Yasu yang telah membawa kembali Korin sudah bersama Yuuki di masa gadis itu seharusnya berada. Dengan gadis itu yang mulai tertidur karena proses penghapusan ingatan yang berbeda dari Yuuki.
“Apa perlu menggunakan prosedur ini? Padahal kita bisa hanya dengan menghapus ingatannya, bukan?! Para kepala divisi pasti akan menanyakan hal ini dengan serius ketika membaca laporan.”
“Tentu kita perlu melakukan ini. Mengembalikannya sebelum dirinya menjadi seorang penjelajah adalah tepat. Dengan begini Mizuki-san mungkin akan bisa merasa lebih baik. Aku harap. Dan ini menjadi lebih serius karena Aika melalaikan tugas di saat seperti itu. Mungkin dia bisa diberhentikan.” Kata Yuuki memandang jam saku hitam milik Korin yang sudah ada ditangannya. “kita harus cepat pergi dan menemukan anak itu.” Imbuhnya dengan wajah sangat serius. Bahkan dirinya tak terlalu memikirkan konsekuensi karena telah ikut campur pekerjaan yang seharusnya menjadi tugas divisi lain.
“Lalu apa yang akan Yuuki-san lakukan dengan jam saku itu?”
“Tentu saja, mengembalikannya.”
Setelah mereka berdua pergi dan meninggalkan Korin, gadis itu terbangun dari tidur nyanyaknya yang terasa membuat tubuhnya sedikit lelah, yang anehnya malah membuat pikirannya lebih segar. Dengan perasaan ringan ia mengulurkan tangan mengambil air putih di atas meja tak jauh darinya.
###
Tahun 2011, desember.
“Korin, Korin... cepat bangun! Kalau tidak nanti terlambat!”
Dengan mata yang masih terpejam dan telinga yang selalu terbuka ini aku mendengar suara ibu samar-samar memanggilku dibarengi ketukan pintu. Tanpa alarm aku memang selalu sulit untuk bangun, tapi entah kenapa hari ini aku merasa sudah terlalu lama tidur dan harus segera bangun.
“Iyaaa...” Jawabku sedikit menaikkan volume suara.
Sebelah tanganku meraba dan mencari-cari ponsel yang sepertinya ada didekatku. Aku yang langsung terkejut saat melihat angka pada jam di ponsel segera mengangkat tubuh dari posisi yang masih tidur di atas lantai berkarpet, “gawat!”. Dengan tersandung dan hampir terjatuh karena menginjak beberapa buku yang berserakan dilantai dan karpet berbulu yang baru saja menjadi tempatku tidur, aku tidak sengaja menendang kaki meja pendek di tengah karpet.
“Korin, kenapa masih belum bersiap? Kamu bisa terlambat!” kata ibu yang dari suaranya sudah berada dibawah anak tangga menuju kamarku, “atau kalau masih sakit, jangan mamaksakan diri untuk ke sekolah.” Lanjut ibu yang tampak masih menghawatirkanku.
Dalam beberapa menit aku segera berlari turun dan menyambar roti dengan selai yang belum selesai ibu olesi. Segera kulihat jam dinding di ruang makan sembari menelannya.
“Ya, ampun! Anak ini kenapa selalu terburu-buru dan membuatku terkejut, sih!”
“Maaf.” Kataku segera berlari menuju pintu.
“Sepertinya kau akan terlambat.” kata ibu di depan genkan sembari menyerahkan bento.
“Itu, kan cuma kemungkinan. Ittekimasu!” kataku tersenyum percaya diri dan segera berlari ditengah udara yang dingin dengan tergesa-gesa namun tetap berhati-hati.
Aku merasa hari ini terasa berbeda, seakan ingin melakkan banyak hal dengan sebaik-baiknya. Tapi walaupun begitu aku akan tetap bersenang-senang. Aku tidak terlalu suka dengan sesuatu yang terlalu serius. Mungkin aku akan melakukan hal-hal menyenangkan dan menarik sampai hari berakhir. Perasaanku mengatakan harus melakukan hal itu supaya tidak lagi merasa menyesal karena belum melakukan sesuatu yang kupikir benar harus dilakukan.
Dan aku juga tidak sabar untuk mendengar cerita dari Saya, teman baikku yang selalu saja memiliki bebagai cerita dan berita yang didapatnya. Walaupun aku tidak pernah terlalu tertarik dan tanggapanku cuma menambah Saya lebih bersemangat dalam bercerita, aku cukup merindukan kebiasaan itu-yang tidak kudengar selama beberapa hari aku absen. Beberapa hari lalu dia juga menjenguk, tapi waktu itu dirinya tak banyak bicara seperti biasanya. Belakangan aku merindukan cara bicara Saya yang selalu agak aneh ditelinga.
Di dalam kereta yang kunaiki hari ini dengan hampir saja terlambat, aku bertemu senior dari sekolahku yang telah lulus sekitar dua tahun lalu. Dia siswa nomor satu sekolah kami pada waktu itu.
“Mizuki Korin?!”
“Iya?! Oh, apa kabar, Nakashima-senpai.”
Dia seorang sahabat dari seseorang yang dulu pernah ku sukai. Yang sudah menjadi rahasia diriku dan kenangan di masa lalu.
“Kabarku baik. Bagaimana kabarmu? Tunggu, memangnya kau tidak akan terlambat datang ke sekolah?” Tanya senpai melihat jam tangan. Dari wajahnya yang dulu selalu terlihat kaku, aku merasa sekarang Nakashima-senpai sudah berubah dan lebih hangat. Dia bahkan mau menyapa dan mengobrol denganku selama perjalanan.
“Sepertinya tidak.” Kataku. “sepertinya sekarang senpai sudah berubah dan jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan dulu, ya...” kataku berterus terang. Jarang sekali ada kesempatan untuk mengobrol dengan mantan salah satu idola sekolah yang katanya sekarang bahkan lebih bersinar di sekolah tingginya.
“Eh? Emm, itu... memangnya dulu aku terlihat bagaimana?”
“Kaku dan tidak bisa didekati, juga serius. Tapi cool, keren. Itu kata semua orang di sekolah. Dan menurutku itu semua pasti karena senpai tidak menyukai sikap mereka pada senpai yang terlalu berlebihan, bukan?! Tidak seperti Okamoto-senpai yang memperlakukan Nakashima-senpai dengan cara berbeda. Kalian memiliki karakteristik yang berbeda, tapi anehnya malah menjadi saling melengkapi. Sangat serasi.” kataku sedikit mengajaknya bercanda. Dan sepertinya aku sudah sedikit membuatnya malu, karena Nakashima-senpai menunduk setelah wajahnya merah.
Berkat seseorang yang dulu pernah kusukai, aku bisa menjadi cukup berani serta sedikit terbuka dengan orang lain dan menunjukkan emosi sesuai keinginanku. Walaupun tadi malam aku bermimpi aneh tentangnya karena dirinya mengucapkan terimakasih sembari tersenyum, aku harap itu adalah pertanda baik.
