Loading...
Logo TinLit
Read Story - LANGIT
MENU
About Us  

BAB 10

***

"Aku tak peduli kau mengusirku sekeras apapun, aku tetap mendekatimu."

***

Seperti inilah kondisi koridor jika bel masuk sekolah sebentar lagi berbunyi, ramai sekali. Banyak siswa-siswi yang baru saja datang, ada yang masih duduk-duduk di bangku panjang depan kelas masing-masing dengan tas yang masih tersampir di punggung, ada yang menjahili temannya dengan melempar cicak mati yang ditemukan di kolong meja, ada juga yang bermain basket dengan teman-teman padahal baru saja datang ke sekolah, dan masih banyak lagi. 

Di antara keramaian koridor itu, Langit berjalan santai dengan tangan yang ia masukkan ke dalam saku, tampak cool dan keren. Tapi, di belakangnya terpaut jarak yang cukup jauh, Bulan berlari mengejar Langit sambil membawa kotak bekal yang dipegang dengan dua tangannya. Ia terus meneriakkan nama Langit. Tapi, cowok di depannya itu terus berjalan tanpa sedikitpun menengok ke belakang.

"LANGIT!!!"

"LANGIT, TUNGGUIN!!!"

"LANGIT!!!" Teriak Bulan sambil berlari.

"LANG--"

Brakk

"Argh!" Pekik Bulan yang jatuh tiarap di lantai dengan kedua lutut yang tergores jatuh lebih dulu serta kotak bekal yang terlepas begitu saja dari tangannya.

Sakitnya tidak seberapa, tapi pemandangan di depannya membuat matanya berkaca-kaca. Bekal yang ia buat sepenuh hati hancur berantakan, nasinya berserakan di lantai serta paha ayam goreng yang kotor terkena debu-debu. Aroma ayam goreng pun merasuki indra penciuman Bulan.

Tampak kaki perempuan dengan sepatu berwarna hitam muncul di depannya. Tidak hanya itu, pemilik sepatu itu menendang nasi serta paha ayam goreng dengan sengaja.

Bulan mendongak, tubuh Keisha menjulang tinggi di atasnya dengan baju seragam ketat dan rok abu-abu yang pendek.

Keisha menendang kotak bekal dengan sengaja lagi. "Ups!" Ia menutup mulutnya dengan jari-jari lentiknya yang dirapatkan. "Ketendang, deh. Maaf, ya." Katanya sambil tertawa kecil di ikuti siswa-siswi yang ada di sekitar mereka.

Bulan bangun dari jatuhnya tadi, ia menepuk-nepuk bagian roknya, lalu menatap Keisha nyalang. "Lo sengaja, kan, bikin gue jatuh!? Lo, kan, yang naro kaki di situ biar gue jatuh!?" Cecar Bulan.

Keisha tertawa mengejek diikuti oleh dua antek-anteknya di belakang. Baru sekolah di sini beberapa hari saja, Keisha sudah mendapat anak buah. Segitu berpengaruhnya, kah, dia?

"Emang iya. Kenapa emangnya? Masalah?" Tanya Keisha. Cewek cantik dengan rambut panjang sepunggung itu tersenyum sinis.

"Gantiin bekal itu!" Tunjuk Bulan pada kotak bekal yang isinya sudah berantakan tak berbentuk. "Gue gak mau tau!"

Keisha menaikan sebelah alisnya. "Lo pikir gue mau?" 

Bulan semakin marah dengan gaya Keisha yang angkuh dan seenaknya itu. Ingin sekali ia mencakar wajah Keisha jika ia tidak ingat ia berada di sekolah.

"Eh, Kei! Liat nih, ada kertas dari kotak bekal si buluk." Ucap salah satu antek Keisha yang di bajunya memiliki bet nama Frisia Caroline.

