Read More >>"> Kaichuudokei (Chapter 5: Penjelajah Masa Depan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kaichuudokei
MENU
About Us  

            Senja di musim gugur mulai menampakkan dirinya. Cahaya warna jingganya membuat sebuah bayangan dari seorang pria terlihat memanjang. Pria tersebut akhirnya kembali masuk ke dalam hutan yang ada dipinggir desa itu dengan terburu-buru. Ditangannya ia terlihat membawa sesuatu.

            Daun-daun kering dan ranting yang berserakan membuat gerakan langkahnya menghasilkan suara. Sedang bayangan-bayangan pepohonan yang cukup berdekatan membuat bayangan pria tersebut seakan menyatu dengan bentuk bayangan pohon.

            Sebelah tangannya yang memegang sebuah benda diarahkan ke berbagai arah.

            “Tadi rasanya aku hampir mendapatkannya di sekitar sini,” ucapnya mengedarkan pandangan.

            Tetapi dari balik kacamata, matanya menangkap sesuatu yang aneh di atas sana. Tidak jauh dari posisinya berdiri, di salah satu titik di langit terdapat sedikit kepulan asap hitam yang tiba-tiba saja terlihat. Tidak ada asal titik asap yang mengarah dari darat atau tanah. Hanya titik yang ada di atas langit. Bahkan sebelumnya suara ledakan apapun tak terdengar olehnya. Tidak mungkin sebuah suara ledakan tidak dapat ia dengar, karena suara angin, hewan-hewan kecil di sana, dan daun yang terinjak pun dapat didengarnya dengan jelas. Hanya ada suara kedamaian di hutan kecil lereng gunung.

            Keheranannya berubah menjadi keterkejutan, ketika telinganya mendengar sebuah suara yang berasal dari titik hitam itu.

            “Ayaaahhhh!!!!! Aaahhhhh!!!!” terdengar suara seorang anak kecil yang memanggil dan menjerit ketakutan.

            Dari asap yang mulai menipis dan sebentar lagi mungkin akan menghilang itu, tiba-tiba muncul seorang anak lelaki. Dengan langkah seribu pria itu berlari ke arah titik di mana kemungkinan anak itu akan mendarat jatuh.

            Beberapa potong benda yang terlihat agak gosong dan terbakar ikut terjatuh bersama anak tersebut dari atas. Sebelum mendarat, si anak lelaki terjatuh di atas pohon dengan tubuh menghantam dahan serta ranting-ranting dengan keras. Dan hampir saja anak itu tak tertangkap jika saja si pria tidak melakukan gerakan tak terduga. Melompat dan menangkapnya hingga terguling membentur batang pohon. Tepat setelah itu sebuah benda yang terlihat lebih besar jatuh di dekat kaki si pria.

            Dilihatnya tubuh kecil yang penuh luka dan kotor seperti baru saja menjadi korban kecelakaan. Lalu kembali dilihatnya potongan benda yang ada di depannya. Yang ternyata sebuah kursi dengan sebuah logo dari sebuah pesawat yang masih bisa dilihat.

            “Bertahanlah! Aku akan membawamu pada dokter. Jangan tutup matamu. Terus dengarkan apa yang kukatakan. Aku Okamoto Seiichi.” Katanya berusaha untuk tidak terlalu panik, walaupun kenyataannya dirinya tidak bisa menyembunyikan perasaannya.

            “Sei.... aku.... namaku....” kata anak itu dengan wajahnya yang tampak sangat pucat. Sedang darah segar terus keluar dari lukanya yang ada dikepala. Hingga mengenai lengan pakaian yang dikenakan si pria dan terlihat seperti tersiram darah.

            “Iya, siapa namamu?” melihat kondisinya ia lebih mempercepat langkah kakinya yang sekarang sudah berada di sebuah jalan setapak dan baru saja berhasil keluar dari hutan.

            “Ayah....”

            “Kau ingin bertemu ayahmu? Kalau kau bertahan dan sembuh, akan ku antar pada ayahmu. Berapa usiamu?” kepanikan diwajahnya masih saja terlihat, bahkan senyumannya yang tampak dipaksakan tidak bisa menutupinya.

###

            Beberapa minggu berlalu dan anak itu masih tak mau bicara dan terus menutup diri. Okamoto Seiichi yang masih khawatir selalu mencari cara supaya bisa membuatnya tersenyum walaupun sedikit. Melihat wajah kesepian dan sedih anak itu mengingatkannya pada putrinya yang ia tinggal sendiri di apartemen mereka tinggal. Hampir dua bulan dirinya tak memberi kabar dan masih belum bisa kembali ketempat anaknya berada.

            Pria itu menatap sebuah jam saku ditangannya. Benda itu diam dan tak bergerak sejak terakhir ia memeriksanya. Dia mencoba memutar jarum jam, tetapi sesuatu hal yang diharapkannya tak terjadi seperti keinginannya. Tak ada yang terjadi selama hampir setengah jam mengotak-atik benda itu. Seiichi kembali menyerah untuk saat ini.

