Hari ini Abay bolos ekskul karate demi untuk bertemu Fanya. Abay nggak masalah kalau minggu depan dihukum salto sepanjang jalan. Yang penting ia bisa bertemu Fanya.
“Besok-besok nggak usah ngikut lah,” celetuk Bintang yang saat ini fokus menyetir.
Abay menoleh. “Ya elah, pelit amat si Tang. Gue kan kangen,”
“Makanya punya pacar. Jadi nggak usah kangen sama adik gue,”
“Ya elah Tang, mentang-mentang lagi dilema sama dua cewek,”
Bintang langsung menatapnya sinis. “Sok tahu,”
“Lah, emang bener kan? Bulan, sama Zoella. Gebet Zoella aja, biar Bulan sama gue,”
Bintang tidak menjawab, ia hanya memasang wajah kesalnya. Abay yang melihat itu hanya terkekeh. Tuh kan, malu-malu tai kambing.
Akhirnya keduanya sampai di sebuah tempat bernama SD Gemilang. Sudah jelas ini juga salah satu sekolah yang dimiliki oleh ayahnya. Abay turun lebih dulu dibanding Bintang dan berlari kecil menghampiri seorang anak perempuan yang sedang duduk manis seraya memegang botol minum dengan kedua tangannya.
“Hai Fanya!”
“Lho? Mas Abay?” Fanya terlihat kaget ketika melihat teman kakaknya berada di sini. Di mana kakaknya? Ah, itu dia berjalan dengan sagat cool.
“Mas Bintang!” seru Fanya memeluk erat Bintang. Abay menaikan satu alisnya. Kenapa dirinya nggak dipeluk, padahal Abay yang menghampiri Fanya lebih dulu dibanding Bintang.
Abay mendekat ke keduanya. “Mas Abay kok nggak dipeluk?”
Fanya terkekeh bersiap mau memeluk Abay namun dicegah oleh Bintang.
“Jangan ah, udah yuk masuk mobil,” Fanya tidak mengerti namun ia menurut berjalan mengikuti Bintang masuk ke mobil.
Abay yang kesal langsung menendang kerikil yang ada di depannya. Padahal saat membuka pintu mobil Bintang tertawa renyah.
“Fanya,”
Fanya menoleh ke bangku belakang. “Kenapa Mas Abay?”
“Nanti ikut Mas yuk,”
“Ke mana?”
“Beli ice cream,”
“Ma—”
“Jangan mau,” potong Bintang cepat. Abay mendengus kesal. Kenapa sih laki-laki ini menyebalkan banget?
“Tang, lo kenapa sih? Ganggu aja nih,”
“Ngapain lo ajak adik gue beli ice cream? Mau bikin dia diabetes? Mending sekalian aja lo beliin dia mobil.” Jelas Bintang datar.
Abay melotot kaget. Sialan, memangnya ia gudang duit apa seenaknya minta dibelikan mobil.
“Mas Bintang mah emang begitu, jahat. Udah, Mas Abay jangan didengerin ya,” ucap Fanya tersenyum manis. Ia membela Abay.
Abay tersenyum menang. “Tuh, lihat! Adik lo aja belain gue,”
Bintang berdecak. “Ciri-ciri pedofil yang udah berhasil doktrin adik gue,”
Abay refleks menjitak Bintang gemas. Tentu saja dihadiahi tatapan mematikan.
***
Fanya tersenyum lebar ketika Abay menghampirinya dengan membawa beberapa balon di tangan kirinya dan ada ice cream di tangan kanannya. Abay berhasil menculik Fanya atas ijin Bundanya Bintang. Sebetulnya Abay boleh-boleh saja menjemput Fanya tanpa Bintang. Tapi ini Bintang Putra Vandera yang punya sifat protektif sama orang yang disayanginya.
“Mas Abay!” seru Fanya sudah menjilati ice cream pemberian Abay.
“Iya, kenapa Sayang?”
“Kemarin Mba Bulan main sama Fanya lagi dong!” pamernya pada Abay.
Abay mengerutkan keningnya. Memangnya kenapa kalau Bulan datang dan main bersama Fanya?