Keisha mengambil sepotong kertas yang diberikan Frisia padanya. Keisha melihat kertas itu dan Bulan secara bergantian. Ia tersenyum sinis dan mengejek secara bersamaan.

"Teman-teman!" Ucap Keisha nyaring dan menarik perhatian lebih dari para siswa-siswi yang ada di koridor. Siswa-siswi itu membentuk kerumunan dengan Bulan dan Keisha sebagai tontonan. "Gue mau baca sesuatu, nih. Mau denger gak?!"

"Mauuuu!!!" Sahut kerumunan itu dengan raut muka menunggu.

Bulan mencoba menggapai kertas yang dipegang Keisha, namun tidak bisa karena Keisha mengangkat tangannya tinggi. Sehingga,  tinggi Bulan yang cuma sedagu Keisha tak akan membuatnya mampu menggapai kertas itu.

"Keisha, kembalikan punya gue!" Kata Bulan nyalang seraya berjinjit-jinjit mencoba menggapai kertas miliknya.

"Kalo gue gak mau?" Tanya Keisha dengan gayanya yang angkuh.

"Kalian semua siapin telinga buat denger tulisan yang ada di kertas ini, ya!" Kata Keisha yang siap membaca.

Keisha berdeham. "Teruntuk Langit." Mulainya dengan nyaring.

Keisha melirik sekilas Bulan yang langsung menunduk malu dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Gue buat bekal ini khusus buat Lo, soalnya gue tau Lo suka sama masakan gue." Lanjut Keisha, ia tersenyum geli. "Spesial, loh. Soalnya buatnya pakek cinta yang lebih besar dari kemaren."

Keisha selesai membaca, ia tertawa mengejek diikuti oleh siswa-siswi yang ada di koridor.  "Uuuuu!" Serunya berdayu. "Bisa masak juga ternyata. Katanya Langit suka, bisa jadikan dia sakit perut pas pulang ke rumah. Hahaha..." Keisha tertawa diikuti oleh siswa-siswi lainnya.

Bulan semakin menunduk dalam, matanya memerah namun tak ada sebulir pun air mata yang keluar. Ia tak mampu berdiri lebih lama di sana, ia ingin berjalan melewati Keisha. Namun, tubuhnya di tahan oleh kedua anteknya, sehingga Bulan tetap di tempat.

"Jangan pergi aja, dong." Ucap Keisha dengan nada yang lambat. "Gue, kan, belum selesai ngomong."

Keisha mendekat pada Bulan yang berdiri di tahan oleh Frisia dan Leoni--begitulah nama yang tertera di baju anak buahnya Keisha yang satunya. Gadis iblis bertampang malaikat itu mengangkat dagu Bulan yang semula menunduk dengan kasar. Ia menatap tajam mata Bulan yang memerah.

"Lo itu gadis buluk, sok cantik, belagu lagi!" Maki Keisha seraya menoyor kepala Bulan. "Gak tau diri banget, sih, Lo!"

"Lepasin gue!" Bulan berontak dari kedua antek-antek Keisha itu, tapi ia kalah kuat.

Plakk

Keisha langsung menampar pipi kiri Bulan dengan keras dan sukses membuat siswa-siswi di sekitarnya memekik.

Wajah Bulan tertoleh ke samping, ia merasakan pipinya panas dan perih dalam satu waktu. Bekas merah akibat tamparan di pipi putihnya tercetak dengan jelas.

Keisha menatap tajam Bulan yang sekarang bungkam, tak sedikitpun mengeluarkan suaranya. Hanya napas naik turun yang menandakan Bulan masih bernapas walau matanya terpejam merasakan bekas tamparan keras dari Keisha.

Tidak ada yang berani mendekat melihat sifat ganas dari cewek cantik nan seksi itu. Mereka semua malah menonton seolah hal itu adalah adegan live yang seru, termasuk Langit yang berdiri bersandar di pilar, tak ada yang sadar dengan kehadirannya sejak tadi. Ia menyaksikan dari awal, namun tidak ada sedikitpun niatnya untuk mendekat. Ia hanya menatap datar dua objek yang berselisih itu.