Terimakasih, semoga roh mu tidak akan tiba-tiba datang dan menghantui kami. Karena sepertinya senpai tidak memiliki sifat pendendam atau hal yang belum selesai, bukan?! Sayonara, Okamoto Haru-senpai.
“Jadi itu alasan Haru selalu mengajakku bercanda?! Memangnya aku sekaku itu, ya? Dasar anak itu!”
“Itulah yang seharusnya seorang teman lakukan, benar, kan?!” dan Nakashima-senpai hanya tersenyum melihat keluar jendela kereta. “Lalu apa yang sedang senpai lakukan di kota ini? Bukankah seharusnya di luar negeri?” tanyaku melanjutkan.
Aku harap hari yang baik selalu datang seperti pagi ini dimulai saat kubuka mata, berjalan keluar rumah, berangkat ke sekolah, bertemu dengan Nakashima Takeru-senpai. Dan entah apa yang ada di depan sana, yang membuat jantungku berdetak penasaran. Kalau tak baik sekalipun aku akan melakukan yang terbaik supaya tak menyesal. Walaupun kenyataannya sesal selalu ada, bukan?! Tidak apa-apa, karena aku sudah berusaha.
Saat ini kereta masih melaju dengan konstan, seperti waktu yang sedang berjalan. Dia tidak melambat ataupun mempercepat. Sebelum selesai dan sampai pada suatu titik. Dan aku ada di dalamnya, bergerak melalui waktu menuju masa depan yang ingin sekali ku tau bagaimana perasaan dan ekspresiku ketika waktu itu tiba. Ekspresi serta perasaan ketika melihat masa lalu.
###
Tahun 2009.
Di depan ruang ICU, kepala Yamada, Jun, Yuuki, serta Yasu menunggu dengan perasaan cemas dan berharap untuk kemungkinan yang baik dari keadaan Haru. Walaupun dokter telah mengatakan kemungkinan Haru selamat dan bertahan sangat kecil.
“Kalian berdua pergilah dan lihat bagaimana keadaan Aika. Dan kalian tahu apa yang harus dilakukan, bukan?! Yuuki, aku tidak ingin kau lemah pada adikmu seperti dulu.” Kata tuan Yamada pada Yasu serta Yuuki yang disertai penekanan dalam ucapannya. Dan terakhir wajah garangnya ia perlihatkan pada anaknya.
Setelah menunggu Yuuki dan Yasu pergi, kepala Yamada masuk bersama Jun ke dalam ruang tempat Haru dirawat. Melihat keadaan anak lelaki itu sebentar dan kembali keluar bersama asistennya.
“Anak malang.” Kata Jun memandang tubuh yang terbaring dengan kabel dan alat-alat medis yang terpasang pada tubuh Haru dari luar ruangan sebelum menutup pintu di belakangnya.
“Jun, sepertinya kita sudah membuat sebuah kesalahan.” Kata kepala Yamada sembari berjalan menyusuri lorong yang terlihat sepi. Lalu beberapa kali menghentikan kata-katanya ketika beberapa orang melewati mereka.
“Kesalahan... maksud Yamada-san tentang kata-kata yang ia katakan sebelum dirinya kembali ke masa ini?!”
“Iya. Dia sudah tahu kalau dirinya akan mengalami hal ini. Itulah alasan kenapa ia ingin kembali. Dia mengikuti apa yang mungkin pernah dilihatnya, mengikuti takdir. Dan kita tidak membaca petunjuknya dengan baik.”
“Sepertinya Haru-kun memang sudah tahu akan ada sesuatu yang terjadi padanya. Tapi aku pikir bukan itu alasan ia kembali ke tahun yang akan mengakhiri hidupnya. Itu terdengar seperti bunuh diri.”
“Jadi maksudmu ada sesuatu yang lain?”
“Aku pernah mendengar dari Nakano-san tentang, ‘menghadapi takdir’, dan anak itu sepertinya sudah melakukannya.”
“Tidak. Itu hanya kata-kata yang dikarang Seiichi, dan itu memang gayanya. Aku sangat ingat itu. Hari ketika dia melihat masa lalu untuk pertama kalinya! Dan untuk anak ini, menghadapi takdir bukanlah satu-satunya jawaban ketika... kau tau Jun?! Takdir adalah bagian dari masa lalu, tapi apa yang akan terjadi ketika seseorang terlebih dulu tau tentang apa yang akan terjadi pada masa depannya? Maksudku sesuatu yang baru akan menjadi takdirnya? Apakah dia hanya-seperti kata-kata Seiichi, menghadapi takdir? Atau dia hanya merasa ingin tau apa yang terjadi ketika memilih jalan lain, tetapi pada akhirnya sampai pada akhir yang sama. Aku pikir anak ini hanyalah merasa harus menghadapi takdir yang pernah dilihatnya, dan melakukan sesuatu sebelum takdir itu benar-benar datang padanya. Yang seperti itu bukanlah takdir. Tapi masa depan yang kebetulan kau tau ujungnya. Masa depan bukan untuk dihadapi, tapi kau yang menentukan dan membuatnya sendiri.”
“Oh, aku tidak tau harus mengatakan bagaimana. Tapi menurutku sepertinya Minemura-kun memang telah meghadapi dan menentukan masa depannya sendiri. Dengan menolong Aika-san. Karena yang satu ini sepertinya tidak ada dalam apa yang telah dilihatnya. Anak itu tidak benar-benar tau apa yang akan terjadi di masa depannya, tidak sepenuhnya. Itu hanya pemikiranku.”
Tiba-tiba semua orang berhenti melakukan gerakan sedikitpun. Seakan-akan waktu terhenti, kecuali untuk kedua anak yang sedang mendekati ruangan tempat di mana Haru berada.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan?” tanya seorang anak lelaki dengan penasaran.
“Menjenguk seseorang.” Kata teman di sebelahnya datar. “bisa kau hentikan perbuatanmu ini? Aku tidak suka menghentikan waktu. Lagi pula bukan kita tapi kami. Dan kami tidak mengenal baik dirimu.” Lanjutnya.
Tak lama seorang anak perempuan datang begitu saja di samping keduanya. Kedua mata berwarna keemasannya terlihat agak sembab. Dan dress hitam yang dipakainya terlihat cukup kotor.
Anak perempuan itu melihat sekilas pada anak lelaki pertama. Lalu bertanya pada anak lelaki kedua, “kenapa di tahun ini? Apa lagi-lagi kita tak bisa datang pada waktu yang tepat dan kita inginkan? Aku heran kenapa jam saku tidak pernah menuruti kita ketika hal-hal yang sangat penting ingin sekali kita lihat!”
“Karena ada kemungkinan kalau kau akan mengubahnya.” Kata anak lelaki pertama dengan santai.
“Kau tidak harus mengikuti kami, bukan?” kata anak lelaki kedua pada anak lelaki pertama.
