

        "Oh iya yah. Kita berangkat sekarang aja deh."

        Berlajulah motorku dengan kecepatan sedang. Tapi seketika terlintas di pikiranku untuk menjahatinya sedikit. Tiba-tiba laju motorku aku percepat sehingga, secara refleks tangan Muti jadi sedikit agak memelukku. Setiap aku memboncengnya, ia tidak pernah memegang pinggang ku. Ia selalu menyandarkan tangannya di atas pahanya.

         "Loh loh (sedikit terguncang). Tam!!" bentaknya.

         "Hmm (berdeham)."

         "Pelanin kek, motornya. Engga usah ngebut." Rengeknya.

         "Emang kenapa? Takut?"

         "Bukannya takut, tapi.." Ucapnya menggantung.

         "Ya emang kenapa? Biar cepet sampe Mut."

         "Iya deh."

         Motorpun kembali melaju dengan pesat. Terpaksa Muti harus agak memeluk pinggangku, karena jika tidak mungkin Muti akan terjatuh akibat laju motor yang begitu cepat.

         Di rumah. Ada sesosok pria yang mengkhawatirkannya. Sudah berkali-kali lelaki itu menelepon Muti. Aldi kelabakan. Dia sangat-sangat cemas. Waktu menunjukkan pukul setengah 7 malam gelap belum larut, Muti tak kunjung datang. Di tunggunya ia, di depan rumah setelah selesai sholat.

          "Aduh. Lo kemana sih? Jangan bikin gue panik !!" gumamnya.

                                                ***

          "Terus kita kemana lagi?" ucapku yang tak tahu jalan.

          "Belok kanan, abis itu lurus. Nanti juga ada orang-orang yang dagang kok." Jelasnya.

          Tamapun memperlambat laju motorku, hingga akhirnya kita berdua tiba di sana.

          "Mau makan soto yang mana?".

          "Hmm (sedang memilih), gue lebih suka soto Suroboyo. Jadi yang itu aja ya. Tapi lo suka soto yang mana?"

          "Soto apa aja suka, karena gue udah engga pernah makan soto lagi semenjak masuk SMA."

          "Loh? Haha, payah !!" Muti langsung menarik lengan Tama.

          Tama turun dari motornya dan sebelumnya memarkirkan motor itu di tempat yang tak jauh dari warung soto itu.

          "Misi." Ucapnya dengan sopan.

          "Monggo." Ucap penjualnya dengan logat Jawanya.

          Muti hanya tersenyum akrab. Tama berfikir dalam hati, sepertinya Muti sudah tak asing di tempat ini.

          "Mba Muti toh. Duduk mba duduk." Mempersilahkan kami berdua.

          "Berapa porsi? Seperti biasa?"

          "2 porsi aja, kalo buat aku sih yang kaya biasa. Tam, lo mau soto Surabaya yang gimana (beralih padanya)?"

          "Ikutin kaya lo aja".

          "Gue biasanya, sotonya itu di campur. Antara daging sapi sama ayam terus engga pake toge. Takut lo cuma suka daging ayam atau daging sapi."

          "Oh gitu. (Menatap pak Sholeh, nama penjual soto tersebut). Pak, saya campurannya ayam aja ya."

          "Iya mas."

          "Datang ke sini karo sopo mba? Biasane karo mas Aldi. Mas Aldinya ke mana?" lanjutnya.

          "Ini temen aku. Namanya Tama. Ada, Aldinya lagi di rumah pak, akunya lagi engga bareng sama dia."

          "Oh gitu mba." Muti hanya tersenyum.

          Pria itu hanya diam. Ternyata tempat ini adalah tempat mereka yang biasa di kunjungi. Ada rasa tidak enak dalam hati. Jengkel, sebel, geregetan.

       Beberapa menit kemudian …

       "Ini mba, mas sotonya." Pak Sholeh menyodorkan dua mangkuk soto dan dua piring nasi hangat yang ditaburkan bawang goreng.

