Read More >>"> My X Idol (Menyempurnakan Ketidaksempurnaan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My X Idol
MENU
About Us  

Notifikasi yang muncul di layar ponselku mulai mengalihkan perhatianku dari layar laptop yang menampilkan tugas-tugas yang tengah kubuat malam-malam. Puluhan bahkan ratusan notifikasi dari salah satu aplikasi chat mulai menghiasi layar ponselku. Aku yang mulai penasaran pun membuka salah satu grup chat angkatan fakultasku.

Satu per satu aku membaca balon-balon chat yang isinya hampir sama semua. Berita hubungan Rangga dan Noni.

“Hah?!!!!”

Mataku membulat sempurna. Kuusap layar ponselku dan membaca satu per satu komentar orang-orang yang sepertinya senang dan memberikan ucapan selamat pada Noni yang terus saja membalas dengan kalimat terima kasih yang entah bagaimana membuatku merasa kesal melihatnya.

Kini aku mulai membuka grup chat kami berempat, di mana Rangga hanya muncul di grup tersebut saja, karena penasaran dengan pola pikiri si mantan kampret satu itu.

‘Kamu serius, Ga? Kok dadakan sih pacarannya?’ tanya Bram.

‘Iya, Ga. Kamu gak pernah PDKT kan sama si Noni?’ tanya Nila juga.

‘Perempuan itu selalu ngerepotin, ya udah aku terima ajakan dia. Beres kan?’ jawab Rangga dengan entengnya.

Jika saja aku tidak sayang dengan ponsel yang kugenggam ini, sudah sejak tadi aku melampiaskan kekesalanku ini padanya.

‘Berarti kamu tidak sungguh-sungguh pacaran?’ tanya Bram.

‘Daripada perempuan itu ribut mulu,’ jawab Rangga.

Ada sedikit, atau mungkin banyak, kekesalan dalam hatiku mendengar ucapan enteng dari Rangga. Sebagian hatiku yang semula mulai menerimanya, kini mereka kembali menutup diri dan enggan menyebut-nyebut nama Rangga sebagai orang yang punya kemungkinan besar untuk dimaafkan.

Ternyata Rangga memang jauh berubah sekarang, ia seenaknya menerima perasaan orang lain tanpa dasar cinta sama sekali. Rangga seperti menunjukkan padaku bahwa sebenarnya ia seorang playboy. Lantas kenapa ia harus merepotkan diri untuk menunjukkan padaku seolah-olah ia sedang berusaha menyembuhkan lukaku?

Pada dasarnya aku memang masih bodoh karena hampir masuk dalam permainan Rangga kembali.

****

Jika grup chat berhari-hari ramai membicarakan pasangan panas pekan ini, maka di fakultas akan dua ratus kali lipatnya ramai membicarakan kedua pasangan baru itu. Pada hal sudah tiga hari berlalu, tapi tidak ada yang mau meredakan berita tersebut.

Semua orang masih membahasnya, dan sesekali beberapa orang yang berpapasan di fakultas memandangiku dengan tatapan yang membuatku merasa tidak nyaman. Seolah-olah aku baru saja dibuang oleh Rangga. Cerita lama yang kembali terulang.

Tempat paling nyaman adalah kelas. Meski menjadi tempat pertemuan Rangga dan Noni, tapi kupikir teman-teman sekelasku mencoba untuk membiasakan kehebohan yang dibuat kedua orang itu. Sehingga membuatku merasa nyaman, dan setidaknya tidak ditatap sedemikian rupa oleh mereka.

“Masih marahan sama Rangga?” tanya Sinta begitu aku duduk di samping bangkunya.

Aku menautkan alisku.

“Marah kenapa?” tanyaku.

“Yaa, marah karena hubungan Rangga sama Noni?”

“Ngapain harus marah? Toh kamu juga tau aku sama Rangga cuma mantan.”

Kulirik sejenak Sinta seperti menghembuskan nafasnya gusar. Aku mencoba mengabaikannya dan memilih membuka ponselku.