Tak jauh dari depan pintu ruangan tempat mereka tuju terdengar suara seseorang berteriak dengan cukup keras. Membuat mereka bertiga bergegas menuju ruangan tempat Haru dirawat. Mereka sempat bingung dengan keadaan itu, karena anak lelaki pertama yang baru saja menghentikan waktu belum mengembalikan waktu berjalan seperti semula. Dan setiap gerakan di sekeliling mereka masih terhenti.
Anak lelaki kedua membuka pintu ruangan di depannya dengan cepat. Sepintas ia melihat jejak seorang penjelajah di depan ranjang Haru. Dan di sebelahnya sebelum bayangan itu benar-benar menghilang si anak perempuan seakan mengenali begitu saja siluet di depannya. Mata anak perempuan itu terbelalak, ingin menjerit dan memanggilnya sekeras mungkin. Merasa ingin supaya seseorang yang hampir menghilang sepenuhnya itu mendengar suaranya. Tapi dia terlambat. Kemudian ia pun menangis.
Setelah seseorang itu benar-benar lenyap, waktu dalam ruangan itu pun ikut terhenti. Suara alat medis yang sebelumnya terdengar dan angka pada monitor yang menunjukkan keadaan pasien sekarang tak bergerak sedikitpun, kecuali mereka bertiga. Tentu saja karena anak lelaki pertama belum mengembalikan waktu seperti seharusnya.
“Sekali saja, tolong kembalikan waktu!” ucap si anak perempuan yang kemudian ditenangkan anak lelaki kedua dengan memeluknya.
“Kita tidak bisa me-restart kehidupan seseorang. Ini bukanlah game seperti yang sering kau mainkan di loteng.” Kata anak lelaki kedua menghapus air mata anak perempuan itu dengan jarinya.
###
Di ruangan yang berbeda yang masih dalam satu gedung, Aika sedang duduk dipinggir ranjangnya dan terdiam di sana. Memandang lantai yang memantulkan bayangannya dengan tak terlalu jelas. Pikirannya melayang entah ke mana, bahkan ketika beberapa saat lalu perawat datang dan menanyainya beberapa hal tidak diresponnya sedikitpun.
Diambang pintu Yuuki dan Yasu yang hampir masuk ke dalam hanya bisa melihat gadis itu dengan perasaan yang campur aduk. Mereka harus membuat keputusan yang terbaik untuk Aika. “Hukuman” itu harus segera mereka berikan padanya, sebelum Aika termakan trauma yang dialaminya.
“Yuuki-san, maaf aku tidak menjaganya dengan baik. Seharusnya aku tidak membiarkannya berlari dan pergi. Seharusnya aku lebih berhati-hati dan mengawasinya.”
“Tidak apa-apa. Kau sudah melakukan pekerjaanmu dengan baik. Kau tidak bersalah.”
“Prosedur apa yang akan Yuuki-san lakukan?”
Yuuki hanya terdiam tak menjawab selama beberapa saat. Dari depan pintu kamar itu, dia hanya menatap adiknya dengan wajah khawatir dan sedih. Kemudian, “Yasu, bantu aku melakukannya. Hapus Haru dari ingatan Aika, mengerti?!”
“Apa tidak ada cara lain selain itu? aku rasa...”
“Tidak ada. Aku tidak ingin dia terus-menerus merasa bersalah dan terlihat menyedihkan. Ingin sekali aku memukul wajah Haru yang membuat Aika sampai seperti ini!”
“....” Maaf, Aika.
Tanpa perlawanan dari gadis itu, ingatan Haru telah terhapus dari memori Aika begitu saja. Seperti mimpi yang sering kita alami, yang akan kita lupakan walaupun kita mencoba dan berusaha mengingatnya. Mimpi itu semakin memudar sejak terbangun dan membuka mata dipagi hari.
Seorang perawat tergesa-gesa memanggil dokter yang berjalan melewati depan pintu kamar rawat Aika. Perawat itu terlihat cukup panik. Dia mengatakan bahwa pasien ICU Okamoto Haru mengalami penurunan drastis secara tiba-tiba. Lalu sang dokter dan perawat itu segera pergi dengan cepat ke arah ruangan di mana Haru dirawat.
Mendengar percakapan pendek dari dokter dan perawat itu Yasu dan Yuuki saling berpandangan dengan panik sekaligus khawatir. Mereka baru saja keluar dari ruangan tempat Aika mendapat perawatan.
“Haru!”
“Haru-kun!” keduanya hampir bersamaan. Lalu segera mengikuti jejak sang dokter dan meninggalkan Aika yang tertidur.
Setelah mereka sampai, keduanya hanya menunggu dari jarak yang tak terlalu dekat dan mendengar dari kejauhan-karena yang berbicara dengan sang dokter adalah seorang pria yang dipanggil sensei oleh anak lelaki seumuran Haru. Orang-orang yang berada di masa yang sama dengan Haru.
“Maaf.” Kata dokter pria yang sudah beruban bersama seorang perawat disampingnya yang Yasu dan Yuuki lihat di depan kamar Aika sebelumnya.
Keduanya pergi menjauh dengan telinga yang masih bisa mendengar teriakan dari arah belakang.
“Yang benar saja! Hei, Haru, kita seharusnya masuk universitas yang sama! kita sudah berjanji, kan?! Kau mau ingkar janji, hah?! Buka matamu! Haru!” ucap sebuah suara yang kemungkinan besar milik anak lelaki yang ada di sana.
Selama beberapa saat Yasu dan Yuuki masih terkejut dan tak percaya dengan apa yang terjadi. Mereka kembali duduk dan memandang Aika yang tertidur. Dan mereka hanya bisa memberi isyarat serta terdiam ketika kepala Yamada dan Jun kembali datang untuk menjemput Aika dari tahun itu.
###
Tahun 2143 (dua tahun kemudian)
“....akhh!!!”
Aika terbangun dari tidurnya dengan setengah berteriak. Tidak tahu mengapa mimpinya terlihat sangat nyata, seperti sebuah ingatan dari kejadian yang memang pernah dialaminya, bahkan ia bisa merasakan rasa sakit di bagian belakang tubuh serta dadanya selama beberapa saat. Walaupun ia cukup penasaran dengan seseorang yang kadang muncul dalam mimpinya tanpa ia tau siapa dan bagaimana wajahnya, akhirnya ia menolak untuk berpikir dan kembali mencoba tertidur. Setelah melihat jam dari ponselnya, yang ternyata dirinya baru tertidur selama kurang dari dua jam. Dia berjalan ke arah dapur dan membuka lemari pendingin. Menuangkan air putih dalam gelas dan meminumnya.
Merasa tak dapat kembali tidur, Aika kembali berjalan dengan malas dan duduk di atas sofa. Kemudian menonton tv dengan acara yang tidak menarik. Dengan satu lirikan Aika segera mengambil ponselnya yang ada di atas meja menggunakan kakinya yang pendek. Sedikit lagi ia mencapai ponsel itu, tetapi gagal.
“Hahh... menyebalkan.” Katanya mengangkat tubuhnya untuk dapat mencapai ponsel itu.
Sebuah pesan dibukanya, dari Tachibana Yuuki.