"Jangan berani neriakin gue!" Ucap Keisha tepat di wajah Bulan. "Berani banget, Lo!"

"Gue gak pernah sekalipun berniat gangguin Lo. Jadi, apa salah gue?" Tanya Bulan dengan nada lambat dan pelan.

Keisha menoyor kepala Bulan lebih keras, hingga kepala gadis malang itu terdorong ke belakang, setengah wajahnya tertutupi oleh rambutnya yang sebahu. Kondisi Bulan menjadi berantakan dengan seragam yang juga tampak acak-acakan.

"Lo itu Buluk! Aneh! Malu-maluin!" Maki Keisha. "Lo tanya salah Lo apa, hah!?"

Cewek berseragam ketat itu menjambak rambut Bulan hingga kepala Bulan mendongak dengan paksa. "Salah Lo itu keganjenan! Sok-sokan pacaran sama Langit! Sadar diri kalo Lo itu gak cantik! Tanya diri Lo sendiri, kira-kira malu gak Langit pacaran sama Lo?!" 

Kepalanya sakit karena jambakan itu, namun deretan kalimat dari mulut pedas Keisha lebih mampu meremukkan hati Bulan yang rapuh ini sekarang. Bulan ingin menangis, tapi ia tak mau terlihat menyedihkan. Bulan tau, ia tidak cantik, buluk, aneh, dan malu-maluin. Tapi, Keisha yang menyadarkannya dengan cara seperti itu membuat Bulan merasa dia memang gadis tidak tau diri.

Keisha yang melihat Bulan sudah tidak mampu melawan pun hanya menatap datar dan tajam.

"Lepasin dia." Ucap Keisha datar dan dingin pada Frisia dan Leoni. Matanya menatap Bulan tajam, senyum miring kembali terukir di mulutnya. 

Kemudian, Keisha dan dua anteknya pergi meninggalkan Bulan serta dengan sengaja menabrak bahunya. 

Tersisa Bulan yang berdiri terdiam di sana, kerumunan yang menonton itu bubar menyisakan dirinya yang sendirian tanpa penolong.

Bulan yang menunduk, mangangkat pandangannya. Detik itu, matanya bertemu dengan mata Langit yang menatapnya datar.

Hanya menatap, berdiam di sana dengan tubuh yang bersandar di pilar. Tanpa mendekati Bulan yang sekarang dalam keadaan serapuh-rapuhnya.

"Langit?" Panggilnya lirih.

Cowok itu menegakkan punggungnya dan berbalik meninggalkan Bulan yang bergeming bertepatan dengan bel masuk sekolah yang berbunyi.

Bahkan, seseorang yang menjadi alasannya tersenyum pun tak peduli dengannya.

***

"Lang, Lo tau?" Mulai Miko setelah menyesap kuah bakso panas yang ia beli tadi. "Kemaren gue ketemu sama Bulan. Njir, wajahnya pucat banget. Dia pulang jalan kaki, Lang."

Langit diam tak menyahut. Sebenarnya, tanpa Miko memberitahupun ia juga sudah tahu. Hanya saja ia diam, seolah semuanya bukan permasalahan yang perlu di bahas.

"Eh, gue denger tadi Keisha bully si Bulan di koridor kelas sebelas!" Kata Dami menggebu-gebu, setelah ia menghabiskan batagornya. "Gue tau dari si Vita, tuh anak, kan, biang gosip. Katanya, sih, Keisha marah-marah karna si Bulan pacaran sama Lo, Lang?"

"Beneran?" Tanya Angkasa memastikan. Dami mengangguk cepat.

Angkasa mengernyit tak suka. Ia menatap Langit. "Gimana reaksi Lo denger Keisha bully Bulan, pacar Lo sendiri?"