Tak lama, Rangga datang bersama Bram, juga Noni yang mengekorinya dari belakang. Terlihat aneh ketika Rangga berjalan di sisi Bram sementara Noni dengan raut wajah bahagia mengekori Rangga dari belakang. Benar kan Rangga jadian dengan Noni? Bukan dengan Bram? Sikap dingin Rangga yang bahkan di hadapan kekasihnya itu masih saja belum pudar.

Ia duduk di samping Sinta, hal yang selalu dilakukannya setelah aku mencoba menjauh dan mengabaikannya dengan susah payah. Sementara Bram duduk di sampingku. Diantara orang-orang di kelas, hanya kami berempat yang mengerti hubungan seperti apa yang tengah di jalani Rangga dan Noni.

“Geng, sorry nih. Kayaknya si Ibu gak akan masuk, gantinya kita harus rangkum materi hari ini. Tulis tangan dan harus ada diskusi dan contoh fenomena dari materi yang kita rangkum. Tugasnya perkelompok ya, maksimal empat orang,” ujar Gilang, ketua kelas kami.

Beberapa dari kami ada yang senang dan mengeluh atas ketidak hadiran dosen yang bersangkutan. Lalu kemudian kami memposisikan bangku kami sambil mencari teman kelompok untuk mengerjakan tugas yang diberikan.

Tadinya aku akan mencari kelompok lain, yang penting jauh-jauh dari Rangga. Namun tanpa diduga, Bram dan Sinta menahan tubuhku agar tetap duduk di bangkuku. Lalu menari Rangga agar berhadapan denganku.

“Kita sekelompok ya,” pinta Bram.

“Biar gak pusing-pusing,” tambah Sinta.

“Tulisan Nila kan bagus. Biar kami saja yang merangkum materinya,” ujar Bram.

“Ih! Padahal aku mau sama Rangga.”

Kulihat Noni kesal karena kami sudah membuat kelompok sendiri. Sementara ia akhirnya menggeser bangkunya agar berada tak jauh dari Rangga.

****

Ada satu buah bangku yang sengaja disimpan di tengah-tengah kami sebagai tempat untuk menyimpan buku-buku kami. Suasana sepi di ruang kelasku kali ini membuat sore hari semakin terasa lama dan melelahkan. Ditambah tugasku yang hanya sekedar menulis rangkuman saja membuatku ingin cepat-cepat berbaring di atas kasur dan terlelap sepanjang malam.

“Rangga, aku pinjem bukunya dong. Kayaknya aku mau nambahin materi di rangkuman aku,” kata Noni dengan nada yang dibuat-buat. Terdengar menggelikan sebenarnya.

“Yang mana?” tanya Rangga dengan cueknya.

“Yang sampul merah itu loh, yang di bawah.”

Pandanganku kini berfokus pada dua sejoli yang mengundang kehebohan beberapa hari ini. Kulihat Rangga kebingungan mencari buku yang dimaksud. Lalu, aku menarik buku yang diminta Noni dan memberikan padanya. Rangga terlihat terkejut ketika aku memberikan buku itu padanya. Membuat Bram dan Sinta pun ikut tertegun dengan tingkahku ini.

Kemudian Rangga memberikan buku tersebut pada Noni, dan Noni terlihat tidak peduli dengan apa yang kulakukan barusan. Berterima kasih saja tidak, dasar perempuan menyebalkan!

“BTW La, tas kamu yang merah kemana?” tanya Sinta melirik tas ransel biru mudaku.

“O-oh, dicuci,” jawabku grogi ketika Rangga menatapku seolah menyimpan segudang pertanyaan untukku.

“Padahal kamu bagus loh kalau pakai barang-barang warna merah. Bener gak Bram?”

“Iya. Dari awal aku melihat Nila, warna merah itu sudah menjadi ciri khas seorang Nila.”

“Hahaha…. Apaan sih kalian ini, cuma warna doang,” kataku.

****

“Nila!”

Panggilan Rangga yang membuatku cukup terkejut mampu membuatku memalingkan wajah padanya. Tidak ada nada menggoda atau menyebalkan yang kini terdengar olehku. Rangga memanggil nama depanku dengan benar dan semestinya.

“Apa?” tanyaku ketus.

