“Assalamu’alaikum!”
Suara salam dan ketukan terdengar di balik pintu utama rumah. Aku baru saja turun dari tangga untuk mengambil air minum.
Aku menendang kaki Bang Reza yang dibalasnya dengan decakan kesal. “Bang ada tamu noh!”
Suara ketukan dan salam terdengar kembali. Ia tetap acuh dan masih asyik dengan game di smartphone miliknya. Kutendang kakinya sekali lagi. “Bang! Cowok tuh tamunya, bukain pintu gih!”
Dia melirikku sekilas kemudian berdecak. “Bukain sana! Ini Abang lagi ngelawan bosnya, nanggung kalau ditinggal,” gerutunya.
Aku masih saja menendang-nendang kakinya. Bukannya apa, tapi aku malas kalau mesti bukain tamu yang kebanyakan adalah teman-temannya Bang Reza. “Elaaah… kamu juga pake kerudung, Nin. Kamu aja yang bukain sana!” Ia mendorong pantatku menggunakan kakinya.
Dasar gak sopan! Anak siapa sih?!
“Wa’alaikumussalam. Iya… sebentar!” Akhirnya aku berjalan menuju pintu, kemudian membukanya.
Aku menengadah untuk melihat tamu yang berdiri di depan pintu. Aku bukanlah cewek yang mungil sebenarnya, 160 cm cukup ideal untuk tinggi badan wanita. Tapi laki-laki di depanku ini cukup tinggi, mungkin sekitar 180 cm sehingga aku harus sedikit menengadahkan kepalaku untuk menatap sosoknya.
Aku mundur beberapa langkah sambil mempersilakan dia masuk. “Mau ketemu siapa, Mas?” tanyaku.
Baru saja laki-laki itu mau menjawab, namun sayangnya suara Bang Reza lebih dahulu menginterupsi. “Eh, Mas! Udah dateng lo? Kirain siapa pagi-pagi gini ke rumah.” Bang Reza menyapa laki-laki itu ramah, berbeda 180 derajat dari sosok yang tadi.
Aku melemparkan lirikan malas ke arah Bang Reza.
Sok-sokan banget sih Abang ini! Bukannya tadi dia ogah-ogahan disuruh bukain pintu?! Pikirku kesal.
Aku sudah mau meninggalkan ruang tamu tepat ketika suara Bang Reza menahan langkahku. “Nin…” Aku membalikkan tubuhku, menghadap ke Bang Reza.
Palingan juga minta buatin minum.
“Kenalin nih teman Abang, namanya Hamas. Sepantaran sama Abang, sekitar dua tahun di atas kamu lah,” ucapnya santai.
Bola mataku rasanya mau keluar saking kagetnya. Hamas… Hamas… Hamas yang mau ngajakin ta’aruf itu?
TIDAK! Aku melihat tampilanku yang lusuh, ditambah fakta bahwa aku belum mandi setelah menemani Ibu dan Ayah senam di lapangan komplek.
“Hamas, ini Anin adek gue. Dulu sekampus sama lo, cuma dia ambil jurusan teknik industri.”
Laki-laki yang bernama Hamas itu melemparkan senyum sopannya yang entah kenapa menambah poin plus di wajahnya. Aku belum bilang ya, kalau tamu Abangku ini lumayan ganteng. Kakiku lemas rasanya cuma modal dilemparin senyum.
Aku hanya membalas senyumnya dengan senyum samar kemudian segera menundukkan kepalaku. Menyembunyikan semburat merah yang ada di wajahku. Malu banget rasanya!
Dasar Bang Reza keterlaluan! Dia pasti tahu kan kalau yang datang si Hamas?! Pantesan kok kekeuh banget nyuruh aku yang bukain pintu.
“Oh iya… lo bawa gak proposalnya?” Pertanyaan Bang Reza berhasil memecahkan suasana canggung yang menyergap di antara kami.
Aku sudah benar-benar tidak tahan! Dengan langkah yang kubuat senormal mungkin aku meninggalkan ruang tamu sebelum level kejailan Bang Reza bertambah.