Langit diam, tidak ada sedikitpun gelagatnya mau menjawab pertanyaan dari Angkasa juga Dami. Ia hanya menatap kosong jus alpukat miliknya.

"Gue tau Lo belum bisa move on dari Keisha, Lang." Kata Angkasa serius. "Tapi, kenapa Lo pacarin Bulan?"

"Dia cewek, Lang. Punya hati yang rapuh." Lanjut Angkasa. "Kalo Lo gak suka sama Bulan, mending Lo putusin. Daripada nyakitin dia terus-terusan."

Langit mengangkat pandangannya pada kakaknya itu. Ia menatap Angkasa dengan tajam. "Lo ngomong apa, sih, hah!?" Sentak Langit. "Hidup, hidup gue. Kenapa Lo yang ngatur?"

"Kayak hidup Lo bener, aja." Cibir Langit. "Urusin tuh hidup Lo, baru urusin hidup orang."

Dami dan Miko yang menyaksikan kedua sahabatnya itu hanya diam tak ikut campur. Ingin menanggapi, tapi mereka tahu, mereka hanya akan membuat keadaan semakin runyam.

"Ya, tapi kan Lo gak bisa--"

Tiba-tiba, sebuah suara cempreng datang dari arah belakang Langit memotong kalimat Angkasa. Angkasa diam saat yang datang adalah Bulan. Tak mungkin ia membicarakan Bulan saat yang dibicarakan ada di hadapannya.

"Langit!" Sapa Bulan ceria, ia langsung duduk di samping cowok itu dengan wajah yang sumringah dan senyuman yang selalu terpatri di wajahnya.

Langit merespon dengan gumaman. Ia diam begitu juga Angkasa. Suasana canggung sangat terasa, bahkan Bulan pun menyadarinya.

"Ini kok pada diem-dieman, ya?" Tanya Bulan menatap Langit, Angkasa, Dami, dan Miko secara bergantian.

"Kalian gak mau gue di sini, ya?" Tanya Bulan muram. Ia menghela napas pelan. "Ya udah, deh, gue per--"

"Eh, eh, Bulan!" Cegah Dami. Ia terkekeh namun terdengar terpaksa. "Ngapain pergi? Disini aja, kali."

Bulan menatap Dami. "Oke." Ucapnya pelan.

Cewek itu melirik Langit yang cuma diam saja, ia ingin bicara, tapi ia tak tau apa yang ingin ia bicarakan. Suasana kembali canggung, Bulan tidak tahu apa yang terjadi di meja kantin yang satu ini sebelum dia datang.

Miko berdeham. "Lan, Lo belum makan, kan? Mau makan apa, nih?" Tawar Miko. "Biar abang Miko pesenin." Ia tersenyum tengil.

"Betewe, nih, ye. Lo kagak usah hirauin si Angkasa yang lagi diem-dieman sama adeknya." Ucap Miko dengan terkekeh. "Mereka lagi sakit gigi. Maklumin aja."

Bulan tahu, cowok itu berusaha untuk mencairkan suasana. Tidak diam saja dengan helaan napas masing-masing. Tapi, sepertinya usahanya tidak cukup berhasil.

Bulan tertawa kecil menanggapi penuturan Miko. "Iya, iya. Tapi, betewe juga nih, Mik. Gue itu lagi gak laper." Bulan menyengir. Ia menatap Langit dari samping. "Mungkin Langit laper."

"Lo mau makan apa, Lang?" Tawar Bulan pada cowok berhidung mancung dan beralis tebal itu. "Biar gue pesenin."

"Gak perlu." Ucap Langit datar sambil memainkan ponselnya.

Bulan mengangguk-angguk mengerti. "Kalo gitu gue pesenin minum, aja, gimana?"

"Gak."