            Dengan lemas dirinya duduk disamping anak lelaki yang masih diam. Seiichi mengambil sesuatu dari saku pakaiannya. Sebuah benda tipis dan transparan seperti sebuah kaca, berukuran sekitar 5x5 cm memperlihatkan sebuah gambar dipermukaannya yang sekarang lebih melebar tampilannya.

            “Aku juga merindukan keluargaku.” Kata Seiichi tiba-tiba dengan mata memandang gambar dirinya dengan seorang anak perempuan yang terlihat bahagia. Hanya memprediksi apa yang anak itu pikirkan. Dan anak itu mulai menatapnya. “aku memiliki seorang putri, usianya sepantaran denganmu. Sebelum pergi dia marah karena aku tidak menepati janjiku. Hari itu seharusnya kami pergi ke sebuah taman hiburan. Tapi hampir dua bulan dan aku belum bisa pulang dan meminta maaf. Aku yakin sekarang putriku sangat marah padaku. Ayah yang payah, benar, kan?” katanya kemudian tersenyum pada lawan bicaranya yang tetap diam.

            Si anak lelaki ikut memandangi gambar yang ada di tangan Seiichi dengan tenang. Seorang anak perempuan berdiri di atas kedua punggung kaki pria itu dengan kedua tangan saling bergandengan, seolah sedang berdansa. Wajah keduanya saling menatap dan tersenyum dengan bahagia. Lalu tiba-tiba suaranya mulai terdengar, “Okamoto-san, putri anda,”

            “Eh?!” Seiichi terkejut.

            “Dia tidak akan marah, tapi dia akan kesal karena rindu. Saya yakin itu.” Katanya tenang.

            Seiichi menyentuh kepala anak itu dengan lembut, lalu tersenyum, “Kalau begitu syukurlah, ya. Karena jika putriku kesal, dia tidak terlalu sulit untuk dibujuk dan dimintai maaf. Berbeda dengan ketika dirinya marah.  Kau anak baik. Boleh kutau siapa namamu?”

            “Sei.*”

            “.....” Seiichi heran pada ketenangan anak dengan nama yang sama dengannya. Dan dia juga heran karena anak itu hanya memberitahu nama depannya.

            “Eto..., boleh kupanggil Haru? kanji namaku juga bisa dibaca ‘Haru’*. Itu kalau kau mau.” Kata Seiichi mengajukan sebuah ide aneh karena merasa dirinya akan juga merasa aneh kalau memanggil namanya sendiri. Walaupun berbeda penulisan serta arti.

            “Boleh. Saya suka nama itu, ‘Haru’.” Anak itu mulai tersenyum. Dengan tangan yang sekarang mulai penasaran dan menyentuh benda transparan yang kini sudah ada ditangannya.

            Lalu tiba-tiba saja sebuah gambar hologram yang tampak nyata keluar dari benda itu. Mengejutkan Haru yang gugup untuk mematikan benda yang ada ditangan.

            Hologram yang ternyata sebuah video memperlihatkan seorang anak perempuan berlari dengan cerianya, didepannya seekor jerapah terlihat memakan dedaunan dari pohon didekatnya.

            “Yuuki-nii-chan, cepat!” katanya melambai pada seseorang.

            Seorang anak lelaki yang lebih besar darinya datang sambil terengah-engah, “Aika-chan, sudah kubilang panggil aku ‘onii-chan’, kan? Hahh....”

            “Aku mengerti. Kalau begitu cepatlah, onii-chan!” kata si anak perempuan dengan lugunya.

            Haru masih memandangi video hologram itu dengan diam dan tenang. Dan wajahnya mulai menampakkan ketertarikan dengan yang dilihatnya.

            “Menyenangkan.” katanya tanpa bisa ditahan. Lalu segera menunduk karena sadar dengan apa yang diucapkannya dan malu pada Seiichi yang tersenyum padanya.

            Tapi belum sempat video hologram dimatikan seorang dokter dan asisten perawatnya datang dan berdiri dengan tampak terkejut. Tentu saja di tahun ini teknologi seperti itu belum ada. Tapi dengan tenang Seiichi berjalan mendekati keduanya setelah mematikan alat itu.

            “Ano, dokter dan nona perawat, apa yang anda berdua lihat tidak pernah terjadi.” Katanya tersenyum pada keduanya. Lalu dengan ketenangan yang sama dia melakukan sesuatu pada sang dokter dan asistennya, lalu memberi dua bungkus permen dan menunggu mereka tersadar dari apa yang dilakukannya.

            “Apa yang anda lakukan?” tanya Haru dengan khawatir.

            “Cuma menghapus sedikit ingatan mereka. Aku menyebutnya hipnotherapi. Hahaha.... jangan pedulikan itu.” Katanya sedikit bercanda.

            Setelah beberapa detik dan dokter serta perawat itu kembali seperti tidak terjadi apapun. Seiichi berjalan keluar mengikuti keduanya untuk berbicara mengenai perkembangan Haru.

            “Haru, ayo, kita pergi ke tempat seperti yang ada dalam video. Tapi setelah kau diperbolehkan keluar dari sini.” Katanya dengan senyuman yang akan selalu Haru ingat.

###

Tahun 2007, awal musim panas. 8 tahun kemudian.