       "Minumnya apa mas?"

       "Jus alpukat ada?"

       "Kok, minumnya sama?" celetuk Muti.

       "Gue emang suka, jus alpukat. Emang kenapa?"

       "Mba Muti juga suka jus alpukat mas. Setiap ke sini sama mas Aldi pasti mintanya jus alpukat kalau engga jus jeruk." Sambung Pak Sholeh.

       Tama hanya melirik dirinya.

       "Saya bikinin dulu ya mas."

       Tama dan Muti menyantap soto yang masih sangat panas ini, sepertinya sangat lezat. Dan benar saja, soto ini memang benar-benar lezat. Ternyata Muti tidak salah tempat.

       "Gimana? Enakkan?" ucap Muti sambil menggerakkan alisnya.

       "Biasa aja." Ucapnya datar.

       "Boong banget, engga mungkin biasa aja. Ga usah jaim segala deh, tinggal bilang enak apa susahnya sih !!"

       "Iya deh. Soto ini emang bener-bener enak."

       "Tuhkan? Kata gue juga apa. Pasti soto ini tuh enak, engga mungkin ga !!"

       "Wajar gue bilang enak, ini pertama kalinya gue makan soto, setelah sekian tahun lamanya gue engga makan makanan kaya gini."

       "Terserah lo aja deh", Muti melanjutkan makannya.

       Minumanpun selesai dibikin. Tapi tanpa disadari.

       "Makasih pak !!" ucapknya serentak setelah pak Sholeh menyodorkan dua jus alpukat dengan campuran susu coklat yang cukup banyak, tapi yang banyak itu punya Muti.

       Merekapun saling melirik, dan saling tersenyum.

                                                ***

       "Mau nyobain?" tawarnya.

       "Hmmm." Hanya melirik.

       "Ini, emang engga mau? Punya gue lebih enak dari punya lo."

       "Masa sih? Kayanya biasa aja deh."

       Muti langsung mengambil sendok yang sedang aku pegang, memasukkan sendoknya ke dalam mangkuknya mengambil beberapa potong daging dan bihun kemudian langsung menyodorkannya ke dalam mulutku dengan rasa sedikit canggung aku menerima suapan itu.

       Telepon berdering dari saku celana Muti, diapun mengangkat dengan wajah yang agak kaget.

       "Hallo Di !!" ucapnya hati-hati.

       Suara di sebrang sana sedang berbicara.

       "Gue lagi sama Tama di tukang soto !!" nadanya memohon.

       "Hmmm." Suara Aldi di telepon membuat Muti berdeham.

       "Makanya lo jangan khawatirin gue, guekan udah bilang. Gue malah sedih kalo ada yang khawatirin gue. Gue engga bakalan kenapa-kenapa ya !!", ucap Muti mengeluh.

       "Iya kok iya, tunggu aja di rumah. Santai." Ucap Muti mencairkan ketegangannya.

       Tut... Tut... Tut... Teleponpun sudah terputus.

       "Siapa?" Tanya Tama datar.

       "Aldi." jawab Muti.

       Mereka melanjutkan dinner mereka di warung soto, tak lama kemudian telepon Mutipun berdering lagi. Di sana tertera "MY MOM."

       "Kenapa mah?" jawabnya santai.

       "Aku lagi makan soto, mamah mau?" tawarnya.

       "Sama temen Muti !!" jawabnya jujur.

       Banyak pertanyaan yang diajukan oleh ibunya.

       "Bukan, sama Tama !!"

       "Dia temen Muti, yang satu lagi. Mutikan punya temen engga tiga sampai tujuh orang tapi banyak mah."

       "Iya iya. Muti engga bakalan telat makan kok, tapi kalo lupa makan yah ga tahu deh mah ya engga makan kali.” Jawab Muti dengan polosnya.

       "Siap bos !! Oke deh. Dah." Ucap Muti mengakhiri teleponnya.