Besok aku akan datang menjemputmu, kita akan pergi melihat festival tanabata* bersama. Sampai besok, Aika-chan~ ,tulisnya dengan banyak gambar hati dibawahnya.
“Aku tidak akan datang!” katanya jengkel. Aika berpikir bagaimana Yuuki bisa mengiriminya pesan singkat tanpa melihat waktu.
Kemudian rasa penasaran itu kembali muncul begitu saja ketika melihat benda yang menggantung di ponselnya. Merpati kecil dari kaca yang cantik. Dia baru saja menemukannya sekitar seminggu yang lalu ketika membersihkan kolong tempat tidurnya.
“Kira-kira kapan aku membelinya, ya?” tanyanya pada diri sendiri dengan penasaran. Dia menaruh merpati itu dibawah sinar lampu yang terang hingga memantulkan cahaya yang membuat benda itu bersinar. “kenapa merpati?”
“Karena dia burung yang istimewa. Dengan kemampuan yang dimilikinya ia bisa menemukan jalan pulang. Kau seharusnya lebih banyak membaca, Aika.” Sebuah suara terdengar dengan cukup jelas ditelinganya sampai dirinya mengira ada orang lain dalam rumahnya. Tapi kemudian dia hanya mendapati dirinya yang berada sendirian di dalam apartemen yang luas itu.
“Pasti aku terlalu banyak bermain game dan kurang istirahat!”
Tanpa disadari ia sudah tertidur di atas sofa yang nyaman itu dengan lelap.
###
Sore harinya Aika berjalan keluar dari apartemennya untuk menghindari Yuuki yang sudah dipastikan akan datang dan menjemputnya untuk pergi melihat festival. Dirinya yang sangat jarang atau bisa dikatakan tidak pernah keluar untuk melihat sekeliling mengamati setiap bagian yang ada di tempat itu, toko-toko, jalan, benda yang dijual, dan orang-orangnya. Jalanan ramai dengan orang-orang yang berjalan melewatinya untuk melihat-lihat festival tanabata yang akan diadakan tak jauh dari daerah itu atau sekedar lewat seperti dirinya. Beberapa orang tampak berjalan dengan senangnya menuju tampat diadakan festival sambil mengobrol tentang permohonan yang akan mereka tulis dan akan mereka gantung pada pohon bambu.
Ketika dirinya melihat sebuah toko yang cukup berbeda dengan yang lain-karena kesan kuno dan klasik yang dimiliki toko itu daripada toko yang lain di sana, Aika memutuskan masuk ke dalam toko kecil yang cantik itu.
Glow Glass, nama toko yang Aika masuki. Ketika memasukinya, dirinya disambut berbagai benda yang bergelantungan di ambang pintu, benda itu terbuat dari kaca dengan indah dan cantik berukuran kecil. Serta karena pencahayaan yang baik dari pengurus toko, benda-benda yang ada di sana tampak lebih indah serta bersinar anggun dan terkesan berkelas. Berbagai benda mulai dari yang kecil dan besar, dalam kotak kaca, ditaruh begitu saja, atau digantung diberbagai sudut tampak menarik untuk dilihat. Hingga piring dan gelas serta peralatan minum teh seperti harlequin ada di sana. Aika memandangi berbagai benda itu dengan takjub dan mata yang berbinar. Tak ingin melepaskan sedikitpun pandangannya dari mereka.
“Bagaimana mereka membuatnya? Pasti sangat sulit.” Gumamnya.
“Tidak sesulit itu.” kata seorang pria yang tiba-tiba datang dan sedikit mengejutkan gadis itu. “Oh, maafkan saya. Irasshaimase*.” Katanya sembari membungkuk dan tersenyum ramah.
“Eh?! Em, hai*’” Aika merasa canggung. Dirinya yang jarang sekali masuk ke dalam toko dan membeli sesuatu merasa aneh ketika akhirnya melakukannya. Selama ini Yuuki dan Yasu lah yang selalu tiba-tiba mengisi persediaan makan dan kebutuhannya hingga terisi penuh. Dan ia selalu memesan online benda atau barang yang ingin dibelinya.
“Apa anda ingin belajar membuatnya sendiri? itu akan lebih indah jika dibuat oleh tangan sendiri.”
“Eh? Apa bisa?”
“Tentu. Kami menyediakan tempat untuk mengajari para pelanggan yang ingin membuat maniknya sendiri. Tempatnya ada dibelakang toko ini. Mari.” Kata pria pelayan toko hendak mengantar.
“Terimakasih, tapi saya datang cuma sekedar untuk melihat-lihat.” Kata Aika dengan sopan, yang dirinya sendiri rasa cukup aneh. Bagaimana ia bisa melakukan hal itu.
“Oh, maaf, kalau begitu silakan melihat-lihat. Jika ada yang ingin ditanyakan, silakan gunakan bell yang ada di atas meja kasir.”
“Baik. Terimakasih.” Aika masih heran dengan kesopananya itu.
Baru saja Aika hendak melihat benda yang ada di depannya, si pelayan kembali untuk bertanya.
“Ano, sumimasen*. Boleh saya lihat gantungan ponsel anda?” tanyanya meminta ijin.
Aika memberikan ponselnya dan pria itu melihat benda yang ada di depan matanya dengan terkejut dan ekspresi bangga serta tidak percaya.
“Tidak salah lagi! Ini, benar-benar... oh, Kamisama*. Kakek, aku menemukannya, aku menemukannya!” teriaknya segera berlari ke dalam dengan masih membawa ponsel milik Aika.
“Oi, chotto matte*!! Kembalikan itu!” teriaknya tanpa kembali bersikap sopan.
Sebelum Aika memasuki pintu tempat orang itu pergi, pria itu kembali mengejutkannya, “Anda harus ikut dengan saya.” Katanya menarik tangan Aika menuju ke dalam sebuah ruangan. Di dalam ruangan itu terdapat banyak sekali benda-benda manik dan kaca yang berada dalam kotak kaca yang sepertinya sangat dijaga dengan sangat baik, karena ada beberapa kamera pengawas dan alarm di dalam ruangan yang mirip museum kecil itu.
“Ini dia.” Kata si pria melihat pada sebuah benda yang ada dalam kotak kaca kecil disalah satu sudut. Sendirian dan terpisah dari yang lain.
Benda yang juga berbentuk gantungan ponsel sama seperti milik Aika itu berbentuk kelereng berdiameter sekitar satu centi. Dibagian dalamnya terlihat dengan jelas saat pelayan toko itu menyalakan dan mengarahkan sebuah senter kecil pada titik tengah manik. Sebuah merpati yang juga terbuat dari kaca terlihat seperti sedang mengepakkan sayap diantara gelembung-gelembung kecil disekelilingnya dengan cantik dan indah. Dan dengan entah bagaimana gelembung-gelembung yang sangat kecil itu bersinar dengan berbagai warna tanpa menghalangi atau mengurangi keindahan dari merpati itu sendiri.