            “Ayah, sudah kubilang untuk istirahat di dalam, kan?! Kenapa malah ada dilorong?” seorang anak lelaki dengan seragam sekolah musim panas datang dengan kedua tangan penuh bawaan.

            “Dasar cerewet. Ayah cuma bosan selalu ada di kamar. Lagi pula kalau keluar pasti ada teman mengobrol dengan pasien lain, kan?!” katanya mengikuti langkah si anak menuju kamar rawatnya. “banyak sekali makanan yang kau bawa? Haru, tidak mungkin ayah bisa makan sebanyak itu.”

            “Siapa bilang ini untuk ayah? Persediaan makan di rumah habis, jadi aku mengunjungi ayah dan sekalian menitipkannya.” Katanya menaruh beberapa kantung plastik di dekat meja.

            Seorang perawat datang dan memanggil ayah Haru, lalu pergi untuk pemeriksaan.

            Haru melihat jam yang ada didalam ruangan. Masih pukul 7 lebih sedikit. Artinya masih ada waktu untuk merapikan kamar ayahnya yang selalu terlihat berantakan dan duduk sebentar sebelum pergi sekolah. Selama ayahnya berada di rumah sakit, tidak seorang perawatpun diperbolehkan menyentuh ataupun membereskan barang-barang tuan Okamoto, karena itu, Haru yang akan selalu membereskannya. Dia tau, ayahnya tidak akan menceramahinya dengan wajah yang dia perlihatkan pada para perawat itu.

            “Dasar keras kepala, sulit diatur dan semaunya sendiri!” Haru menarik selimut yang agak bergumpal, dan sesuatu terjatuh, “ya, ampun, kenapa selalu menaruh barang sembarangan?!” keluhnya mengambil benda itu.

            Sebuah jam saku berwarna hitam. Haru tau benda itu adalah benda kesayangan ayahnya, yang selalu ada di dalam saku pakaian beliau ke manapun pergi. Tapi entah kenapa kali ini benda itu ditinggalkannya dengan teledor. Benda yang selalu dipandanginya, benda yang selalu dirawatnya dengan baik, jam saku yang sudah tak bergerak dan selalu berusaha diperbaiki.

            Haru memandangi benda itu, kemudian mendengar sesuatu. Didekatkannya benda itu ketelinganya. Tik tok. Dia tampak terkejut. Dibukanya penutup jam saku dan benar apa yang didengarnya. Suara jarum jam yang bergerak dengan teratur dan nada yang baru pertama didengarnya.

            Haru berpikir, jika ayahnya kembali dan mengetahui jam saku milik beliau kembali bergerak pasti akan senang. Karena menurutnya, selama Haru melihat ayahnya yang selama ini murung akan selalu hampir berjingkrak karena melihat jam saku bergerak satu kali. Hanya satu detik. Saat itu beberapa tahun yang lalu.

            Melihat posisi jarum jam yang tidak tepat, Haru segera memutarnya dan menyamakan dengan jam di ruangan itu. Tetapi saat waktunya sudah tepat, tiba-tiba jarum jam bergerak dengan cepat. Sangat cepat hingga Haru sedikit terkejut dan agak panik, dan akhirnya merasa kalau jam itu memang rusak.

            Haru merasa ada yang aneh dengan dirinya, perasaan mual dan pusing memenuhi perut dan kepalanya. Jantungnya terasa berdetak dengan cepat hingga keringat dingin mulai bermunculan. Anak lelaki itu duduk berjongkok memegangi perut dan menutup mulutnya. Merasa kalau onigiri yang beberapa waktu lalu dimakannya akan keluar.

            Sensor suhu pada kulit tubuhnya bereaksi. Udara musim panas yang tentu saja seharusnya hangat pagi itu, terasa agak dingin. Saat dirinya merasa lebih baik dan berdiri, keningnya berkerut dengan heran. Entah bagaimana dirinya sudah ada dalam sebuah ruangan yang tidak dikenalnya. Masih dalam kamar pasien, hanya saja berbeda dengan kamar rawat ayahnya. Ruangan yang rapi dan bersih, ada vas dengan bunga yang masih terlihat segar, jendela yang tertutup rapat dengan tirai yang sedikit terbuka. Dan diluar sana langit gelap karena malam. Serta penghangat ruangan yang masih menyala menandakan pasti ada penghuni kamar ini.

            Haru yang akan membuka pintu mendengar seseorang berjalan dilorong. Dirinya yang panik segera keluar dari ruangan itu. Dan seorang pria dengan pakaian pasien berpapasan dengannya di depan pintu itu.

            “Siapa kau? Kenapa keluar dari kamarku?”

            “Ma-maaf, saya salah masuk ruangan. Permisi.” Kata Haru cepat-cepat pergi. Lalu berpura-pura dengan memegang gagang pintu kamar di sebelahnya, dan melepas pegangannya saat orang tersebut masuk dalam kamarnya.

            Haru berjalan dilorong dengan rasa takut yang menyelimuti dirinya. Bagaimana ini bisa terjadi dan apakah dia tidak berhayal? Atau dirinya sedang bermimpi? Tapi, tentu saja bukan. Berkali-kali mencubit kulit tangan dan pipinya dan rasa sakit yang nyata. Dipandanginya jam saku yang ada ditangan, banyak pertanyaan yang muncul dalam kepalanya? Kenapa dirinya bisa berada di tempat dan waktu yang berbeda setelah memutarnya? Dan benda apa sebenarnya yang dia pegang.

