Sore ini aku kembali merangkak di tempat tidurku yang kecil dan nyaman ini. Baru saja, aku melepaskan penatku dalam siraman air hangat yang terjadi selama 15 menit barusan. Aku mengeringkan rambutku dengan handuk putih milikku ini. Aku merebahkan tubuhku di atas bantal yang sudah aku berdirikan untuk menyangga punggungku yang begitu pegal. Aku mengambil ponselku yang sedari tadi aku terlantarkan di atas kasur. Aku mencoba mengecek setiap media sosial yang ada, mungkin saja ada pesan-pesan atau panggilan penting yang aku lewatkan. Ada 3 pesan baru dari guru sekolahku, aku pun memutuskan untuk membukanya.
Sore Valerie.
Apakah besok kamu akan masuk sekolah?
Jika iya, tolong besok bisa temui ibu di ruang BK ya. Ada hal yang ingin ibu bicarakan :)
Alih-alih membalasnya, aku hanya membacanya dan kemudian menutup pesan tersebut. Kemudian aku menekan tombol hapus pada layarku dan mematikan layar ponselku. Aku kembali meletakannya disampingku dan kemudian menghela napas panjang, sebelum akhirnya aku berdiri dan menjemur handuk basahku di jemuran kecil di sudut ruangan. Aku berjalan menuju dapur yang hanya tinggal 5 langkah dari tempatku berada. Aku membuka kulkas kecil yang hanya terdiri dari satu pintu ini dan mencari makanan yang masih bisa aku makan. Sayangnya, aku hanya menemukan sebuah apel, dua kotak susu dan juga seiris roti ulang tahun yang kemarin kakakku dapatkan dari temannya. Aku pun hanya mengambil sekotak susu dan menutup pintu kulkas tersebut.
tok tok tok.
Kemudian pintu depan pun terbuka dan masuklah seorang laki-laki yang tingginya sekitar 175 cm meter, dengan rambut gelap dan kulit yang putih.
"Malam," sapanya begitu melihatku lewat sembari dia melepaskan sepatunya.
"Malam," jawabku sambil kembali tidur-tiduran di tempat tidurku.
Dia pun pergi ke meja dapur, meletakan tasnya di atas meja dan membuka kulkas.
"Kita kehabisan makanan," ucapnya sambil menutup kembali kulkasnya.
Aku tidak menanggapinya dan mulai membuka sebuah buku bacaan yang belum selesai aku baca, judulnya Sunset Bersama Rosie.
"Habis ini, ayo kita cari makan." Ajak kakakku yang kemudian dia merapikan barangnya dan bergegas untuk mandi.
"Hmm," aku hanya berdeham dan terus membaca.
Namaku adalah Valerie, usiaku masih muda. Aku memiliki seorang kakak laki-laki yang selisih 5 tahun dariku, dimana dia baru saja mulai bekerja. Kami berdua tinggal di sebuah apartemen mini atau bisa dibilang di sebuah kontrakan sederhana. Yang memiliki dua kamar kecil, satu kamar mandi kecil dan juga dapur. Ruang tamu itu pun tidak seperti ruang tamu hanya cukup untuk 4 orang duduk bersama. Kami sudah tinggal di sini semenjak 1 tahun yang lalu, ketika semuanya sedang tidak terkendali. Kakakku lah yang kini bertanggung atas diriku, dia bahkan rela untuk mengundur kuliahnya demi diriku supaya bisa terus bersekolah. Dia selalu mengatakan bahwa sekolah adalah salah satu hal yang penting.
"Val, ayo keluar." Ucapnya begitu keluar dari kamar mandi dan menjemur handuknya di sebelah handuk milikku.
Aku memberi batasan pada halaman bukuku dan menutupnya. Aku bangkit dari tempat tidurku, meraih ponselku dan kami pun pergi keluar untuk mencari makanan. Kakakku menyalakan mesin sepeda motornya sementara aku mengunci pintu kontrakan kami. Begitu aku yakin telah terkunci, aku langsung melompat ke belakang kakakku dan kami langsung meluncur menuju sebuah warung langganan kami, warung Mbok Yem.
Hanya perlu waktu 10 menit untuk menuju warung tersebut, warung yang tidak begitu besar namun selalu ramai oleh pengunjung. Warung yang juga terkenal murah, enak dan juga cukup bersih. Warung ini menjual segala macam masakan Indonesia, mulai dari penyetan, nasgor, mie goreng, soto, rawon dan masih banyak lainnya.
"Bu, 3T tambah lele dan juga soto." Ucap kakakku yang langsung memesan begitu kami mendapatkan tempat duduk. "Sama es jeruk 2 gelas." Imbuhnya.
"Nggeh," jawab ibu itu sambil melayani pembeli lainnya.
Kami tidak saling berbicara hanya mengulat dengan ponsel masing-masing dan menikmati keramaian di dalam waung mini Mbok Yem ini. Tidak lebih dari 10 menit, pesanan kami pun akhirnya disajikan oleh seorang pelayang laki-laki yang sehari-hari memang membantu ibu pemilik warung Mbok Yem.
"Terima kasih mas," ucapku sebelum laki-laki itu pergi melayani pelanggan lainnya.
"Gimana sekolahmu?" Sambil menunggu nasi dingin, kakakku memulai percakapan.
"Aku nggak sekolah," jawabku dengan santai.
"Kerja lagi?" Tanya kakakku yang juga santai menjawabnya.
"Iya."
"Besok masuk." Ucap kakakku sambil mulai memasukan suapan pertama ke dalam mulutnya.
"Ya," jawabku datar.
Kami pun makan dengan hening dan nikmat. Perutku yang sudah terlilit oleh rasa lapar akhirnya kini telah terobati. Kami pun makan dalam waktu 5 menit sebelum akhirnya kami membayar dan pulang kembali ke kontrakan.
Kakakku memarkir motornya dan kemudian ke kamar sebelah, sedangkan aku membuka pintu kamarku dan masuk. Aku melepaskan alas kakiku dan kembali ke tempat tidurku yang nyaman.
"Valerieee," panggil suara yang familiar ditelingaku.
"Hai hai," balasku dengan sedikit nada riang.
Kemudian dia pun duduk di tempat tidurku dan kami pun berbincang-bincang sampai rasa kantuk itu mulai datang. Dia adalah salah satu sahabatku, Sherli. Dia adalah adik dari teman kakakku yang kebetulan tinggal di sebelah. Kakakku dan dia selalu bertukar tempat setiap malam, karena takutnya membuat masalah atau gosip yang tidak-tidak. Dia juga satu-satunya teman curhatku yang paling pengertian dan mau untuk selalu mendengarkan keluh kesahku. Jadi, ya! Kita sangat dekat.
kring, kring, kring.
Tangan kananku otomatis memukul jam beker yang selalu membangunkanku di pagi hari, tepat pukul 06.00 WIB. Aku mulai menggeliat, merenggangkan tubuhku dan membuka mataku. Aku mulai bangun dan duduk, mencoba mengumpulkan kembali nyawaku yang hilang dan mendapati Sherli tidur satu ranjang denganku.
Sial, sekolah. Tiba-tiba aku teringat bahwa hari ini aku disuruh untuk hadir ke ruang BK.
Suck.