“Terus habis itu Fanya ketiduran. Tapi Fanya masih setengah sadar kok. Mba Bulan bilang sama Mas Bintang kalau dia bakal jagain Fanya walaupun Mas Bintang nggak balas perasaan cintanya.” Jelasnya panjang lebar. “Emangnya cinta itu apa sih Mas Abay?” tambahnya menoleh pada Abay yang dari tadi fokus mendengarkan.
Abay langsung tersentak. Wah, si Bulan benar-benar kurang asam ya. Kenapa dia segala ngomong cinta-cintaan di depan Fanya?
“Cinta itu makanan!” sahut Abay asal.
Fanya sedikit bingung dan menatap Abay lekat. Abay malah semakin gugup ditatap seperti itu. Ia takut ketahuan berbohong. Anak kecil kan selalu jujur.
“Ah, ya udah kapan-kapan kita beli makanan cinta yuk!”
Abay mengelus rambut Fanya gemas. “Ayey peri kecil!”
***
“Gimana nyulik orangnya? Puas?!”
“Puas, puas banget!”
“Besok-besok gue gak mau ajak lo lagi,”
“Besok-besok gue gak perlu minta ijin lo lagi,”
Pletak!
“Sialan lo Tang,” kesal Abay yang dilempar spidol oleh Bintang.
Satu jam yang lalu Abay sampai di rumah Bintang. Ia mengantarkan Fanya yang sudah tertidur lelap. Wajahnya sangat imut dan polos. Rasanya pengin jadiin adonan bolu. Oke itu terdengar menyeramkan.
“Kadang lo tuh ngenes ya Bay,” celetuk Bintang masih fokus mengerjakan PR. Lihatlah, betapa rajinnya Ketua OSIS kita.
“Iya, gue tahu gue jomlo, dan lo kecengannya banyak,” balas Abay melas.
“Bay, jangan pura-pura gitu deh,” Bintang berdecak. “Lo pikir gue nggak tahu lo itu punya fans yang nggak jauh beda sama gue? Cuma satu sih yang gue salut, lo ngusir mereka pake apa sampe mereka merelakan lo gitu aja?” ucap Bintang menatap Abay.
Kerongkongan Abay terasa kering. Ia butuh air. Kenapa Bintang bisa tahu kalau masih banyak adik kelas dan teman seangkatannya bahkan kakak kelas yang masih suka memberi Abay makanan atau sekedar surat yang sudah diketahui isinya semacam ucapan cinta, sayang, atau bahkan nomor telepon.
“Makanya Bay, minta adik sama nyokap lo. Biar lo nggak kesepian banget begini. Atau nggak, ya lo terima aja lah salah satu dari mereka. Kali aja ada yang cocok,” saran Bintang.
“Gak mudah Bintang, belum ada yang cocok. Gue belum pernah deket sama cewek siapa pun termasuk nyokap,”
“Serina nggak termasuk nih?” goda Bintang menyebut nama yang dulu Abay agung-agungkan.
Abay kesulitan berbicara. Kenapa Bintamg selalu bisa membuatnya skak mat begini sih.
“Ya... dulu,” Abay menjawab seadanya. Ia bangkit dari kasur Bintang berniat untuk pulang. “Tang, gue pamit pulang. Thanks Bro,”
Sebelum Abay membuka pintu kamar Bintang, Bintang mengucapkan kata-kata yang ia harus cerna dengan waktu yang lama.
“Bay, kalau lo sama dia masih bisa berhubungan baik, kenapa lo nggak coba sih. Serina udah minta maaf sama lo, tapi lagi-lagi ego dan gengsi lo itu tinggi banget. Kalau dia beneran menjauh dari hidup lo, baru deh lo nangis bombay,”
***
Abay merebahkan tubuhnya di kasur. Ia benar-benar merasa senang hari ini. Bermain dengan Fanya, ditambah nasehat Bintang yang sepertinya membuat pikirannya terang kembali.
Baru saja ingin memejamkan mata, bunyi ponsel membuatnya bangun kembali.
“Udah malem masih aja ada yang chat,”
Abay menatap layar ponselnya. Detak jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat.
Serina Galak : Cuma mau ngasih tahu kalau kita dapat nilai paling memuaskan dari tugas yang kemarin. Sori ya kemarin emang kelihatan banget gue maksa lo. Tapi nggak sia-sia kan? Makasih Bay. :)
Apa sekarang Abay harus benar-benar mengikuti saran Bintang?