"Yah... kalo gitu gue beliin--"

"Gue bilang gak perlu, ya, gak perlu!" Bentak Langit pada Bulan yang ada di sampingnya. Membuat cewek itu tersentak kaget, bentakan itu juga membuat penghuni kantin di sekitar mereka menatap heran. "Lo ngerti gak, sih?!"

"Lang!" Sahut Angkasa cepat.

"Apa?! Lo mau belain cewek ini, hah?!" Balas Langit pada Angkasa.

Bulan bungkam, ia menunduk dalam mendengar sentakan Langit yang begitu terdengar menyakitkan. 

"Lang, kalo Lo gak mau, Bulannya jangan dibentak." Celetuk Miko yang sedari tadi diam. Dami pun mengangguk menyetujui kalimat Miko. "Kasian dianya. Dia cuma nawarin doang."

"Kalian kalo mau belain, nih, cewek? Silahkan!" Cetus Langit seraya berdiri dari duduknya. "Gue gak peduli!"

"Langit?" Bulan angkat suara. "Lo gak usah pergi dari sini, biar gue aja."

Tapi, Langit sudah berdiri dan ingin melangkah jika saja tidak ada tangan yang bergelayut di lengannya. Langit menoleh pada pemilik tangan itu, Keisha.

Cewek cantik nan seksi itu bergelayut manja pada Langit tak peduli dengan tatapan Bulan yang tak terima. Bahkan, Keisha menyender-nyenderkan kepalanya di bahu Langit. Mereka jadi pusat perhatian penghuni kantin sekarang.

"Langit, Lo mau kemana?" Tanya Keisha dengan suara manjanya, membuat Angkasa yang melihat itu merengut tak suka. "Baru aja gue mau nyemperin Lo." Keisha tersenyum manis.

Langit menatap Keisha. Tatapannya berbeda sekali dengan saat ia menatap Bulan. Ada suka dan cinta di binar mata cowok itu ketika menatap Keisha. Orang-orang yang melihat itu pasti tahu jika Langit tengah jatuh cinta pada cewek nan seksi di depannya ini.

"Gue juga mau nyemperin Lo." Ucap Langit seraya tersenyum tipis. 

Bulan melihat itu, ia menampilkan ekspresi yang sulit di tafsirkan. Ia ingin marah, tapi dia tidak bisa. Dadanya terasa ingin meledak, namun ia menahan sekuat mungkin. Mencoba ingin tersenyum baik-baik saja, walau ia tahu ia tidak bisa melakukannya semudah itu.

"Oh, gitu, ya. Tapi, kan di sini ada pacar Lo. Gimana dong?" Tanya Keisha seolah merasa bersalah pada Bulan karena Langit memilih dirinya. Ia melirik Bulan sekilas menampakkan senyuman miring.

"Kita ke meja lain. Gue juga gerah di sini." Ucap Langit lalu menggenggam tangan Keisha dan membawanya ke meja kantin yang lain. Yang hanya ada mereka berdua di meja itu, tanpa ada yang mengganggu.

Bulan menatap kepergian Langit dan Keisha dengan tatapan muram. Ia berbalik, matanya langsung bertemu dengan tiga pasang mata yang menatapnya iba. Bulan ingin tersenyum, namun nyatanya ia tak bisa.

Ia menarik napas sedalam mungkin, lalu membuangnya secara perlahan. Ia kembali mencoba tersenyum walau terpaksa, matanya menatap Angkasa, Dami, dan Miko yang hanya diam tak bersuara.

"Gue gak pa-pa." Lirihnya.

***

Bulan keluar dari kamarnya seraya mengelus-ngelus perutnya, ia merasakan perutnya keroncongan karena cacing-cacing perut yang berteriak kelaparan. Dari tadi siang ia tak makan karena tak ada nafsu. Namun, sekarang saat jam menunjukkan pukul 7 malam, perutnya langsung mengadakan 'konser'.