“Merpati kaca yang anda miliki adalah kunci untuk mengambilnya.” Kata si pria penjaga toko, “ketika kakek saya masih kecil, seorang anak lelaki yang belajar membuat manik ini pada ayah kakek menitipkannya setelah berhasil membutnya. Karena kakek buyut berhutang budi pada anak lelaki itu, ia berjanji akan menyimpan manik itu untuknya. Tetapi setelah itu kakek buyut mendapat berita kalau anak lelaki yang baru saja keluar dari tokonya itu mengalami kecelakaan tidak jauh dari toko kami.”
“Itu cerita yang sedih.” Kata Aika tanpa merasa tertarik. “Lalu? Kenapa gantungan ponselku menjadi kunci untuk mengambilnya?”
“Karena merpati kaca milik anda adalah benda pertama yang anak lelaki itu buat. Kakek mengatakan, kalau sebelum kecelakaan terjadi, anak lelaki itu meminta pada kakek saya supaya menyimpan benda ini untuknya, karena seseorang akan datang untuk mengambilnya suatu hari nanti. ‘jaga benda ini bahkan hingga anak cucu dan keturunanmu berganti. Seseorang di masa depan akan datang dan mengambilnya untukku.’ Begitu katanya.” Kata si pelayan toko seperti menghafal dialog di luar kepala.
“Apa mungkin dia saudara dari kakek buyut anda?” lanjut si pria yang ternyata pemilik toko.
“Aku sendiri bahkan tidak tau bagaimana dan sejak kapan benda ini ada dikolong tempat tidurku.” Kata Aika memandangi merpati kaca miliknya. “siapa namanya?” tanya Aika kemudian.
“Akiyoshi.” Kata pria itu.
Aika memandang tag pin pada salah satu sisi dada si pemilik toko, matanya menyipit. “Bukan kau, tapi pembuatnya.” Katanya datar.
“Oh, kalau tidak salah, dia menyebut dirinya ‘kako’?! ya, Kako, itu namanya.”
“Apa-apaan namanya itu! aneh!”
“Saya akan menyerahkan ini pada anda.” Kata si pria.
“Hei, kau tidak salah mengenali benda yang kau sebut ‘kunci’ kan? Aku tidak mau menjadi pencuri.” Kata Aika dengan dingin seperti biasa.
“Tentu tidak. Mohon jangan meremehkan kejelian saya dalam mengamati manik. Silakan.”
“Memangnya ada ya, yang seperti itu?” katanya tanpa minat.
Akhirnya, Aika keluar dengan gantungan kaca yang bertambah di ponselnya. Dengan perasaan aneh gadis itu masih memandangi papan nama toko yang segera dipunggunginya. Walaupun ia masih tidak mengerti dengan benda yang ada ditangannya serta cerita tentang pembuat benda itu, akhirnya gadis itu berjalan menjauh dari Glow Glass dengan perasaan yang dirinya sendiri tidak mengerti.
“Dunia menjadi terasa sedikit aneh sejak terakhir aku keluar apartemen. Sepertinya aku lebih baik melanjutkan kehidupan NEET ku dari pada berada di luar seperti ini.” Ucapnya sembari berjalan diantara orang-orang dengan pakaian khas musim panas atau yukata* cantik mereka.
Setelah berada di dalam apartement miliknya, Aika merebahkan dirinya yang lelah setelah berjalan berkeliling. Ponsel miliknya berbunyi dan wajah seseorang muncul dihadapannya dalam bentuk hologram.
“Aika-chan... kau ada di mana? Aku mencarimu dengan hati yang hancur karena kau tidak menghubungiku dan tidak ada di rumahmu. Tolong jangan membuat kakakmu ini khawatir dan_” Kata-kata Yuuki terpotong dengan banyak orang yang tertawa melihat ke arahnya dibelakang.
“Oh, ya, ampun! Hentikan itu! kau memalukan! Sudah kubilang aku tidak akan pergi!” kata Aika memutus sambungan itu.
Ponselnya kembali mendapat pengunjung dan dengan malas Aika mengangkatnya.
“Pasti Tachibana menyuruhmu.” tanya Aika dingin.
“Yuuki-san?! Tidak, aku tidak sedang bersamanya ataupun bertemu dengannya hari ini.”
“Lalu?”
“Aku cuma ingin bertanya apa kau ingin keluar melihat festival. Aku pikir kau akan bosan kalau terus ada di_”
“Kau juga sama saja. Aku sudah bilang tidak, kan?!” Aika kembali memutuskan pembicaraannya.
###
“Eh?!”
Yasu memasukkan ponsel miliknya ke dalam saku pakaian dan mendesah pelan. Seorang wanita yang berdiri disampingnya tertawa membesarkan hati Yasu. Lalu dengan senyuman yang kembali terlihat diwajahnya, Yasu kembali mengobrol dengan wanita itu.
“Mizushima-san, tidak biasanya anda datang ke sebuah acara festival seperti ini.” Tanya Yasu pada wanita cantik yang sedang menggendong seorang anak perempuan dan seorang anaknya yang lain disebelah kaki panjangnya.
“Aku ke sini karena anakku ingin melihat-lihat, dan juga sekaligus menjemput seseorang.”
“Apa mantan suami anda ingin membawa anak-anak anda untuk berlibur seperti biasanya?”
“Oh, bukan.” Katanya yang tampak sedikit kerepotan dengan kedua anaknya. “adikku.” Katanya dengan wajah yang terlihat sangat senang.
###
Seorang anak lelaki berjalan dengan langkah kaki yang cukup panjang, hingga membuat seorang anak perempuan yang juga berjalan mengikutinya tampak sedikit kerepotan mengimbanginya. Pasalnya, anak perempuan yang berumur sekitar 11 tahunan itu malah asik melihat-lihat pohon bambu yang dihias serta stan makanan berjajar disepanjang jalan tempat diadakannya festival.
Dengan mendesah pelan anak lelaki itu berhenti dan memanggilnya, “Kalau kau tidak mau ku tinggal di sini, terus ikuti aku. Aku tidak akan mencarimu kalau kau hilang.” Katanya dengan wajah dingin.
“Wah, kakak benar-benar sadis! Aku ini saudara kandungmu! Aku benar-benar akan mengadukan kakak!” kata si anak perempuan kesal.
Tiba-tiba si anak lelaki berhenti hingga si anak perempuan yang masih cemberut dan berjalan menunduk menabrak tubuh belakangnya.
“Aww! Kenapa tiba-tiba berhenti?” tanya si adik mengelus keningnya yang berponi.
“Kita kehilangan jejaknya lagi!”
“Hehh?! Ya, ampun! Aku sudah tau ini akan terjadi! Kalau begitu, ayo, kita melihat-lihat festival dan selesaikan misi kita setelah festival selesai! Ayo, kak!” katanya bersemangat.
“Kita tidak datang ke tahun ini untuk bersenang-senang. Mao, cepat.” Panggilnya.
