Di pagi buta, Muti sudah terbangun dari tidur lelapnya. Bergegaslah ia mandi dan mensujudkan dirinya ke hadapan Sang Penyayang ketika manusia sudah tak mendapat kasih sayang. Ia tengok ponselnya, ada 1 message. Siapa lagi kalo bukan Tama sendernya. Muti hanya tersenyum dengan pesan itu.
Matahari tak enggan untuk menampakkan sinarnya menyoroti suasana ibu kota yang sudah padat penduduk. Seperti biasa deru motor Aldi, membuat Muti bergegas menujunya. Sebelum sampai di kampus, Muti selalu nyabu bersama Aldi. Sarapan bubur maksudnya. Jika tidak nyabu di tempat langganan mereka makan nasi uduk ibu kantin di kampus.
"Nanti jalan yuk balik ngampus?" ucap Aldi di sela-sela makannya.
"Mau jam berapa?" Muti berbalik bertanya.
"Selesai mata kuliah kita aja." mengungkapkan dengan antusias.
"Oke deh. Insyaallah kalo engga ada keperluan." Muti mengiyakan.
Dari kejauhan Tama harus melihat kembali Muti dan Aldi bersama.
"Apakah dia tak memikirkan perasaan ku? Hey Tama, kalo lo engga ngakuin kalo lo suka sama dia. Jangan menyesal kalo dia jadi milik orang lain." runtuk Tama dalam hati.
"Tapi gue sadar, gue bukan pria baik-baik."
***
Setelah selesai breakfast, mereka jalan menuju kelasnya. Di halaman kantin tanpa sengaja Muti melihat Tama.
"Hai Tam? Mau kemana?" sapa Muti.
"Hai (melambaikan tangan). Mau breakfast Mut." balas Tama.
"Oh gitu, yang kenyang aja ya", ucap Muti menggoda.
"Pastinya donk." Ucapnya sedikit gugup.
Aldi menatap sinis padaku. In my heart, I'm so broke cause I see her with him. Jeoleous tentu, marah pastinya.
Mereka berdua masuk ke kelas berbarengan, karena ada jadwal mata kuliah yang kebetulan memang di takdirkan sama. Mereka, memperhatikan dosen yang menerangkan pelajaran kewarganegaraan.
Banyak pertanyaan yang diajukan oleh Muti dan Aldi. Kalau yang bertanya bukan Aldi pasti Muti, begitu pula sebaliknya kalau Muti tidak bertanya Aldi yang bertanya. Benar-benar kompak mereka.
Sampai saatnya kebersamaan Aldi dan Muti berpisah karena jadwal mata kuliah berbeda.
"Gue ada kelas nih? Gue duluan ya?" ucap Aldi.
"Oh yaudah gih. Jangan sampe telat." Muti memperingatkan.
"Lo engga ada kelas?" tanyannya.
"Engga ada. Adanya nanti jam setengah satu. Lo tahu sendiri, kalo hari sabtu jadwal gue engga terlalu padat." Jelasnya.
"Terus? Lo mau ngapain sekarang?" tanya Aldi antusias.
"Gue mau ke taman aja ahh apa engga gue ke perpus tapi bisa juga ke ruang KSR." Timpalnya.
"Oh ya udah. Gue duluan. Sampai ketemu nanti." Aldi mulai beranjak pergi.
Di balik tembok itu, aku sudah kesekian kalinya memperhatikannya. Tak ada keberanian untukku menemuinya ketika ia sedang bersama Aldi.
"Lo ngapain Tam?" ucap Fey menepuk pundaknya sekaligus mengagetkan seorang yang pria yang sedang memperhatikan gadis pujaannya.
"Ahh, eeenggg... eeeennggaaa kok." Tama yang gelagapan.
Fey menengok ke arah di mana mataku tertuju.
"Oh itu. Lo dari tadi ngeliatin Muti. Haha :D . Tama...Tama..." ledeknya.
"Sssttt jangan berisik nanti kedengeran." Tama berbicara di sebelah daun telinga Fey.
"Mut... Muti... Tama ngeliatin lo mulu nih !!" teriak Fey asal.
"Aduh." ucapku dengan menepuk jidat.
Muti menoleh dan menghampiri kami berdua.
"Kenapa?"
"Ini nih Mut. Ta..." ucap Fey yang tak jadi melanjutkan kata-katanya karena terlanjur aku injak kakinya untuk diam.
Muti hanya menoleh padanya. Tamapun hanya mampu tersenyum tanpa berkata.