Aku meneguk segelas penuh air putih hingga tandas untuk menetralkan kerja jantungku dan warna wajahku. Pintu kamar Ayah dan Ibu terbuka, Ayah keluar dari kamarnya dengan tampilan rapi.
Aku mengangkat sebelah alisku. “Mau ke mana, Yah?”
Bahu Ayah sedikit tersentak, mungkin terkejut karena tidak menyadari keberadaanku di meja makan. “Itu… ke ruang tamu.” Ayah menjawab dengan sedikit tergagap.
“Ngapain? Ada temennya Abang di sana.”
“Iya, memang mau nemui teman Abangmu. Biasanya kan Ayah juga suka nimbrung biar awet muda. Kamu gak mau ikut?” ajaknya.
Aku semakin memperdalam kerutan di antara kedua alisku. Tidak biasanya aku diperbolehkan ayah untuk menemui teman-temannya Bang Reza. “Biasanya juga kalau ada temennya Abang, aku gak boleh keluar-keluar,” sindirku.
Ayah hanya tertawa ringan mendengar nada skeptis yang keluar dari mulutku. “Ini beda… kan ada mahramnya juga,” kilahnya. Aku hanya mengendikkan kedua bahuku. Memangnya Bang Reza bukan mahramku apa?
Tak lama kemudian, gantian Ibu yang keluar dari kamar. Hampir sama dengan Ayah, tampilan ibu pun juga rapi dan mengenakan kerudung. Dandan ala-ala mau ke kondangan atau arisan.
“Mau arisan, Bu?” tanyaku ketika Ibu menutup pintu kamar.
“Nggak, itu… mau ikut Ayah.”
Aku memasang raut heran. “Ayah kan cuma ke ruang tamu.”
“Lah, kan biasanya kalau ada tamu Ibu juga ikutan nemuin.” Kenapa hari ini sekeluarga pinter banget berkilah, sih?! Jangan-jangan ini bakat terpendam dari para leluhur. Atau ada salah satu dari buyutku yang dulunya turunan betawi dan hobi berbalas pantun?
Ibu melebarkan kedua kelopak matanya seraya mengingat suatu hal. Ia bergegas menghampiriku. “Eh… Nin… di kulkas itu ada buah jambu. Kamu blender gih, buat minum tamu,” titahnya seraya memukul bahuku pelan.
“Biasanya juga dikasih minum air mineral kemasan yang ada di depan, Bu.”
Ibu memukul bahuku sekali lagi, kali ini dengan tenaga sedikit besar hingga tubuhku terjungkal ke depan. “Ini mah beda. Nanti sekalian kamu antar keluar ya…” Tanpa mendengarkan kesanggupanku, ibu langsung melengos pergi. Beberapa langkah kemudian ia berhenti lalu kembali menghampiriku. “Bikin empat gelas ya, Nin! Sebelum disuguhin dicicip dulu enak apa enggaknya,” perintahnya.
Aku memberengut kesal. Ibu memang tidak pernah percaya semua hasil olahan masakan dan minumanku. Itu kenapa jika membantunya di dapur bagianku hanya kupas-mengupas sayur atau menggoreng tahu tempe. “Kalau Ibu rewel gini, Ibu sendiri aja lah yang buat!”
Raut mukaku yang kesal membuat Ibu tertawa. Mungkin ini nasib anak bungsu, jadi bahan pem-bully-an keluarga. “Elaaaah… Gitu aja ngambek, Nin! Malu sama umur. Ibu keluar dulu ya.” Ibu mengelus kepalaku sekilas sebelum meninggalkanku di ruang makan.
Mengapa kedatangan Hamas memperoleh sambutan yang kelewat hangat dari keluargaku? Padahal aku belum memberikan keputusan sama sekali.
Hamas… siapa sih laki-laki itu?
-T B C-
Yippie! Aku balik lagi untuk update cerita ini.
Siapa yang pernah mengalami momen-momen yang lagi dihadapi Anin? Didatangi orang asing yang semua keluarga menyambutnya padahal kamu sendiri gak tau siapa orang itu.
Pasuruan, 25 Juni 2018.
Pake proposal donggg.... :""""
Comment on chapter [1] Todongan Keluarga