Bulan menuruni satu persatu anak tangga hingga ia sampai di lantai dasar. Kemudian, ia berjalan menuju ruang makan. Tapi, ada sesuatu yang membuatnya menghentikan langkah. Disana, di ruang makan, ibunya sedang duduk sambil menatap kosong dan lurus ke depan. Tidak ada binar di matanya. 

"Tumben, ibu datang jam segini." Gumam Bulan pelan sekali.

Bulan diam di tempat, di balik dinding pemisah antara ruang keluarga dan ruang makan untuk bersembunyi supaya ibunya tak menyadari kehadirannya. Ia melihat ibunya memijat pangkal hidung. Lalu, sejurus kemudian ibunya meneteskan air mata. Bahunya sampai bergetar karena isak tangis yang semakin menjadi-jadi.

Sontak saja Bulan langsung keluar dari persembunyiannya. Ia berlari menuju Anita---ibunya.

"Bu, Ibu kenapa? Ibu, kenapa nangis?" Tanya Bulan dengan panik. Ia mengelus-ngelus bahu Anita dengan sayang, namun langsung disentaknya tangan Bulan dengan keras.

"Pergi, kamu!" Bentak Anita dengan air mata yang terus mengalir di pipi. "Saya gak butuh kamu ada di sini! Saya gak butuh!"

"Ibu..."

"Kamu tau!? Erik selingkuh dari saya padahal saya sudah mencintainya!" Cetus Anita. "Jika dari dulu saya tak menikah dengannya, tak mungkin saya seperti ini. Tak mungkin saya mencintainya sampai seperti ini!"

Bulan terdiam mendengar kalimat demi kalimat yang dilontarkan oleh ibunya. Ia tak mengerti inti dari semuanya, ia sama sekali tak mengerti apa yang dibicarakan oleh ibunya. Apa maksudnya ini?

"Ibu, Ibu ngomong apa? Ibu gak boleh nangis kayak gini."

"Pergi kamu!" Bentak Anita seraya mendorong Bulan dengan keras hingga ia tersungkur di lantai. Namun Bulan lekas Bangun dan mendekat pada Anita untuk memeluknya.

"Pergi!" Anita berontak dari pelukan Bulan yang semakin erat. 

Bulan meneteskan air mata melihat kondisi ibunya yang berantakan seperti ini. Baju kerja yang kumal, wajah yang kusam, serta rambut yang acak-acakkan.

"Ibu, jangan usir Bulan, Bu, hiks... hiks...Bulan mau sama Ibu." Bulan terisak seraya memeluk ibunya yang terus memberontak.

"Hiks... hiks... Pergi, Bulan! Kamu gak denger! Dan jangan panggil saya ibu! Saya bukan Ibu kamu! hiks... hiks..." Usir Anita sambil terus mencoba melepaskan diri dari Bulan yang semakin mengeratkan pelukannya. Ia terus terisak dalam pelukan Bulan.

"Ibu, jangan ngomong gitu hiks... Ibu gak boleh ngomong gitu hiks... hiks..."

"PERGI!!!" Entah kekuatan darimana, Anita mendorong Bulan dengan kencang dan kuat. Bulan kembali tersungkur ke lantai lebih keras dari tadi. 

Anita berdiri dari duduknya, menatap Bulan yang terduduk di lantai meringis kesakitan akibat dorongannya yang kuat. Deru napas Anita terdengar naik turun, seluruh emosi berkecamuk di dadanya. Air mata mulai mengering di pipinya. 

"Sudah saya bilang, saya gak sudi punya anak kayak kamu! Jangan temui saya lagi!" Desis Anita bernada dingin.

Kemudian, pergi meninggalkan Bulan yang menatap kepergian ibunya dengan sendu. Air mata kesedihan kembali menetes di pipinya.

Logikanya memang membenci keadaan yang seperti ini, tapi hatinya tak akan mampu melakukan itu. Karena Bulan tau, rasa sayangnya lebih besar dari hal apapun.

