“Kalau Bintang nggak bolehin Bulan untuk nginep, biar aja nanti Bulan aduin ke Tante Vani kalau Bintang itu pernah ngumpetin tas orang dan masuk BK!” ancam Bulan. Dan ini sudah beberapa ancaman yang ia berikan pada Bintang.
Respons Bintang hanya senyum miring saja. Dalam hati ia tersenyum puas. Bintang tahu ancaman-ancaman yang diberikan Bulan itu tidak ada yang benar, karena bukan dia pelakunya. Dan Bintang senang karena sekarang Bulan bingung mau mengancam dengan cara apalagi.
“Ya Allah, kuatkanlah iman Bulan, jangan buat Bintang senyum-senyum nggak jelas Ya Allah. Bulan kan jadi takut”
Bintang melotot saat sadar apa yang diucapkan Bulan. Kenapa sih anak ini selalu salah kaprah?
“Pulang sana!” usir Bintang.
Bulan memanyunkan bibirnya. “Masa diusir sih, kalau punya ilmu tuh jangan pelit-pelit lah Tang,”
Bintang mencebikan bibirnya, “Masa bodo.”
“Bintang!!” jerit Bulan frustasi.
Bintang hanya mengedikkan bahunya tanda tidak peduli. Bintang langsung melangkah cepat untuk segera masuk rumahnya. Tapi, lagi-lagi ia dicegah oleh Bulan.
“Plis Tang, lagian Bulan kan nggak modus. Ini tuh Bulan mau minta ajarin kimia,” mohon Bulan lagi.
“Nggak.”
“Plis, Bulan janji deh beliin Bintang game PS yang baru...” sogok Bulan kali ini dengan PS. Bintang pasti tidak akan menolak.
“Nggak.”
“YA UDAH! DASAR PELIT! BERUANG KUTUB PELIT! HUH!” ujar Bulan tegas seraya menghentakan kakinya ke tanah.
Bulan langsung berlari dan berniat untuk pulang sendiri. Sedangkan Bintang yang melihat kepergian Bulan hanya mengangkat satu alisnya seraya bergumam, “Cewek rusuh,”
***
Sekarang Bulan sedang memikirkan cara bagaimana agar Bintang mau membantunya mengerjakan tugas ini. Karena, Bulan sudah berjanji pada Melan. Kalau Bulan yang mengerjakan, bisa-bisa ada gambar telur ceplok di buku Melan.
“Hayo, lagi ngelamunin apa?” tiba-tiba suara seseorang membuat Bulan mengerjap beberapa kali.
“Sejak kapan lo di sini?” tanya Bulan heran.
Orang itu tersenyum manis. “Ketahuan banget lagi ngelamunnya. Aku baru dateng kok,”
Bulan hanya mengangguk.
“Kamu kenapa sih Bul? Kok gelisah gitu?” tanya Zoella penasaran.
Bulan menghela napasnya pelan. “Jadi gue tuh lagi mikir gimana caranya supaya Bintang bisa bantuin gue ngerjain tugas kimia,” jelasnya.
“Kimia? Mana soalnya? Kali aja aku bisa bantu,” tawar Zoella dengan senang hati.
Bulan menyodorkan buku Melan pada Zoella. Zoella menerimanya dan melihat-lihat materi tersebut. Hanya selang beberapa menit, Zoella bisa menyelasaikan soal itu.
“Ini,” katanya memberikan buku Melan.
“Susah kan, maka—” Bulan melongo ketika melihat soal-soal yang tadinya kosong menjadi terisi penuh dengan jawaban yang Bulan sama sekali tidak mengertinya.
“Lo—lo yang ngerjain ini semua?” Bulan masih takjub dengan apa yang dia lihat.
Zoella tersenyum malu lalu mengangguk. “Aku emang suka sama kimia, jadi soal yang ini aku pernah ngerjain sebelumnya,”
Bulan hanya mengangguk dan menyimpan kembali buku Melan ke tasnya. Setidaknya ia bisa menepati janjinya pada Melan kalau dirinya akan menyelesaikan tugasnya. Walaupun Bulan tidak jadi menggencarkan modusnya pada Bintang.
***
“Mana buku gue?” Melan sudah berdiri di depan pintu kelas seraya berkacang pinggang.
Dengan raut wajah yang sedang kesal, Bulan langsung memberikan buku Melan tanpa berbicara sepatah kata pun. Bulan langsung masuk kelas dan menelungkupkan kepalanya dibalik tasnya. Melan yang melihat itu hanya bisa mengerutkan alisnya. Tumben, biasanya kalau pagi Bulan sudah teriak-teriak tidak jelas. Melan berjalan menghampiri Bulan.