“Tapi tadi kakak sudah bertanya padanya, kan? Kakak sudah menang dua satu dariku! Mau apa lagi dengan ayah?! Berhenti untuk tidak mempedulikanku!!” katanya setelah kata-katanya tak dihiraukan.
###
Setelah bertahun-tahun Aika mencari ayahnya yang menghilang saat melakukan perjalanan waktu untuk melakukan misi, akhirnya Aika menyerah untuk menemukan keberadaan ayahnya setelah Kepala Yamada mengatakan telah menemukan ayahnya, yang telah meninggal ketika menjalankan misi.
Di atas meja kerjanya Aika masih menatap foto ayahnya dalam sebuah bingkai kaca tembus pandang. Yang kemudian dirinya ganti gambar yang ada dipermukaan kaca itu dengan foto yang lain, seterusnya dengan menyentuh bagian sisi kaca.
Melihat gantungan ponselnya dari sisi kaca itu diseberang meja, Aika seakan mengingat sesuatu. Dirinya segera bangun dari kursi dan mengambil sesuatu dari dalam laci kamarnya. Benda yang Yasu temukan diantara laci meja kerjaya di kantor Exters, yang kemudian ia berikan pada Aika setelah mereka kembali dari tahun gadis itu melakukan tugas terakhirnya sebagai seorang pengawas dua tahun lalu.
Sebuah pesan dalam sebuah alat perekam dari abad 21 dan suara dari seorang laki-laki terdengar.
Ini memang bukan cerita yang berakhir dengan ending bahagia. Bahkan jika aku ingin dan memiliki kesempatan untuk mengubahnya sekalipun. Itu percuma saja. Sebuah kenyataan tidak bisa diubah seperti sebuah cerita oleh seorang pengarang. Jika kenyataan itu menyenangkan maka akan tetap seperti itu, dan jika kenyataan terasa menyakitkan maka kita hanya bisa menyimpan rasa sakitnya. Sampai rasanya ingin melupakan atau bahkan membuangnya jauh supaya kita tidak menemukan ingatan itu lagi. Yang anehnya tidak bisa dibuang begitu saja dari memori dan hati kita. Seberapa keras mencoba suatu saat akan muncul begitu saja. Meskipun cuma sebuah memori kecil.
srsshhh...walaupun seperti itu, tidak bisa juga aku pungkiri, kalau sekarang aku sudah bisa merasa bahagia hanya de...ngan.... mengingat waktu yang singkat itu bersama_...ssshhhh
Rekaman itupun berakhir.
Dadanya terasa sesak saat ia kembali mendengarkan rekaman itu seperti saat pertama ia mendengarnya. Yang ia sendiri tidak tau apa penyebabnya. Dan dari laci yang sama, secarik kertas dengan pesan singkat tertulis,
Yo! Tadaima, Aika. Ini hari terakhirku dan aku ingin berbaikan denganmu sebelum pergi. Aku harap kau mau memaafkanku. - Onii-chan.
“Orang ini, siapa sebenarnya? Atau, apa yang mereka lakukan dengan ingatanku? Apa yang sebenarnya terjadi?”
###
Si anak perempuan yang kelelahan itu berjongkok begitu saja dipinggir jalan. Marah pada kakaknya yang entah ke mana sudah menghilang dari pandangannya, ketika dirinya teralihkan untuk membaca setiap permohonan orang-orang dari kertas-kertas yang tergantung diantara ranting pohon bambu.
“Bagaimana ini? Aku tidak bisa kembali tanpa kakak. Ibu, Ayah...” katanya menangis memanggil orangtuanya. Dirinya kembali bediri dan berjalan, tetapi sebuah kendaraan melintas di depannya dan hampir menabraknya jika saja tidak ada yang menarik tubuhnya dari sana.
“Apa kau mau mati? Jangan mati saat pergi bersamaku, atau ayah dan ibu akan membunuhku.” Dengan dingin sang kakak yang tiba-tiba ada di sana menariknya, membuat Mao menangis lebih keras dari sebelumnya. Sampai si kakak bingung dan tidak tau harus berbuat apa pada adiknya supaya tenang dan tak menarik perhatian.
“Lihat! Kau meninggalkanku! Kalau mau protes pada ayah cuma karena menurutmu ayah tidak datang diupacara kelulusanmu, kenapa tidak protes langsung?!! Kenapa harus pergi dan mencari kelemahannya?! Memangnya kakak orang jahat seperti di film yang ingin menghancurkan ayah?!! Huahhh!!!” teriaknya hingga orang-orang melihat ke arahnya.
“Lagi pula aku juga sudah terlanjur tau kelemahannya.” Dasar orangtua payah! “dan kenyataannya dia memang tidak datang. Tidak pernah sekalipun bahkan ketika timku bertanding!”
“Sudah kubilang, ayah datang dan membatalkan jadwalnya! Ah, aku akan kena marah ayah! Aku sudah berjanji tidak mengatakannya, tapi... ayah datang dan malu padamu karena terlambat beberapa menit, jadi ayah melihatmu dengan bersembunyi dan pergi setelah acara selesai. Aku sudah menahannya sampai beberapa hari ini. Kerja bagus diriku!” kata Mao menepuk-nepuk pundaknya sendiri setelah akhirnya tenang sembari mengelap ingusnya. “padahal kakak cuma lebih tua dariku beberapa tahun, tapi kakak lebih kekanak-kanakan dariku!” Mao masih berbicara dengan menyerocos bahkan saat si kakak sudah berjalan di depan. “Sudah mengerti, kan?! Kalau begitu, ayo, kita pulang! Wah, lagi-lagi aku diabaikan!” katanya segera mengikuti sembari menghentakkan kaki karena jengkel.
“Aku ingin memastikannya sebelum kembali.”
“Apa? Apa kakak tidak dengar kata ibu? Kita akan kena hukuman tambahan kalau ibu tau kita tidak ada di rumah!” dengan tiba-tiba hingga sedikit terkejut, Mao mendapati ponselnya yang berbunyi dan menampilkan hologram dari wajah seorang wanita. “gawat!” gumamnya menarik pakaian kakaknya.
“Apa yang kalian lakukan di sana?! Sudah dihukum belum kapok juga, ya?! Apa kalian tidak dengar, kemarin? jangan memperbaikinya dan menggunakan mesin waktu yang ada di atas loteng seenaknya!” kata wanita berambut abu-abu digulung ke belakang itu dengan tegas.
“Kami cuma... maaf kami salah, ibu.” Kata Mao melirik kakaknya kemudian menunduk.
“Ren?!”
“Aku tau. Maaf.” Kata anak lelaki itu dingin.
“Hahh... kalian ini, cepat pulang sebelum_gawat! Ayah kalian pulang! Cepat!” perintah ibu kedua anak itu dengan sedikit panik. Yang kemudian gambar dari hologram itu menghilang.