            Seorang anak laki-laki berlarian hingga menabrak Haru. Anak dengan piama pasien dan menyelimuti diri dengan pakaian hangat itu berhenti sembari memandangi Haru dengan polosnya.

            “Maaf.” Katanya.

            “O-oh, tidak apa-apa.” Kata Haru sedikit terbata.

            “Y, ampun! Sudah ibu bilang untuk tidak berlari, kan?” kata seorang ibu muda yang terlihat kewalahan dengan anaknya yang terlihat aktif. “saya minta maaf.” Katanya pada Haru. Lalu sang ibu kembali berbicara dengan seorang dokter di koridor itu.

            Haru duduk disalah satu kursi tunggu yang ada di lobi dekat resepsionis. Dan anak itu mengikuti duduk di sampingnya.

            “Apa kakak suka olahraga? Sudah berapa lama? Apa sejak kecil?” tanya anak itu beruntun.

            “Eh? Kalau itu, aku baru beberapa bulan mengikuti salah satu klub olahraga di sekolah. Jadi, aku baru mulai menyukainya akhir-akhir ini.” Kata Haru yang mulai bisa bersikap tenang kembali.

            “Kalau aku, karena selalu sakit jadi tidak bisa banyak berlari ataupun bermain. Pasti sangat menyenangkan, ya.... wah, kalau aku sudah sembuh aku akan mengikuti banyak klub di sekolah.” Katanya riang dan bersemangat.

            “Ganbatte*!” kata Haru menyemangati.

            “Kakak, lihat! Aku juga akan ikut kejuaraan seperti yang ada di tv itu kalau besar nanti.” Dia menunjuk pada tv dengan layar lebar di ruangan itu. Dengan sebuah berita pemenang dan betapa sengitnya pertandingan olahraga winter cup* yang baru saja selesai diadakan.

            Haru memicingkan mata, memfokuskan pada tahun yang tertera dalam berita itu. “Winter Cup 2007??!” gumam Haru heran.

            “Aku tidak sabar menunggu interhigh* tahun depan. Ayah akan membawaku melihat langsung. Dan dokter membolehkannya.” Katanya bertepuk tangan senang.

            “Maksudmu beberapa minggu lagi, kan?” Haru mengoreksi. Tetapi wajah anak itu terlihat bingung dengan ucapannya. Tersadar setelah melihat area luar rumah sakit dari kaca yang ada di samping si anak, saat ini dirinya berada di musim dingin. Dengan salju yang mulai turun perlahan.

            Haru  bangkit dan segera melihat kalender yang ada di atas meja resepsionis. Desember 2007, bulan dan tahun yang dilihatnya tanpa berkedip.

            “Ini, tidak mungkin!” katanya merogoh saku celana dan memandangi dengan serius jam saku berwarna hitam. Yang sekarang baginya tampak sedang tersenyum dengan misterius padanya.

            Dengan terburu-buru Haru berjalan keluar di udara dingin diikuti butir- butir salju yang mulai menyentuhnya. Seragam lengan pendek musim panasnya tidak akan bisa membuatnya bertahan lebih lama di luar ruangan tanpa penghangat. Tetapi rasa bingung, cemas dan ketakutannya tidak terlalu membuatnya peduli dengan suhu yang dirasakan. Telinga dan hidungnya memerah karena suhu yang dingin. Haru merasa dirinya akan membeku dalam beberapa menit.

            “Kembalilah, kembalilah, kembalilah!!” katanya berulang memutar jam saku.

            Haru menutup mata, berharap dirinya kembali ke tempat semula, kamar rawat ayahnya. Tik tok.

            Saat ia membuka mata udara musim panas terasa. Ada sedikit rasa lega, tapi dilihatnya sekeliling, ia berada di antara sebuah sela-sela dua bangunan toko. Beberapa langkah sebelum dirinya keluar dari tempat itu, di jalan depan kedua toko, seseorang berlari di depannya. Melewatinya dengan wajah tampak ceria. Langkah kakinya terlihat bersemangat. Dari beberapa toko yang ada di sana, penjaga ataupun pemilik toko yang sedang mulai mengelap kaca serta meja toko di teras menyapa dengan santainya. Seakan mereka mengenal baik orang itu.

            “Ohayou, wah, hari ini kesiangan, ya? Tumben sekali.”

            “Ohayou, semangat, ya!”

            “Hari ini jangan lupa mampir...”

            “Ohayou, hati-hati dijalan, ya...”

            “Selamat pagi semuanya, ittekimasu.” Katanya menanggapi semua orang sambil melambaikan tangan, lalu mempercepat kakinya berlari.

            Walaupun merasa aneh dengan yang dilihatnya, tapi ini kesempatan untuk tau apa yang terjadi. Mengenai jam saku ataupun hal mengejutkan lainnya. Toh, seseorang yang baru saja melewatinya adalah orang yang ia kenal. Dengan kecepatan penuh Haru berlari mengejarnya. Tidak, dia tidak mengejarnya begitu saja ataupun langsung memperlihatkan diri dihadapan orang yang ia kejar. Beberapa kali dirinya bersembunyi serta menjaga jarak. Ia merasa harus menunggu waktu yang tepat. Menunggu hingga hanya ada mereka berdua.