“Aku mau ngomong sama kamu,” kata Rangga.

“Silahkan.”

“Bukan di sini.”

Rangga berjalan melewatiku, tanpa paksaan, aku mengikutinya. Entah apa alasannya, tapi hanya dengan Rangga memanggil namaku dengan semestinya membuatku sedikit menuruti apa katanya, termasuk yang satu ini.

Rangga membawaku ke lahan parkir belakang. Tempat yang biasanya akan sepi jika di sore hari seperti sekarang. Ia tiba-tiba saja berhenti berjalan hingga hampir membuatku menabrak tubuh tingginya itu.

“Ada apa sih?” protesku.

Rangga seolah tak berniat untuk membuka percakapan. Kedua tangannya ia lipat di depan tubuh. Ia memandangiku intens dengan tatapan yang tak bisa kudefinisikan.

“Makasih,” katanya.

“Hm?”

“Makasih, Nila.”

Aku mengangguk dengan canggung. Sebenarnya aku tidak mengerti untuk apa Rangga berterima kasih padaku.

“Iya sama-sama,” kataku meggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal. “Elo kan yang bilang kalau lo sendirian di Bandung. Gue cuma kebetulan tau aja kalau kemaren lo lagi sakit.”

“Bukan yang itu.”

Aku kebingungan mendengar ucapan Rangga.

“M-maksud lo bukan sup yang gue bikin?” tanyaku.

“Bukan soal kamu yang ngerawat aku waktu aku jatuh sakit. Tapi soal kamu yang selalu menutupi kekuranganku, Nila.”

Aku terdiam. Pandanganku kini tertuju pada Rangga.

“Terima kasih karena selalu menyempurnakanku.”

****

Seorang gadis dengan seragam putih abu-abunya kini sedang berjalan dengan dua minuman kaleng di tangannya. Berjalan riang menghampiri seorang laki-laki dengan warna seragam yang sama tengah berdiri di depan ruang guru. Laki-laki itu tengah berbincang dengan salah seorang guru.

“Aku pingin tau komentar Rangga soal bando yang aku pakai ini?” ucap gadis itu.

Namun langkahnya terhenti ketika ia tak sengaja menguping ucapan Rangga dan guru tersebut.

“Kamu bisa kan daftar beasiswa kedokteran. Dilihat dari hasil psikotesmu, sepertinya kamu mampu,” ujar guru tersebut.

“Makasih, Pak. Saya tidak berminat mendaftar di kedokteran atau pun kepolisian,” jawab Rangga.

“Kamu pintar, dari hasil psikotes pun kamu mampu jika kuliah di jurusan kedokteran. Ditambah dengan nilai-nilaimu yang bagus itu, pasti banyak beasiswa yang bisa kamu ambil. Bapak senang jika kamu sudah mulai menata masa depan mulai sekarang.”

Rangga tersenyum sebelum membalas ucapan dari gurunya itu.

“Dari kecil saya tidak pernah punya mimpi besar. Saya selalu menjalani apapun yang menurut saya baik bagi orang-orang disekitar saya. Tapi ada beberapa hal yang tidak bisa saya lakukan karena keterbatasan yang saya miliki. Saya buta warna sebagian, Pak. Saya tidak bisa melihat warna merah. Oleh karena itu, saya tidak punya hal yang cukup detail untuk dilakukan di masa depan.”

Gadis yang sejak tadi menguping itu, secara perlahan mulai melepaskan bando yang terpasang di kepalanya. Tatapannya sendu, tak ada gambar riang di wajahnya.

“Nila, kamu lagi apa?” tanya Rangga yang tanpa sadar sudah melangkah mendekati gadis yang menguping pembicaraannya.

“E-eh, Rangga. Aku mau nyamperin kamu, tapi kayaknya kamu lagi ngobrol serius sama Pak Hasan,” jawab gadis bernama Nila itu.

“Cuma hal sepele. Loh, kok bandonya gak kamu pake?” tanya Rangga.

“O-oh, ini. Nggak ah, dipikir-pikir gak cocok buat aku,” jawab Nila.