Mao mengeluarkan jam saku hitam dari tas kecilnya, “Aku juga ingin berbicara lagi dengan ayah dari masa lalu. Kakak curang sudah berbicara dengan ayah dua kali! Aku cuma sekali!” Mao kembali memprotes, “Kenapa tidak katakan saja pada ayah kalau kita memiliki mesin waktu?! Sembunyi-sembunyi seperti ini menyusahkan! Padahal kita sudah menemukan ayah!” katanya melihat pada seorang lelaki yang sedang berbicara dengan seorang wanita dengan santainya. Walaupun hanya punggungnya yang terlihat, mereka bisa mengenalinya dengan baik. Setelah beberapa kali mengikuti tentunya.
“Ayah sudah tau. Hanya saja dia tidak ingin kita tau dan menggunakannya.” Kata Ren yang juga melihat ke arah yang sama dengan adiknya. Pada seorang pria diantara keramaian dan kemeriahan dalam festival itu.
“Eh?!”
“Sepertinya ayah takut kita mengalami hal yang sama dengannya.”
Kemudian kedua anak itu menghilang setelah Ren memasukkan sebuah roda gigi sebesar separuh diameter koin seratus yen, dan memasukkannya pada mesin jam saku yang mereka gunakan, hingga separuh mesin beroda gigi yang berukuran lebih kecil saling terhubung dan ikut bergerak.
###
“Aika-chan....” suara yang datang tiba-tiba dan memanggil itu membuyarkan lamunan Aika dan membuatnya merinding ingin segera bersembunyi dari pemilik suara.
“Apa?” tanya gadis itu tidak senang.
“Sudah kubilang kalau kita akan pergi keluar, kan?! Bukankah kakak mu ini sangat perhatian padamu? Itu karena aku sangat menyayangimu, Aika-chan....” kata Yuuki berjalan masuk tanpa sungkan. Dari tangannya ia baru saja memasukkan kunci cadangan apartemen Aika yang dipinjam dari ayahnya.
“Kalau kau bisa menghentikan sikap aneh mu yang menjijikan itu dan menjaga sikapmu untuk tidak membuatku malu, tidak ada pilihan lain. Hahh... aku ikut.”
“Hahaha.... kau memang adik termanis.” Katanya menarik pipi Aika sembari tertawa riang.
Dan akhirnya, keinginan Yuuki untuk membawa Aika keluar dan menikmati festival berhasil. Walaupun kadang Aika mengeluhkan kelakuan Yuuki yang membuatnya sedikit malu di depan orang-orang dan segera berjalan pergi ke tempat lain. Mereka menikmati festival seperti saat Aika masih anak-anak yang selalu berlarian pergi ke manapun dengan si kakak anehnya.
Dengan perasaan yang benar-benar senang melebihi kesenangannya selama ini, Yuuki memperlihatkan senyumannya yang lain. Senyum kelegaan pada adiknya yang sudah melalui banyak hal hingga hampir tidak bisa ia tebak apa yang diinginkan gadis itu. Yuuki merasa sedikit lega karena adiknya yang kadang terlihat bingung akan dirinya sendiri sejak peristiwa beberapa tahun lalu mulai sedikit demi sedikit terlihat lebih baik.
“Hei, Aika-chan, itu sepertinya enak. Apa kau mau?” tanya Yuuki menunjuk salah satu stan dalam festival.
Aika tidak menghiraukannya dan terus mengikat tanzaku* di antara kertas-kertas permohonan yang lain pada salah satu ranting pohon bambu itu-setelah Yuuki berusaha membujuk untuk melakukannya. Tetapi ketika Aika selesai mengikatnya dan Yuuki datang memanggil, Aika masih saja terus melihat pada salah satu kertas permohonan di depannya yang digantung tidak terlalu tinggi dari miliknya. Pemiliknya baru saja selesai menggantung kertas permohonan itu hanya selang beberapa detik sebelum Aika selesai mengikat.
“Apa yang kau lihat?” tanya Yuuki penasaran.
Tanpa mengatakan apapun, Aika berlari dan menoleh ke segala arah. Mencari sesuatu, atau seseorang, yang baru saja berdiri di dekatnya tanpa dirinya sadari siapa orang itu. Tetapi anehnya perasaan dalam dirinya, mungkin hatinya, merasa harus menemukan pemilik kertas permohonan yang baru saja ia baca tadi. Hanya sebuah kata dari kalimat itu yang menjadikan memori kecil dalam kepalanya perlahan memunculkan serpihan-serpihan ingatan hingga sedikit demi sedikit terasa lebih utuh.
Yuuki yang hendak memanggilnya mengurungkan niat dan membaca apa yang Aika tulis dan apa yang gadis itu baca sebelumnya. Setelah membacanya lelaki itu memasang wajah terkejut, namun ia kembali tersenyum setelah mengerti akan sesuatu. Yuuki berjalan santai diantara keriuhan dan kemeriahan festival.
“Adik kecilku yang manis sepertinya sudah menjadi lebih dewasa. Yokatta, ne... Aika-chan. Tapi yang kau tulis itu bukanlah permohonan.” Gumam Yuuki tersenyum bahagia. “sepertinya kau sudah tak memusuhi dirimu sendiri. Ah, rencana Kamisama memang tidak selalu berjalan baik tanpa seorang perantara sepertiku.” Katanya sedikit menyombongkan diri.
###
Sembari melambaikan tangan tinggi, seorang wanita datang dengan wajah yang berseri pada Mizushima dan Yasu. Dengan riangnya ia menyapa kakak perempuannya dan langsung mengakrabi kedua ponakannya. Bahkan Yasu yang ada disitu seakan tidak terlihat dan terus dipunggungi.
“Kakak, kami mencarimu ke setiap sudut festival. Sangat melelahkan!” katanya menengok kebelakang, “Iya, kan, Mine-kun?! Eh?” katanya melihat ke arah Yasu kemudian mengabaikan lelaki itu setelah menunjukkan tampang bingung.
“Kau bersama Minemura-kun tadi?”
“Iya, tapi sepertinya dia menghilang lagi! Padahal baru saja kami sedang mengobrol. Dia lebih merepotkan dari anak kecil sekalipun! Kalau mengajaknya keluar selalu membuatku frustasi! Aku takut dia menghilang lagi seperti dulu.” katanya masih celingukan mencari.
“Kenapa harus menghawatirkannya? Sekarang usianya sudah 23 tahun, bukan 7 tahun lagi! Dia bukan anak-anak. Pasti bisa menjaga diri.”
Perempuan itu kembali melihat Yasu dengan terus tersenyum. Yasu yang merasa kalau wanita berusia sekitar 20-an itu aneh, agak risih karena ekspresinya yang tampak seakan sudah mengenalnya. “Kenapa kau diam saja dan tidak menyapaku, Aoki-san?” tanya perempuan itu dengan santainya.
“Eh? Kau mengenalku?”
Plak!
“Aww! Sakit!” perempuan itu mengelus belakang kepalanya yang kena pukul kakaknya. Beruntung kedua anak Mizushima tidak melihat kekerasan yang ia lakukan barusan karena sibuk bermain.
“Maaf, ya, Aoki-kun. Dia Mitsuki, adikku. Kelakuannya memang selalu sok akrab dengan orang, jadi tolong maklumi.”