       Tama hanya melirik saja, aku baru tahu ternyata Muti suka lupa sama telat makan.

       "Maaf ya !! Gue angkat telepon mulu !!" ucapnya tiba-tiba.

       "Iya engga apa-apa kok !!" ucap Tama santai.

       Setelah semuanya selesai aku mengantarkan Muti pulang ke kostannya. Muti pasti sangat lelah bersama ku. Dia butuh istirahat, walaupun aku tahu dia wanita yang tangguh dan pemberani. Secara kodrat dia adalah seorang wanita. Wanita yang tanpa aku sadari telah mengubah hidupku, hidup yang tadinya gelap kini berwarna.

                                                ***

       "Makasih ya udah nolongin gue, mau nemenin gue makan sama udah nganterin pulang." ucapnya dengan rasa bersalah.

       "Iya, sama-sama. Ya udah lo masuk ke dalam, gue tahu lo capek !!” titahku padanya.

       "Iya deh, (aku menstarter motorku) bye." Muti melambaikan tangannya.

       Dari kejauhan Aldi memperhatikan aku dan dirinya, dan setelah itu mendekati Muti. Aldi hanya berdiam di hadapan Muti.

       "Tadi pas gue mau pulang, gue di hadang sama anak kampus lain. Gue engga tahu kenapa mereka gituin gue tapi untungnya ada Tama tadi, dia nyelametin gue. Terus pas abis sholat maghrib gue diajak makan sama Tama lagian kebetulan guenya laper. Lo jangan marah ya, karena gue bikin lo khawatir gue engga ada maksud." Jelas Muti tiba-tiba. Sangat panjang.

       "Iya gue ngerti kok. Gue engga bakal marah. Siapa yang mau marah sih, gue ke sini cuma mau mastiin lo itu baik baik aja."

       Muti hanya mengangguk.

       "Sekarang lo istirahat, pasti lo capek. Besok lo ada jam ngampuskan? Gue engga mau temen gue jadi lemes gara-gara kecapean", ucap Aldi mendorong tubuh Muti ke depan pintu kostannya. Sebelum masuk Muti tersenyum kepadanya, Aldi membalas dengan mengelus-elus kepalanya. Seperti kakak yang sayang sama adiknya.

       Tepat pukul jam setengah 9, ia sampai di kostan. Walaupun sudah tak tepat waktu, Muti manjalankan shalat isya dengan khusyuk yang menyembahkan dirinya pada Allah. Tahiyatul akhir selesai dilakukan, Muti berdoa kepada sang Khaliq untuk selalu diberikan kebahagian, nikmat sehat, dan nikmat iman.

       Terkadang, secara tidak langsung Muti berfikir tentang kehidupannya. Ia merasa aneh mengapa ada seseuatu yang berbeda di dalam dirinya, perasaan yang belum pernah dirasakan selekat ini bergitu berarti namun tak mudah untuk ditebak. Termenung dan termenung kala ia tak bisa mengartikan dirinya.

       "Kenapa Mut?" tanya Fey di sela-sela lamunan Muti.

       "Oh, enhhh. Engga kenapa-kenapa kok!!" elaknya.

       "Apa ada yang sedang difikirkan?" selidiknya.

       "Engga sih, cuma merasa ada yang aneh aja." Jelasnya.

       "Pasti Tama? Dia suka sama lo.", sergahnya langsung.

       "Hah? Tama? Suka sama gue?" kagetnya.

       "Ngaco lo. Masa dia suka sama cewek kaya gue, gue bukan tipenya dia kali." Lanjutya sambil mengelaknya.

       "Lihat saja nanti, suatu saat omongan gue itu bener !!" tegasnya.

       "Oh iya, gimana hubungan lo sama Tomy? Lancar !!" Muti mengalihkan pembicaraan.