            Beberapa saat dirinya sadar dengan jalan yang dilaluinya, adalah jalan yang belum lama ini dikenalnya. Akhirnya ia tau tujuan orang yang ia kejar. Jalanan yang berbukit dengan pepohonan di kanan-kirinya. Lalu sebuah gerbang sekolah terlihat, dengan seseorang yang tampak sedang memanjat dengan wajah yang tak tegang ataupun merasa bersalah. Pasalnya, sudah dipastikan kalau orang itu terlambat datang. Malah bisa dikatakan wajahnya tampak ceria setelah terlihat berpikir beberapa saat.

            Area itu tampak sepi dan Haru mulai keluar dari tempatnya menyembunyikan diri. Suara langkah kaki dari arah belakang Haru terdengar. Seseorang berlari melewatinya setelah ia mengurungkan niatnya dan kembali bersembunyi di antara semak pepohonan. Seorang gadis berhenti berlari tidak jauh di depannya untuk mengatur napas.

            “Gawat! Sangat gawat! Hahhh....” kata gadis itu yang kemudian kembali berlari dengan keringat mengucur dikeningnya. “Masih beluuum!” lanjutnya menaiki jalan yang cukup berbukit itu.

            Haru masih mengawasi saat orang yang diikutinya berbicara dengan siswi yang juga terlambat. Keduanya yang terlihat akrab dan saling berbicara membuat Haru memutuskan untuk menunggu dan bersembunyi dengan berjongkok di antara semak. Dari jaraknya yang tak terlalu jauh dari mereka, ia bisa mendengar dengan cukup jelas apa yang mereka katakan. Walaupun tidak tertarik dirinya tetap diam sembari memasang telinga.

“Apa tidak bisa setelah jam sekolah selesai?” tanya si gadis.

“Tidak bisa. Anak itu mungkin akan mengeluarkan kata-kata kasar yang lain jika aku tidak datang dengan cepat.”

“Aku tidak mengira kalau ada orang yang berani berkata kasar pada senpai. Semua orang selalu berbicara baik, memuji dan mengagumimu.”

“Benarkah?! Hahaha..... itu berlebihan. Anak itu bahkan memandangku dengan wajah tidak suka.” Mendengar hal itu Haru bergumam pada dirinya sendiri dan berharap apa yang sedang ia alami, lakukan dan dengarkan sekarang hanyalah mimpi. Walau dirinya lebih tau jika itu tidak benar. Ini terlalu nyata! “Apa aku seperti itu?” Gerutu Haru dengan tampang tidak percaya.

“Anak itu?! Apa yang waktu itu senpai ceritakan?_”

“Ha!!!” kata orang yang Haru ikuti menunjukkan jari telunjuknya sebagai peringatan pada siswa perempuan. “sudah kubilang itu rahasia, kan?! Seseorang bisa saja mendengarnya,” Haru merasa saat itu dirinya malah seperti yang sedang diawasi, bukan sebaliknya. Pasalnya, mata  dari seseorang yang ia buntuti seakan melihat ke arahnya secara tidak langsung. “dan ini tidak akan lagi menjadi.... ‘rahasia’.” Lanjutnya yang kemudian tersenyum.

            Mereka berdua kembali melanjutkan pembicaraan. Walaupun Haru sendiri merasa apa yang dua siswa itu lakukan terasa tidak benar. Terlambat datang ke sekolah, malah mengobrol di depan gerbang tepat saat jam pelajaran pertama berlangsung.

            Setelah menunggu beberapa menit dengan kaki yang hampir saja mati rasa, dirinya mendengar siswa itu pergi meninggalkan teman perempuannya di depan gerbang sekolah. Terlihat melewatinya dengan berjalan santai untuk membolos. Sambil bersiul seperti yang Haru dan ayahnya kadang lakukan di rumah.

            Dengan terburu-buru Haru berdiri untuk kembali mengikutinya. Setelah agak jauh mengikuti sejak dari area jalan sekolah, akhirnya berbelok ke sebuah taman yang terlihat sepi. Orang itu duduk dibangku taman. Berhenti bersiul dan mendesah pelan.

            “Sampai kapan kau mau bersembunyi? Cepat keluar.” Katanya santai tanpa memandang lawan bicaranya yang bersembunyi dibalik pohon tepat di belakangnya.

            Dengan perasaan aneh Haru mendekat dan berdiri dihadapannya.

            “Suge*!” Haru menatap lawan bicaranya tanpa berkedip.

            “Yo! Boku*.” Sapanya. “Rasanya aneh sekali, sudah lama tidak melihat diri sendiri. Dulu aku seperti ini? Wah, lebih seringlah berolahraga. Tidak terlihat keren sama sekali.” Katanya tertawa.

            Haru sadar dengan pertanyaan yang seharusnya ia berikan. “Ada sesuatu yang ingin kutanyakan.”

