Pagi menjelang, seperti biasa Muti dan Aldi berangkat kuliah bersama. Sampai di sekolah dengan in time. Seorang gadis yang berpakaian sexy tinggi semampai datang menghampiri mereka di parkiran kampus, wajahnya yang agak judes menandakan bahwa dirinya adalah orang kaya.
"Heh lo?" panggil Liona.
Muti hanya celangak-celinguk karena tidak tahu siapa yang dipanggil Liona.
"Gue panggil lo, bukan orang lain." Tegasnya.
"Oh, lo panggil gue? Tapi nama gue bukan heh, gue punya nama !!" jelas Muti.
"Oke oke oke, gue panggil nama lo. Muti, gue pengen ngomong sama lo?" pinta Liona dengan nada bicara menyombongkan diri.
"Ngomong apaan? Tinggal ngomong apa susahnya?"
"Tapi ga di sini", ucap Liona dengan melirik Aldi.
"Kenapa lo lihatin gue? Hah?" juteknya.
"PD banget lo, ihh." Jawab Liona.
"Hmm, Di. Lo duluan aja deh nanti gue nyusul. Oke?" titah Muti pada Aldi.
Muti tahu lirikan itu mengisyaratkan bahwa Aldi tidak boleh berada di antara mereka.
"Oke deh, tapi lo engga apa-apa gue tinggal sama cewek ini?"
"Iya engga apa-apa, tenang aja." Ucap Muti mengedipkan sebelah mata pada Aldi.
Lagi-lagi Aldi tahu apa yang harus dia lakukan, Aldi selalu mengerti tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Muti. Dia paham tabiat Muti.
***
"Lo gue peringatin sekarang, jangan deketin Tama sebelum kehidupan dia gue hancurin !!" peringatnya dengan tatapan tajam yang mengarah pada Muti.
"Maksudnya? Lo larang gue temenan sama Tama gitu? Hello siapa lo? Ngatur-ngatur hidup gue? Ibu gue juga bukan. Tama aja engga ngelarang gue buat temenan sama dia. Apa hak lo?" tegasnya penuh keberanian.
"Muti, sekali lagi gue bilangin sama lo. Gue itu bisa ngelakuin apa aja yang gue mau, gue orang kaya. Gue bisa milikin segalanya dan gue juga bisa milikin Tama. Bukan hanya itu, gue itu bisa ancurin hidup siapapun di dunia ini, Tama aja bisa gue ancurin apa lagi hidup lo Mut." Ancam Liona yang mulai terfikir oleh Muti.
"Lo boleh ancurin hidup gue, asal jangan Tama. Lagian apa lo bisa ancurin hidup Tama? Hah? Tama juga orang kaya sama seperti lo, malah Tama lebih dari lo." Ceplos Muti.
"Iya gue tahu itu, tapi lo engga tahukan kalo bokapnya Tama itu kolega papah gue. Gue bisa hasut papahnya Tama buat bikin dia jadi milik gue selamanya dan hidup lo itu bisa ancur, lo engga bakal bisa sama dia. Tama bisa lebih ancur dari pada lo karena Tama suka sama lo, lo itu ujung tombaknya dia. Kalo ujung tombaknya dia patah pasti Tama menderita." Jelasnya panjang lebar.
Muti mencerna kat-kata yang keluar dari mulut Liona, Muti sadar dia harus mengalah untuk Liona. Dia tidak ingin aku menderita, dia tidak mau aku hancur, bahkan dia tidak ingin aku masuk ke dalam dunia yang sangat menyedihkan seperti waktu itu lagi.
"Jadi, apa yang lo mau dari gue? Gue engga punya apa-apa, gue cuma cewek miskin !!"
"Gue cuma pengen, lo jauhin Tama jangan deket-deket sama dia apa lagi ngobrol sama dia. Gue muak lihat lo berdua. Ngerti? Lo harus nurutin kata-kata gue kalo lo engga mau Tama menderita."
Muti berfikir, sebenarnya ia tak mau seperti ini.
"Oke, gue bakal nurtin kemauan lo. Asal lo jangan pernah buat Tama ancur, kasian dia." Keluh Muti.
"Oke,oke. Ga bakal ngelakuin itu sama dia. Lo turutin kemauan gue, semua beres."
"Gue masih ragu sama omongan lo?" Muti.
"Pegang kata-kata gue." Ucap Liona serius.
Muti terpaksa melakukan ini semua demi Tama.
Jam sudah menunjukkan pukul 8. Muti segera lari ke kelasnya.
"Sorry, gue duluan." Ucapnya meninggalkan Liona.
Liona hanya tersenyum licik.
Di tangga kampus, Muti bertemu dengannya. Tama sempat menyapanya, tapi tak ada jawaban malah Muti buang muka terhadap. Sungguh aneh.
***
Muti mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi ia tidak fokus dengan apa yang disampaikan oleh dosen yang mengajar, Muti terus memikirkan Tama. Sampai pada akhirnya, jam telah menunjukkan jam 3 sore. Tanpa disadari handphonenya bergetar terus.
From Tama : "Mut?"
Tak ada balasan yang diberikan Muti padaku.
From Tama : "Kemana aja?"
Tak kunjung di balas. Muti sedang merenung memandangi handphonenya yang terus bergetar tanda pesan masuk.
