Sekarang aku sudah berada di tempat favoritku yaitu tempat tidur, tempat ternyamanku. Langsung kurebahkan tubuh lelahku dikasur, tak terasa mataku semakin tak tahan menahan kantuk.
Setelah berbincang-bincang dengan teman-temanku, akupun pergi menuju kamar Miranda yang berada di lantai 2. Sesampai di depan pintu kamar Miranda jantungku terasa berdegup sangat cepat, ku buka perlahan gagang pintu terlihat Miranda yang tertidur. Aku berjalan kearah Miranda dan dari wajahnya yang tampak kelelahan. Aku berjongkok lalu mensejajarkan wajahku dengan wajah Miranda, aku hanya bisa tersenyum melihat Miranda dengan jarak sedekat ini. Kuperhatikan seluruh wajah Miranda dari mata, hidung, pipi gembulnya dan terakhir bibir yang tampak penuh berwarna merah muda. Semakin lama aku memperhatikan wajah Miranda semakin pikiran-pikiran aneh muncul diotakku, aku beranjak pergi menjauh dari Miranda dan berjalan menuju sisi tempat tidur satunya. Aku merebahkan tubuhku dengan hati-hati disamping Miranda sambil tidur menghadap punggungnya.
“Miranda, Azka.” panggil ibu Miranda dari luar.
“Kenapa bu?” jawabku setengah tidur dengan suara serak.
“Bangun sayang, ini keluarga pada cariin kamu sama Azka.”
“Iya bu, tapi Azka gak ada disini bu.” Kueratkan pelukanku pada boneka.
“Masa sih, jelas-jelas tadi Azka masuk kamar kamu sayang. Ya sudah kamu sama Azka jangan lupa mandi terus turun ke bawah ya.”
Hah, apa ibu gak salah ngomong. Masa Azka masuk kamar aku? Gak mungkin? Perasaan pintu kamar tadi aku kunci juga, mana bisa masuk dia. Kubalikkan badanku kearah samping.
“Yaak.” terkejutku tak percaya melihat Azka tidur disampingku.
“Hmmm, kenapa teriak-teriak sayang?” Azka mengerjapkan matanya. “Bikin kaget aja, kenapa? Hmmm?”
Aku langsung beranjak dari tempat tidur dan langsung menuju kamar mandi. Baru aja bangun tidur udah dibuat kesel sama itu orang. Ya tuhan, apa aku akan sanggup jika setiap hari harus melihat wajah laki-laki itu.
Setelah mendengar teriakkan Miranda, aku berusaha mengumpulkan tenagaku untuk sadar kembali. Aku duduk dipinggiran kasur sambil meregangkan seluruh tubuhku, berharap rasa lelah dan kantukku hilang. Kulihat sekeliling kamar Miranda yang dominan berwarna abu-abu, bukankah biasanya wanita identik dengan warna merah muda. Semua barang-barang tertata rapi dan terlihat banyak tanaman dalam kamar Miranda dari yang kecil hingga besar, pantas saja kamar ini terasa segar dan sejuk. Kulihat Miranda keluar dari kamar mandi tetap dengan wajah cuek dan datarnya tanpa ada senyum diwajahnya, ia langsung duduk dimeja rias mengeluarkan pengering rambut dari laci dan langsung menggunakannya.
Selesai mandi aku langsung menuju meja rias dan mengeringankan rambutku. Tanpa ada percakapan di antara kami, hanya terdengar suara mesin pengering rambut. Aku sangat benci situasi ini, kenapa harus satu ruangan sama laki-laki ini, aku harus bergegas keluar secepatnya. Kulihat dari sudut mataku Azka masuk ke dalam kamar mandi dan aku berdandan dengan cepat. Kurang dari lima menit aku berdandan secepat kilat aku keluar kamar dan menuju keluarga berkumpul, tanpa menghiraukan Azka yang memanggilku dari dalam kamar mandi.
Ruang tengah
“Akhirnya yang ditunggu-tunggu keluar juga,” Ucap ka Aldi sambil tepuk tangan. “Kenapa lama banget? Jangan bilang kalo kalian sibuk olahraga berdua, hmm?”
“Aldi, omongannya dijaga.” Sahut ayah Miranda.
“Kali aja yah, soalnya gak turun-turun dari tadi.”
“Miranda sini nak duduk disebelah mama.” Ucap mama Azka.
Aku yang mendengar ajakan mama Azka, hanya diam. Kalo ditolak gak enak tapi kalo duduk sebelahan akunya yang gak nyaman, dengan berat hati aku duduk di sebelah mama Azka.
Di kamar Miranda
“Mir, boleh minta tolong gak? Tolong ambilin baju sama celana aku dong,” ucap Azka dalam kamar mandi. “Mir, Miranda, kok gak dijawab sih? Miranda sayang tolong ambilin dong, ini suami kamu kedinginan loh.” Ucap Azka pelan.