            “Aku tau. Kau sudah mengerti kalau sekarang ada di mana, kan? Jadi, intinya jam saku itu alat untuk pergi melintasi waktu. Keren, kan?!” katanya tampak santai dan lumayan ceria.

            “Tapi bagaimana ayah memiliki benda seperti ini?”

            “Kenapa tanya padaku? Kembalilah dan tanyakan langsung pada ayah tentang semua hal yang ingin kau tau. Karena kau adalah aku, aku tau bagaimana kau berpikir. Bahkan tentang benda transparan yang dapat mengeluarkan hologram video putri ayah yang sering ayah putar itu. Kenapa tidak bertanya semua hal yang membuatmu penasaran selama ini tentang ayah? Aku tidak ingin kita menyesal di masa depan.”

            “Aneh sekali rasanya dinasehati diri sendiri. Apa karena kau memiliki penyesalan sampai-sampai mengatakan itu padaku?”

            “Diriku, kau akan tau seberapa banyak aku bertanya pada ayah.” Katanya dengan tampang yang agak sombong. Lalu dengan tiba-tiba dilemparkannya sebuah jaket pada Haru, “pakailah, udara akan menjadi sedikit lebih dingin.”

            “Mmm, yah, terimakasih, boku.” Haru tersenyum pada dirinya yang lebih tinggi beberapa senti dan rambut yang lebih panjang dengan sebagian belakang rambutnya yang diikat seperti seorang samurai. Dia kembali melihat dirinya yang dari masa depan dari bawah ke atas. “aku akan berusaha menjadi lebih baik dari ini.” Katanya menilai dirinya yang ada di masa depan.

            “Hahaha.... coba saja!” tantang Haru dari masa depan. “Aku pikir waktumu habis. Diriku akan baik-baik saja, percayalah! Selamat tinggal, boku.”

            “Eh? Tunggu, aku masih...”

            Pemandangan yang Haru lihat mulai mengabur, tetapi suara dirinya dari masa depan masih terdengar, “sampaikan salamku pada ayah!!”.

            Tik tok. Beberapa detik berikutnya ia sudah berada di depan sebuah toko yang tidak terlihat sibuk dengan pengunjung jika dilihat dari jendela kaca tempat Haru berdiri. Udara dingin kembali menggigit tubuhnya setelah beberapa saat yang lalu berada di musim panas. Haru mulai tersenyum memandang jaket yang ada ditangannya dan segera memakainya. Lalu berjalan untuk mencari tahu di mana sekarang dirinya berada.

            Sambil berjalan Haru masih memandangi jam saku hingga menabrak seseorang yang berjalan didekatnya.

            “Tolong selalu perhatikan langkahmu!” Kata pemuda yang usianya terlihat sama dengan Haru, dan berjalan dengan langkah agak lebar dibandingkannya.

            Melihat tatapan mata dan mendengar nada yang cukup dingin dari orang yang tak dikenalnya membuat Haru merasa tidak enak hati dan segera meminta maaf dengan cepat. Kemudian orang asing itu melanjutkan langkahnya yang masih cukup lebar dengan terlihat santai. Lalu dari arah belakang Haru, seorang anak perempuan berlari mengejar pemuda tadi.

            “Jangan hiraukan kakakku, ya...” katanya sembari tertawa riang saat melewati Haru.

            “Mao, cepat.” Panggil sang kakak tanpa melambatkan langkahnya.

            Kedua bersaudara itu sudah berjalan jauh di depan Haru. Dan kesadaran Haru untuk mencari tahu di tahun berapa dan di mana dia berada kembali. Beberapa langkah dirinya berjalan dan melihat sekeliling, sebuah suara terdengar tidak jauh di depannya.

            Suara klakson, decitan dari roda kendaraan, serta jeritan terkejut beberapa wanita terdengar dengan keras. Dengan cepat orang-orang yang berada di sekitar jalan ataupun pengunjung toko keluar berdatangan mengelilingi satu titik di persimpangan jalan depan sana. Saat Haru tiba di tempat itu, ia bahkan hanya bisa melihat dari kejauhan seseorang yang menjadi perhatian kerumunan itu dari sela-sela orang banyak.

            Tubuh dengan darah yang mengalir di jalan aspal dingin tergolek lemah. Sebagian darah segar itu berada di atas tumpukan salju pinggir jalan dan membuat warna putih salju berubah merah. Walaupun sebagian wajahnya tertutup darah dan terlihat menyamping, Haru tahu kalau orang yang dilihatnya beserta kerumunan saat ini adalah dirinya yang ada di masa depan.

            Seketika tubuhnya lemas dan ia hampir terjatuh dari tempatnya berdiri. Otaknya tidak bisa berpikir dengan jernih, hingga akhirnya ia berjalan entah ke mana sambil terhuyung.

            “Itu bukan aku! Tidak mungkin! Kenapa kau membawaku kemari untuk melihat diriku sendiri sekarat? Apa maumu? Bawa aku kembali, bawa aku kembali!!” kata Haru ketakutan melihat benda bundar pipih ditangannya.