       "Tomy? Engga tahu deh, gue sama dia. Kadang suka berantem ga jelas, tiba-tiba baikan. Gue bingung sama dia, kadang dia suka jauhin gue, yaaah gue ngerti.", jelasnya.

       "Mungkin dia lagi ada masalah jadi kaya gitu ke lo, coba deh lo ajak ngobrol dia tapi secara baik-baik pasti dia mau cerita sama lo !!" nasihat Muti.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • nanisarahhapsari

    @ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)

    Comment on chapter Prolog
  • ReonA

    Ceritanya keren kok kak, diksinya lumayan, cuma harus memerhatikan Puebi aja. Semangaaattt

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
ADA SU/SW-ARA
3258      1005     1     
Romance
Ada suara yang terdengar dari lubuknya Ada Swara....
Mendadak Pacar
8834      1754     1     
Romance
Rio adalah seorang pelajar yang jatuh cinta pada teman sekelasnya, Rena. Suatu hari, suatu peristiwa mengubah jalannya hari-hari Rio di tahun terakhirnya sebagai siswa SMA
Toget(her)
1403      657     4     
Romance
Cinta memang "segalanya" dan segalanya adalah tentang cinta. Khanza yang ceria menjadi murung karena cinta. Namun terus berusaha memperbaiki diri dengan cinta untuk menemukan cinta baru yang benar-benar cinta dan memeluknya dengan penuh cinta. Karena cinta pula, kisah-kisah cinta Khanza terus mengalir dengan cinta-cinta. Selamat menyelami CINTA
Kesempatan
19156      3037     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
Iblis Merah
9168      2435     2     
Fantasy
Gandi adalah seorang anak yang berasal dari keturunan terkutuk, akibat kutukan tersebut seluruh keluarga gandi mendapatkan kekuatan supranatural. hal itu membuat seluruh keluarganya dapat melihat makhluk gaib dan bahkan melakukan kontak dengan mereka. tapi suatu hari datang sesosok bayangan hitam yang sangat kuat yang membunuh seluruh keluarga gandi tanpa belas kasihan. gandi berhasil selamat dal...
Dieb der Demokratie
16906      1974     16     
Action
"Keadilan dan kebebasan, merupakan panji-panji dari para rakyat dalam menuntut keadilan. Kaum Monarki elit yang semakin berkuasa kian menginjak-injak rakyat, membuat rakyat melawan kaum monarki dengan berbagai cara, mulai dari pergerakkan massa, hingga pembangunan partai oposisi. Kisah ini, dimulai dari suara tuntutan hati rakyat, yang dibalas dengan tangan dingin dari monarki. Aku tak tahu...
V'Stars'
1404      638     2     
Inspirational
Sahabat adalah orang yang berdiri di samping kita. Orang yang akan selalu ada ketika dunia membenci kita. Yang menjadi tempat sandaran kita ketika kita susah. Yang rela mempertaruhkan cintanya demi kita. Dan kita akan selalu bersama sampai akhir hayat. Meraih kesuksesan bersama. Dan, bersama-sama meraih surga yang kita rindukan. Ini kisah tentang kami berlima, Tentang aku dan para sahabatku. ...
Tanda Tanya
404      288     3     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.
Di Bawah Langit
3056      964     1     
Inspirational
Saiful Bahri atau yang sering dipanggil Ipul, adalah anak asli Mangopoh yang tak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Namun, Ipul begitu yakin bahwa seseorang bisa sukses tanpa harus memiliki ijazah. Bersama kedua temannya Togar dan Satria, Ipul pergi merantau ke Ibu Kota. Mereka terlonjak ketika bertemu dengan pengusaha kaya yang menawarkan sebuah pekerjaan sesampainya di Jakarta. ...
Shinta
6090      1781     2     
Fantasy
Shinta pergi kota untuk hidup bersama manusia lainnya. ia mencoba mengenyam bangku sekolah, berbicara dengan manusia lain. sampai ikut merasakan perasaan orang lain.