“Mau apapun warnanya, aku yakin Nila selalu cocok pakai apapun. Lihat tuh, rambut kamu jadi acak-acakkan. Padahal pakai aja gak apa-apa,” ujar Rangga membetulkan helaian-helaian rambut Nila yang berantakkan.

Sementara ada rasa sedih yang mulai terpatri disebagian dinding hati Nila. Miris rasanya, juga perasaan kasihan dan ingin terus membantu Rangga meski laki-laki sempurna itu tak lagi sempurna di mata Nila.

“Nih aku mau kasih minuman, beli satu gratis satu.”

Nila memberikan minuman kaleng yang sejak tadi ia pegang.

“Wah! Makasih. Aku kehausan karena ngobrol soal masa depan.”

“Mau jadi apapun Rangga nanti. Aku pingin selalu menjadi orang yang menyempurnakan Rangga.”

“Maksudnya?”

“Aku pingin jadi orang yang menutupi kekurangan Rangga.”

“Oh! Berarti Nila mau dong bantuin aku kerjain PR Fisika?”

“Hah? Gak salah nih?”

“Katanya mau menutupi kekurangan aku. PR Fisika salah satunya?”

“Gak salah nih anak juara umum minta tolong sama anak peringkat 20 di kelasnya?”

“Tolong dong peringkat 20!”

“Ihh! Rangga nyebelin!”

“Hahaha….”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dayana_putri

    Mantan oh mantan... Kenapa kau jadi lebih menawan setelah jadi mantan?

    Comment on chapter Bertemu Dengan Masa Lalu
Similar Tags
Tell Me What to do
441      310     1     
Short Story
Kamu tau, apa yang harus aku lakukan untuk mencintaimu? Jika sejak awal kita memulai kisah ini, hatiku berada di tempat lain?
Teman Hidup
4626      2017     1     
Romance
Dhisti harus bersaing dengan saudara tirinya, Laras, untuk mendapatkan hati Damian, si pemilik kafe A Latte. Dhisti tahu kesempatannya sangat kecil apalagi Damian sangat mencintai Laras. Dhisti tidak menyerah karena ia selalu bertemu Damian di kafe. Dhisti percaya kalau cinta yang menjadi miliknya tidak akan ke mana. Seiring waktu berjalan, rasa cinta Damian bertambah besar pada Laras walau wan...
The Wire
8849      1816     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE
Looking for J ( L) O ( V )( E) B
2019      817     5     
Romance
Ketika Takdir membawamu kembali pada Cinta yang lalu, pada cinta pertamamu, yang sangat kau harapkan sebelumnya tapi disaat yang bersamaan pula, kamu merasa waktu pertemuan itu tidak tepat buatmu. Kamu merasa masih banyak hal yang perlu diperbaiki dari dirimu. Sementara Dia,orang yang kamu harapkan, telah jauh lebih baik di depanmu, apakah kamu harus merasa bahagia atau tidak, akan Takdir yang da...
Cinta Pertama Bikin Dilema
3411      1077     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
The Ruling Class 1.0%
1244      519     2     
Fantasy
In the year 2245, the elite and powerful have long been using genetic engineering to design their babies, creating descendants that are smarter, better looking, and stronger. The result is a gap between the rich and the poor that is so wide, it is beyond repair. But when a spy from the poor community infiltrate the 1.0% society, will the rich and powerful watch as their kingdom fall to the people?
I'm Growing With Pain
11844      1721     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
Mars
942      520     2     
Romance
Semenjak mendapatkan donor jantung, hidup Agatha merasa diteror oleh cowok bermata tajam hitam legam, tubuhnya tinggi, suaranya teramat halus; entah hanya cewek ini yang merasakan, atau memang semua merasakannya. Dia membawa sensasi yang berbeda di setiap perjumpaannya, membuat Agatha kerap kali bergidik ngeri, dan jantungnya nyaris meledak. Agatha tidak tahu, hubungan apa yang dimiliki ole...
Our Different Way
3605      1517     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Sahabat Selamanya
1154      693     2     
Short Story
cerpen ini bercerita tentang sebuah persahabatan yang tidak ernah ada akhirnya walaupun mereka berpisah jauh