“Bul? Lo kenapa?” bisik Melan. “Apa gara-gara tugas gue ya? Lo keberatan ya? Kalau itu gue minta maaf deh,” lanjutnya.
Respons Bulan hanya menggeleng tidak bersuara.
“Bul! Cerita dong. Kalau ini bener karena tugas, gue minta maaf deh ...”
Karena sudah geram Bulan bangun menatap Melan tajam. “Bukan! Ngapain juga gue marah gara-gara tugas!”
“Ih, nggak usah teriak-teriak dong,” Melan malah balik mengomel. Melan tipe orang yang sangat tidak suka dibentak-bentak. Padahal, dia sendiri hobinya membentak orang. Apalagi manusia yang beranama Rayhan Sadewa.
“Aduh! Apa sih kaleng rombeng berisik banget!” teriak ketua kelas mereka, Rangga.
“BACOT!!” Bulan dan Melan kompak membentak Rangga.
Seisi kelas langsung tertawa melihat ekspresi Rangga yang memelas. Saat sedang asyik tertawa tiba-tiba saja dari luar kelas terdengar orang berlari sangat kencang dan hampir menabrak pintu kelas IPA 6.
“Ada apa lagi sih Guh? Itu pintu hampir rusak gara-gara lo lari kenceng banget!” omel Rangga melihat Teguh si pelaku yang hampir saja merusak pintu kelas.
Teguh mengatur napasnya lalu ia mulai menceritakan apa yang terjadi. “Di—di lapangan, Bintang lagi dijemur dan mukanya babak belur!” serunya.
Bulan yang mendengar nama laki-laki itu langsung mematung. Babak belur? Tapi... Bulan harus menahan dirinya. Ya! harus!
“Bul? Itu Bintang lho, kok lo malah diem aja?” Melan menggoyangkan bahu Bulan untuk sadar kalau laki-laki yang ia puja itu sedang dijemur ditambah wajahnya yang katanya babak belur.
Karena suara Melan yang sangat panik membuat seisi kelas Bulan melihat Bulan dengan tatapan penuh tanya.
“Bul, calon imam lo tuh di luar. Nggak mau ngelihat?” celetuk Rangga meledek Bulan.
“Iya. Lihat deh Bul, mukanya biru-biru gitu!” Teguh ikut menimpali.
“Bodo amat!” Bulan menakan kata-katanya dan kembali menelungkupkan kepalanya di atas meja.
***
“Bulan,” panggil seseorang yang baru masuk ke dalam kamarnya. Siapa lagi kalau bukan Zoella.
“Hm,” hanya dehaman yang Bulan berikan. Ia melanjutkan membaca buku.
Zoella mendekat dan duduk di bibir kasur. “Kamu kenapa Bul? Dari siang muka kamu kelihatan bete. Kamu lagi ada masalah?”
Bulan merubah posisi dari tengkurap menjadi duduk. “Emang kenapa sih kalau muka gue bete? Ada masalah sama lo?”
“Lho? Bukan gitu Bulan... aku cuma tanya aja. Mungkin aku bisa bantu,” ucap Zoella pelan. Jujur, ia sedikit kaget saaat Bulan membentaknya tiba-tiba.
“Ini tuh gara-gara lo!”
“Hah? Gara-gara aku? Kenapa?”
“Gara-gara lo gue diturunin di jalan sama Bintang dan Bintang lebih milih lo!”
“Padahal, tadi juga Bintang suruh aku pergi ke sekolah sendiri. Emang dia nggak cerita?”
Seketika wajah kesal Bulan memudar ia kelihatan bingung. Ia mendekat pada Zoella.
“Maksud lo?”
“Jadi, Bintang punya alasan kenapa nurunin kamu di jalan. Nggak lama kamu turun, dia juga suruh aku turun dan aku tanya kenapa, dia bilang, ada motor yang dari tadi ngikutin. Bintang cuma nggak mau kamu kenapa-napa,” jelas Zoella panjang lebar.
Seketika ujung bibir bulan tertarik. Jadi... Bintang juga peduli sama Bulan? Kalau begitu, besok Bulan akan minta maaf sekaligus memberi bekal untuk Bintang.
Bintang tuh "pacarable" banget !! Hahaha ..
Comment on chapter Bagian Satu