"Mut, kayanya dia pengen ngobrol sama lo deh. Soalnya dia dari tadi ngeliatin lo terus. Kaya ada yang pengen diungkapin." ucap Fey setelah terlepas dari injakan ku.
"Fey, lo apaan sih." Keluh Tama.
"Engga kok Mut. Biasa aja." Lagi-lagi Tama mengelak.
"Emang mau ngobrol tentang apa?" tanya Muti.
"Engga Mut, Fey bohong kok." Dan itulah Tama, selalu mengalihkan perbincangan.
"Lo mau ke mana Mut?" tanya Fey.
"Engga tau juga deh. Sebenernya tadi gue mau ke taman tapi pengen ke perpus kalo di pikir-pikir lagi gue juga pengen ke ruang KSR." jelas Muti.
"Kenapa lo engga sama Tama aja? Lo engga ada kelas jugakan Mut?" tanya Fey. Muti hanya mengangguk.
"Lo jugakan Tam? Engga ada kelas?" tanya Fey.
"Iya sih." ucapku sambil garuk-garuk kepala agak canggung.
"Kalian berdua jalan-jalan sana? Gue mau masuk dulu nih, biasa ada kelas." ucap Fey mendorong tubuh kami berdua untuk enyah dari hadapannya.
***
Tidak ada perbincangan yang banyak di antara aku dan Muti. Sampai akhirnya kita berdua memutuskan untuk ke taman sekedar berbincang-bincang. Setalah kejadian kemarin, membuatnya begitu canggung.
Ternyata Muti merasakan ada yang aneh terhadap Tama, tak banyak berbicara dan cukup diam.
"Lo kenapa Tam?" tanya Muti.
"Gue engga kenapa-kenapa." Tama yang sesantai mungkin.
"Kayanya lo sama gue jadi agak canggung. Biasa aja deh." ucap Muti.
"Canggung? Engga deh. Itu perasaan lo aja kali."
"Engga kok, gue yakin. Itu bukan perasaan gue, tapi emang kenyataan. Kenapa lo kaya gitu?" ucap Muti sekenanya.
"Hmm. Gue jadi engga enak sama hal yang kemarin." Ucapnya ragu.
"Oh itu. Ya udahlah, engga usah terlalu di pikirin. Sama gue sih, santa aja." ucap Muti.
"Ih, ngapain sih Muti sama Tama. Engga biasanya deh mereka bareng." Ucap salah satu mahasiswi yang lewat di hadapan mereka.
"Bukannya Muti pacarnya Aldi?" ucap yang satunya.
"Emang engga ad cewek lain apa yang dipilih Tama?"
"Kok mau ya Aldi di selingkuhin?"
Untuk kali ini Muti tidak tinggal diam, dia menegur wanita itu dan berkata, kalau dirinya tidak selingkuh. Gimana mau selingkuh punya pacar juga engga. Pada kenyataannya dirinya dan Aldi memang sering bersama, tapi hubungan Muti dan Aldi hanya teman dekat.
"Gue fikir lo bener-bener pacarnya Aldi." Sergah Tama.
"Tadikan lo udah denger sendiri,gue emang seket sama Aldi, sering jalan bareng kemana-mana bareng berangakat sekolah bareng. Tapi gue engga ada hubungan apa-apa sama dia." Jelas Muti.
"Kalo bener lo pacarnya dia juga engga apa-apa kok." Ucapnya yang tak serius.
"Hahaha. Entar lo cemburu lagi. Hahaha." Seringainya dengan begitu senang.
"Hahaha. Kalo gue cemburu gimana?" ucap Tama dengan wajah serius.
"Hahaha. Lo cemburu sama gue? Mana mungkin!" elak Muti.
"Gue cemburu sama lo Mut, kalo lo lagi sama Aldi!" ucapnya kembali, dengan menatap bola mata Muti lekat-lekat.
"Alah. Bohong banget sih." ucap Muti mengibaskan tangannya.
"Coba lo lihat mata gue, apa ada kebohongan." Ucapnya dengan nada semakin serius.
Muti hanya menatap mata, tak lama kemudian.
"Gue serius Mut, tapi bohong. Hahaha." Tama tertawa dengan renyah melihat ekspresi wajahnya.
"Hahaha. Engga lucu", ucap Muti sambil memukul keras lengan Tama sehingga meninggalkan bekas merah.
@ReonA masih baru bngt ini hehe. Makasih :)
Comment on chapter Prolog