            Kemudian jarum jam kembali berputar dengan cepat, dan Haru mendapati dirinya sudah berada disuatu lorong bangunan. Seseorang yang hanya terlihat punggungnya keluar dari salah satu pintu bersama dua orang lain yang dikenalnya. “Nakashima...Takeru?! dan, sensei!” gumamnya. Sambil berpaling Haru menyembunyikan diri dibalik hoodie jaket yang dikenakannya, dan menunggu mereka berbelok ke lorong.

            Haru berjalan mendekati pintu yang baru saja mereka tinggalkan. Dengan perlahan dibukanya pintu itu. Hingga seseorang yang terlihat tertidur dengan tubuh terpasang slang dan kabel terbaring tenang  membuat dirinya membelalakkan mata untuk kedua kali.

             Di dalam ruangan hanya ada suara alat yang terhubung dengan tubuh yang terlihat lemah diranjang, juga suara napas dan detak jantung Haru yang tak teratur.

            “Kenapa kau menunjukkan masa depan yang seperti ini padaku? Aku benar-benar tidak ingin melihat bocoran masa depanku yang menyedihkan. Ini hidupku! Apa kau pikir dengan melihat semua ini aku akan percaya semuanya akan terjadi, seperti yang sudah kau perlihatkan padaku? Aku yang akan menjalani hidupku, maka aku yang akan membuat dan memutuskan masa depanku sendiri! jadi, BAWA AKU KEMBALI!!”

            Seseorang berada di luar dan terdengar suara panik milik seorang perempuan juga beberapa laki-laki. Mungkin karena suara Haru yang terlalu keras hingga terdengar sampai keluar ruangan. Saat pintu hampir terbuka jam saku sudah kembali berputar. Tetapi kali ini, ia berputar berlawanan arah. Hingga akhirnya, jam itu kembali ke arah yang tepat dan berhenti pula dengan cepat. Hingga terlihat sepatu dari salah satu mereka melangkah masuk, pandangan Haru telah kabur dan udara sejuk terasa. Tik tok.

            “Bagaimana rasanya melihat makammu sendiri?”

            Tiba-tiba seorang lelaki yang belum pernah dikenal Haru mengatakan hal itu padanya. Membelakanginya hingga hanya terlihat sosoknya yang cukup tinggi dengan pakaian jas lengkap, seperti baru saja atau akan menghadiri acara penting. Tempat itu berkabut dan agak gelap bahkan wajah orang yang berada di depannya tak terlihat dengan jelas, membuat Haru semakin penasaran dengan orang itu.

            “Siapa kau?” tanya Haru sembari melihat sekeliling pemakaman dan lanjut fokus pada sebuah makam yang ada di depan lelaki itu.

            “Sepertinya aku salah karena berbicara dengan dirimu yang sekarang. Tapi, tolong ingat, jangan membuatnya merasa bersalah. Aku pikir, kau lebih baik tidak terlalu membuatnya bahagia jika akhirnya seperti sekarang. Tapi yang kukatakan itu tidak benar, kan?! Karena kita tidak bisa mengontrol kebahagiaan seseorang. Kau bisa melakukannya semaumu, tak ada yang bisa membatasinya. Tidak dia ataupun kami. Kalau setiap perasaan seperti keegoisan dan penyesalan bisa dilihat oleh mata telanjang manusia, bagaimana wujud mereka? Juga, bagaimana wujud rasa sayang dan cinta? Mereka memang tak terlihat, tapi kau bisa menunjukkannya, kan?! Jangan hanya tersenyum dan memendam perasaanmu diam-diam. Dan yang terpenting...jangan menghilang. Aku juga su_.” Dirinya yang hanya memperlihatkan sedikit wajah sampingnya kembali memalingkan diri. Tanpa melanjutkan apa yang sedang dikatakannya.

            “Apa maksudmu?” Haru merasa kalau dirinya pernah mendengar suara orang asing ini disuatu tempat. Tapi dirinya tak bisa mengingat lebih banyak lagi.

            “Aku pikir tidak seharusnya berbicara lebih banyak lagi dengan dirimu yang sekarang. Aku tau tidak seharusnya aku berbicara seperti itu padamu. Dan kau tidak harus mendengar ucapanku. Bukankah kau lebih suka kebebasan dari pada diperintah?!”

            “Apa kau mengenalku? Apa kau tau kalau aku_”

            Pertanyaan Haru terpotong dengan suara seorang lelaki yang lain. Lalu tanpa bisa melihat seperti apa wajah dan siapa orang itu ataupun mengejarnya, dirinya hanya bisa berdiri memandangi nama dari sebuah makam keluarga yang ada dihadapannya. Okamoto Haru. Dalam diam.

            Jarum jam saku kembali berputar berlawanan arah. Haru merasa kalau sepertinya jam saku itu sudah selesai mengajaknya “jalan-jalan”.

Tik tok.

###

            Haru sudah duduk dipinggir tempat tidur ayahnya saat pintu terbuka dan tuan Okamoto masuk setelah melakukan pemeriksaan dengan dokter.

            “Kau masih belum pergi? Nanti bisa terlambat datang ke sekolah, lho!” dengan santai tuan Okamoto masuk kembali ke dalam selimutnya dan mengambil koran yang ada di sampingnya.

            “Ayah, aku melihatnya.”

            “Melihat apa?” tanya beliau dari balik koran yang menutupi wajah.