***

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • Tataniiiiii

    Yahhh rada kecewa kalo sad ending gini , terharu aku tuuu

    Comment on chapter EPILOG
  • dreamon31

    Hai...aku suka sama nama Langit. Aku juga punya judul cerita yang sama - LANGIT - , mampir juga di ceritaku yaa...

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
Meja Makan dan Piring Kaca
54243      8167     53     
Inspirational
Keluarga adalah mereka yang selalu ada untukmu di saat suka dan duka. Sedarah atau tidak sedarah, serupa atau tidak serupa. Keluarga pasti akan melebur di satu meja makan dalam kehangatan yang disebut kebersamaan.
G E V A N C I A
1004      563     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
My Teaser Devil Prince
6013      1461     2     
Romance
Leonel Stevano._CEO tampan pemilik perusahaan Ternama. seorang yang nyaris sempurna. terlahir dan di besarkan dengan kemewahan sebagai pewaris di perusahaan Stevano corp, membuatnya menjadi pribadi yang dingin, angkuh dan arogan. Sorot matanya yang mengintimidasi membuatnya menjadi sosok yang di segani di kalangan masyarakat. Namun siapa sangka. Sosok nyaris sempurna sepertinya tidak pernah me...
School, Love, and Friends
18039      2829     6     
Romance
Ketika Athia dihadapkan pada pilihan yang sulit, manakah yang harus ia pilih? Sekolahnya, kehidupan cintanya, atau temannya?
Distance
1723      681     4     
Romance
Kini hanya jarak yang memisahkan kita, tak ada lagi canda tawa setiap kali kita bertemu. Kini aku hanya pergi sendiri, ke tempat dimana kita di pertemukan lalu memulai kisah cinta kita. Aku menelusuri tempat, dimana kamu mulai mengatakan satu kalimat yang membuat aku menangis bahagia. Dan aku pun menelusuri tempat yang dimana kamu mengatakan, bahwa kamu akan pergi ke tempat yang jauh sehingga kit...
Kisah yang Kita Tahu
5559      1672     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...
Ellipsis
2193      918     4     
Romance
Katanya masa-masa indah sekolah ada ketika kita SMA. Tidak berlaku bagi Ara, gadis itu hanya ingin menjalani kehidupan SMAnya dengan biasa-biasa saja. Belajar hingga masuk PTN. Tetapi kemudian dia mulai terusik dengan perlakuan ketus yang terkesan jahat dari Daniel teman satu kelasnya. Mereka tidak pernah terlibat dalam satu masalah, namun pria itu seolah-olah ingin melenyapkan Ara dari pandangan...
Gagal Menikah
4587      1499     4     
Fan Fiction
Cerita ini hanya fiktif dan karanganku semata. Apabila terdapat kesamaan nama, karakter dan kejadian, semua itu hanya kebetulan belaka. Gagal Menikah. Dari judulnya udah ketahuan kan ya?! Hehehe, cerita ini mengkisahkan tentang seorang gadis yang selalu gagal menikah. Tentang seorang gadis yang telah mencoba beberapa kali, namun masih tetap gagal. Sudut pandang yang aku pakai dalam cerita ini ...
With you ~ lost in singapura
406      277     2     
Fan Fiction
Chaeyeon, seorang siswi SMA yang sangat berani untuk pergi menyusul Tae-joon di Paris. Chanyeol, seorang idol muda yang tengah terlibat dalam sebuah skandal. Bagaimana jika kedua manusia itu dipertemukan oleh sebuah takdir?
Pillars of Heaven
2856      912     2     
Fantasy
There were five Pillars, built upon five sealed demons. The demons enticed the guardians of the Pillars by granting them Otherworldly gifts. One was bestowed ethereal beauty. One incomparable wit. One matchless strength. One infinite wealth. And one the sight to the future. Those gifts were the door that unleashed Evil into the World. And now, Fate is upon the guardians' descendants, whose gifts ...