“Apa?! Kita memang sudah bertemu sebelumnya! kau bahkan menangis di depanku waktu itu! apa kau pura-pura lupa padaku karena sudah kutolak cintamu?” katanya menyunggingkan senyuman dengan kedua tangan dilipat di depan dada.
“Eh?! Eehhh?!! Apa maksudmu?” ada apa dengan perempuan ini? Membuatku merinding! Sepertinya ada yang lebih berbahaya daripada Aika! apa seseorang menghapus ingatanku? Atau dia yang bermasalah?
###
Ren dan Mao sudah kembali ke rumah mereka. Keduanya baru saja keluar dari loteng rumah yang digunakan sebagai tempat mereka melakukan perjalanan waktu, dari sebuah kotak telepon kuno diloteng itu. Mereka menuruni tangga dengan sedikit mengendap-endap.
Sembari menuruni anak tangga Mao memberi usul, “Kakak, sepertinya kita juga harus pergi menemui nenek.” Kata gadis cilik itu terlihat berpikir.
“Untuk apa?”
“Kakak tau?! Ku pikir kita harus memberi tahu nenek tentang ibu supaya mengatakan pada kakek sebagai peringatan dini. Supaya sifat yang menurun pada kakak juga tidak seburuk ini. Aku dengar nenek meninggal setelah melahirkan, kita mungkin bisa menemuinya saat nenek hamil.” Katanya cuek.
Rasa tersinggung dan kesal Ren entah kenapa dirinya abaikan. Dia sudah terlalu lelah dengan perjalanan waktu mereka. Tidak ingin berdebat dengan adiknya.
“Apa kau pikir nenek tau tentang adanya penjelajah waktu?” tanya Ren santai.
“Tidak?” Mao balik bertanya dengan polos.
Seorang pria berjalan dari ruangan lain dan tersenyum pada mereka. Dengan sekali lihat, pria itu bisa mengetahui apa yang tersembunyi dari kedua anaknya itu. Dirinya menahan tawa.
“Sepertinya kalian baru saja melakukan hal menarik.” Kata si pria yang berjalan melewati mereka lalu duduk di atas kursi yang nyaman dalam ruang santai dengan koran ditangan.
Kedua anak itu melihat ujung rambut Mao dipundak, mengikuti ke mana mata pria itu mengarah. Sebuah potongan daun bambu kering terlihat mencuat diantaranya. Juga sedikit debu dari loteng yang menempel dilengan pakaian Ren yang terlihat cukup jelas. Tapi itu tidak terlalu bisa menjadi cukup bukti kecuali sedikit bau yang ikut menempel pada mereka. Bisa dibilang penciuman pria itu terlalu tajam. Padahal kedua anaknya telah berhati-hati dengan hal itu.
“Apa itu artinya kita ketahuan?” tanya Mao berbisik. Tetapi Ren tidak menanggapi sama sekali dan segera pergi menuju kamarnya yang ada dilantai dua.
“Apa perjalanan waktunya menyenangkan?” tanya si pria bermata coklat keemasan santai.
Mao segera berhenti berjalan dan menahan napas. Wajahnya yang sebelumnya menunduk sekarang sudah bersitatap dengan pria itu. “Kakak, bagaimana ini?” pikirnya melihat punggung saudaranya. Dan seperti dugaan Mao, kakaknya, Ren hanya berbalik badan dan memandang pria itu sekilas lalu kembali berjalan.
“Apa game petualangan baru itu? apa ya namanya... Mask of Time?! Sepertinya kalian tampak menikmatinya. Apa boleh ayah ikut memainkannya?” Sambung si pria dengan tenang.
Mao menghembuskan napas lega. “Sangat menarik!” game apanya! Batin Mao, “tapi kakak menang dua satu dariku. Maksudku item. Dan itu untuk anak muda seperti kami. Ayah mungkin akan cepat lelah dan bosan.” Bibir Mao mengerucut. Yang malah mendapat sedikit tawa dari ayahnya.
“Ren!” panggil pria itu sembari melempar sesuatu. “tangkapan bagus! Itu hadiah untukmu. Maaf karena ayah tidak datang, juga baru memberikan hadiahnya sekarang. Selamat sudah menjadi siswa SMA! Kau selalu berusaha dengan baik. Ayah bangga padamu!”
Ren cuma diam dan memandang hadiah miliknya yang dibungkus rapi. Kemudian kembali berjalan.
“Dan juga, kau sudah menjaga adikmu dengan baik. Ayah ingin kau terus seperti itu.” Kata ayahnya tanpa dipedulikan.
“Wah, aku selalu merinding kalau ayah berbicara begitu, seolah melihat dan tau hal itu dengan sangat baik!” gumam Mao yang sudah berjalan menuju dapur dan mencari sesuatu dalam lemari pendingin yang sejajar tembok. “Aku lapar, ibu...” panggilnya.
Ren tetap berjalan dan kemudian menutup pintu kamar di belakangnya. Tiba-tiba saja senyumnya mengembang hingga ia tertawa tertahan tanpa ingin orang di luar mendengarnya.
“Dasar banyak omong! Kau sendiri bahkan tidak mendengar perintah orang lain! Ch!” kata Ren yang tampak senang memandangi hadiah ditangannya. Ekspresi yang jarang sekali ia perlihatkan itu menjadi rahasianya pribadi. “Maaf sudah berbuat curang.”
“Aku sudah tidak membutuhkanmu saat ini. Tapi mungkin, suatu saat nanti. Makasih.” Gumam anak lelaki itu memandangi roda gigi kecil ditangan dan sebuah jam saku yang setengah mesin modivikasinya berhenti bergerak, terlihat sebagai jam saku hitam tua biasa. Ren memasukkannya ke dalam sebuah kotak kayu tua. Lalu mengunci kotak menggunakan roda gigi kecil itu, yang kemudian ia pakai dilehernya sebagai kalung liontin.
Jam saku hitam masih berdetak dengan suara khasnya selama ini. Seakan tidak ingin tahu apa yang manusia inginkan darinya atau katakan padanya, ia masih berjalan dalam diam. Tapi suatu waktu, dirinya yang setengah tertidur akan kembali terbangun sepenuhnya untuk mengajak orang yang membangukannya berkeliling. Serta akan kembali mengajak pemegang selanjutnya bermain-main, hingga membuatnya sedikit tersesat. Tik tok.
-owari (selesai)-
--------------cat.kaki:
*Tanabata: festival bintang. Salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim dan diadakan secara besar-besaran di jepang.
*Irasshaimase: selamat datang. Kata yang biasanya diucapkan oleh seorang pelayan atau penjaga toko.
*Hai: iya.
*Ano, sumimasen: Mmm, permisi
*Kamisama: tuhan, dewa
*Oi, chotto matte!: hei, tunggu sebentar!
*Yukata: salah satu pakaian tradisional jepang yang dipakai ketika musim panas. Biasanya pada saat festival.
*Tanzaku: secarik kertas permohonan yang berwarna-warni dalam festival tanabata.