            “Masa depan.” Haru menunjukkan jam saku yang dipegangnnya.

            Dari balik kacamatanya, tuan Okamoto memandang jam saku itu dengan rasa lega. “Jadi dia sudah memilih pemilik barunya setelah tidur panjang, ya... baguslah kalau begitu. Mulai sekarang jam saku itu milikmu. Masa depan, ya?! Dia bahkan tidak pernah membawaku kemasa depan. Apa yang kau lihat di sana?”

            “Hal buruk.” Ucapnya setelah dirinya agak terkejut, dengan reaksi ayahnya yang tampak biasa saja dan tak tampak terkejut sedikitpun.

            “Haru, apapun yang kau lakukan saat ini, itulah yang akan menentukan takdirmu di masa depan. Kau masih bisa mengubah hal buruk sebelum itu terjadi. Kau masih bisa mencegahnya.”

            “Aku tau. Karena itu aku memikirkan hal lain. Jadi, dari tahun berapa ayah datang?”

            Pria itu hanya sempat tertegun beberapa saat, kemudian tersenyum dan merapikan korannya. “Apa kau ingin membawaku kembali? Atau mengubah takdirku? Jangan mengubah takdir yang telah terjadi ataupun masa lalu, kau tidak akan berhasil. Aku memang rindu pada putriku, tapi aku tidak akan bisa kembali.”

            “Kenapa? Ayah tidak ingin bertemu Aika?”

            “Aku tidak ingin melihat putriku bersedih. Dan sepertinya, aku mengerti kenapa jam saku tidak membawaku kembali ke tahunku. Karena aku memang berasal dari tahun ini. Kau tau Haru? Aku sudah berada di dua masa yang berbeda dengan rentang waktu yang lama. Karena itu, kematian cepat menghampiriku.”

            “Eh?” Haru terkejut, “tapi itu bukan alasan. Mungkin dia akan sedih kalau ayah memperlakukannya seperti itu.”

            “Kau memang anak yang baik Haru. Terimakasih.” Tuan Okamoto kembali menghadapi korannya yang selama beberapa waktu dibiarkannya.

            “Kalau ayah tidak ingin kembali aku yang akan membawanya kesini. Sekarang juga. Tolong katakan padaku tahun berapa!”

            “Kenapa tidak mencari tahu dari tahun berapa kau datang? Apa kau tidak berpikir kalau kau juga datang dari masa depan? Ada kemungkinan kau datang dari tahun sebelum aku ada, atau bahkan mungkin lebih jauh dari tahun diriku berasal. Apa kau tidak ingat tahun berapa?”

            Pertanyaan dari tuan Okamoto membuat Haru tidak bisa berkata apapun. Kadang dia memang mengingat beberapa hal tentang sesuatu yang tidak ada di tahun ini. Tapi itu hanya sepintas dan ia semakin melupakan hal-hal kecil itu.

            “Cepat kau kembali ke masamu. Jangan sampai apa yang kualami terjadi padamu.”

            “Itu, aku akan memikirkannya nanti. Kalau aku bisa kembali di tahun yang tepat, aku ragu jika ada tempat untukku dan ada orang yang menungguku di sana. Itu sudah sangat lama.”

            “Ternyata kau lebih senang bersamaku, ya?! Hahaha....”

            “Ayah pasti sudah tau semua ini akan terjadi, kan?” Haru memasang wajah curiga.

            “Entahlah.” Jawab beliau mengedikkan bahu dengan senyum misterius.

###

            Haru menatap pintu silver di hadapannya dengan senyum merekah. Setelah memastikan kalau dirinya berada di waktu yang benar ingin ia kunjungi dan tidak tersesat seperti biasanya. Ia memasukkan kembali jam saku hitam itu ke dalam saku celana jersey yang dipakainya.

            “Ayah, aku menemukannya.” Gumamnya dengan perasaan yang campur aduk. Antara senang, lega, sedih, dan berdebar.

            Ia menekan bell yang ada di hadapannya. Bell yang sudah beberapa tahun ini dicarinya. Dan, Haru kembali tersenyum setelah beberapa saat berpikir. Kenapa harus menekan bell kalau kau sudah memiliki “kunci” untuk masuk ke dalam rumahmu sendiri?

            “Tadaima!”

 

-------------cat.kaki:

*Sei: kanji? (tenang) dapat juga dibaca shizuka.

*Haru: kanji ? (sunny, clean up) menurut linguistik dapat dibaca “haru”, dapat dibaca “sei” jika menggunakan cara baca kan-on.

*Ganbatte: semangat!

*Winter cup: pertandingan olahraga yang diadakan pada musim dingin.

*Interhigh: pertandingan olahraga yang diadakan pada musim panas.

*Suge/sugoi: hebat, luar biasa. (perasaan takjub)

*Yo: Hei

*Boku: aku (laki-laki) informal.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
Letter hopes
888      496     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
in Silence
408      283     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Rinai Hati
488      258     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
I have a dream
270      221     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
School, Love, and Friends
16505      2601     6     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Hati Yang Terpatahkan
1843      836     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Meja Makan dan Piring Kaca
48380      6940     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
Kisah yang Kita Tahu
5107      1446     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...