From Tama : "Kok engga dibalas?"
Tak ada jawaban.
From Tama : "Kenapa sih? Lo marah sama gue?"
Masih dengan hal yang sama, tak dibalas sedikti pun.
From Tama : "Gue tunggu lo di parkiran, lo harus dateng sekarang."
Karena tidak ingin membuat Tama menunggunya terpaksa ia balas.
From Muti : "Engga usah, gue engga ada waktu ketemu sama lo. Gue sibuk."
Rasa kecewa dalam hatiku mulai merasuk, benci iya, sedih iya, tapi gimana lagi aku harus menerima keanehan Muti terhadapku hari ini.
Di dekat parkiran, Aldi seperti biasa menunggu Muti keluar dari dalam kelasnya. Karena tak kunjung datang, Aldi meneleponnya.
"Dimana Mut? Pulang bareng yuk?"
Muti mengiyakan ajakan Aldi, dan meminta menunggunya di depan gerbang kampus. Memang biasanya Aldi dan Muti pulang bersama.
"Sorry nunggu lama!!" Muti datang.
"Iya engga apa-apa." Ucap Aldi santai.
"Sialan." Ucap Tama memukul stir motorku
Dari kejauhan aku melihat Aldi dan Muti pulang bersama. Dia menolak ajakan Tama, ia sangat benci terhadap itu. Dia tak pernah tahu perasaan Tama padanya. Tama cemburu Mut dan ia tak pernah mengerti kemauan dan keinginan Tama terhadapnya.
Tanpa sengaja Muti melihat ku di dekat gerbang sekolah yang tak jauh dari keberadaan dirinya, dan yang terjadi adalah dia memalingkan wajahnya. Ia tak menoleh untuk sekedar memberikan senyuman yang biasa ia berikan padaku.
"Sorry, gue terpaksa ngelakuin ini Tam. Gue engga mau lo kenapa-kenapa, lo engga boleh hancur cuma gara-gara cewek kaya gue. Hidup lo terlalu berharga buat gue." Rintihnya dalam hati.
"Kita mau kemana dulu nih?" tanya Aldi di sela-sela perjalanan.
"Engga usah kemana-kemana deh, kita pulang aja langsung." Ucapnya.
"Tumben lo engga pengen kemana-mana? Kenapa?" ucap Aldi penasaran.
"Engga kenapa-kenapa. Gue cuma pengen istirahat aja di rumah, kayanya hari ini gue capek banget." Ucap Muti menjelaskan.
"Ouuuhh. Tapi lo engga apa-apakan? Kalo lo ngerasa engga enak badan karena kecapean kasih tahu gue, gue takut lo kenapa-kenapa." Aldi merasakan bahwa Muti sedang kurang sehat.
"Iya, tenang aja." Ucap Muti dengan santainya.
Tibalah Muti di depan kostannya.
"Sana masuk, istirahat, jangan lupa makan, kalo perlu minum obat terus tidur." Nasihatnya.
"Siap bos." ucap Muti sambil hormat.
"Ya udah, gue balik dulu."
"Oke." Ucap Muti menjentikkan jarinya.
Dari kejauhan, mata itu tak berpaling sedikitpun dari dirinya. Tama ingin menggapainya untuk tetap berada di sampingnya, bersamanya dan di sisinya.
Sesampainya di kosan, Muti segera membersihkan dirinya dan bersujud kepada Allah karena waktu sudah menunjukkan pukul 3 lewat seperapat jam.
"Gue engga tahu, apa yang harus gue lakuin." Ucap Muti yang tengah berbaring di ranjang tidurnya.
"Gue engga mau buat hidup Tama hancur, gue harus ngejauhin lo bahkan gue pendam rasa gue buat lo."
Setelah ia memikirkan Tama, ia merasa lapar tapi di rumah engga ada apa-apa. Muti malas keluar rumah untuk membeli makan, padahal hari belum malam. Masih sore, jam 15.45.
Dia memutuskan untuk mengirim pesan singkat kepada Aldi.
"Di? Bisa beliin gue nasi bebek engga? Gue laper pengen makan, tapi di rumah engga ada makanan !!"
"Oke, gue mau OTW ke sana !! Apa lo mau kita berdua ke sana, dari pada di makan di rumah, rasanya beda", beberapa detik Aldi membalas pesan singkat itu.
"Hmm, ya udah deh. Tunggu gue ganti baju dulu." Muti membalasnya.
"Udah engga usah, gue udah di depan gerbang." Aldi mencegah Muti untuk berlama-lama di dalam kamar kostnya.
Mutipun keluar dari kamarnya.
"Udah siap Mut? Ayo cepet !!" titahnya.
"Nanti dulu, masa iya gue pake baju tidur. Lo engga malu apa !!" bantahnya.
"Engga usah, gue engga bakal malu. Masa iya cuma masalah pakaian gue malu !!" tegasnya.
"Iya deh, gue ambil uang dulu sebentar!!" pintanya.
"Aduh, kelamaan lo. Gue yang teraktir !!" tawarnya.
"Bener nih? Gue langsung ke situ?" ucap Muti sambil memicingkan matanya.
"Iya, cepet sini."
"Asik." Ucap Muti berlari ke arah Aldi.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog