Read More >>"> My X Idol (Sebuah Usaha Kembali) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - My X Idol
MENU
About Us  

Kata-kata Rangga kemarin masih terngiang di telingaku. Laki-laki menyebalkan yang dulu sempat aku sukai itu kini memintaku untuk bersamanya kembali. Dia gila ya? Aku tidak tahu bagaimana hati seorang Rangga yang kelihatannya tidak merasa bersalah setelah menghilang tiba-tiba dua tahun lalu.

Andai saja waktu SMA dulu Rangga bukanlah cinta pertamaku, dan semua perhatian yang pernah ia curahkan padaku, kupikir perasaan sakit karena ditinggalkan itu tidak akan membekas hingga sekarang. Terlebih Rangga kembali muncul secara tiba-tiba di hadapanku, memintaku kembali bersamanya tanpa rasa bersalah. Sungguh hal yang cukup membuat luka lama kembali menganga. Ia seakan tak menganggap kepergiannya adalah hal yang begitu krusial.

“Woy! Ngelamun aja.” Sinta mengagetkanku yang baru saja sampai di depan kelas.

“Idih ngagetin mulu,” protesku.

“Hehe…. Ngelamun aja sih, ngapain liatin pintu kayak gitu, La?” tanya Sinta.

Aku memandangi pintu kayu besar yang telah usang. Di balik pintu tersebut terdengar dosen sedang ceramah tentang mata kuliahnya.

“Kita gak telat kok,” ujar Sinta yang kemudian duduk di sebuah kursi kayu panjang yang letaknya di sepanjang lorong kelas.

Memang kami tidak telat. Dosen yang berada di dalam adalah dosen lain yang mengajar mata kuliah lain. sementara jadwal kelasku pukul satu siang, dan sekarang masih jam dua belas lebih.

Aku pun mengikuti Sinta. Duduk di sampingnya sambil memandangi para mahasiswa yang berlalu lalang melewati kami. Aku perhatikan Sinta yang sedang fokus pada ponsel pintarnya. Ia tengah melihat-lihat aku Instagram milik Rangga. Yang pada akhirnya membuatku kebingungan.

“Kamu tukang stalking ya?” tuduhku.

“Mengamati, La. Bukan stalking,” elak Sinta yang masih fokus pada layar ponselnya.

Entah dorongan darimana aku pun iseng-iseng mencuri pandang akun Instagram si mantan sialan itu. Isinya kebanyakan hanya foto-foto pemandangan dengan efek hitam putih. Ada beberapa foto Rangga yang juga sengaja ia gunakan efek hitam putih. Aku tidak memungkiri, Rangga memang tampan, mempesona, dan memiliki attitude yang terbilang tidak buruk, tapi keburukannya dan sifat playboy menutupi semua itu di mataku.

“Eh, eh La. Liat deh, ini foto Rangga sama cewe. Siapa ya?” tanya Sinta menunjukkan sebuah foto Rangga yang tengah merangkul perempuan yang kelihatannya lebih muda darinya.

“Oh, itu kan adiknya,” jawabku.

“Adik?!”

Aku terdiam. Bodoh! Kenapa aku ngomong seperti itu sih?!

“K-kan waktu meet and greet dia bilang punya adik perempuan seusia penonton-penonton,” jawabku sekenanya.

“Oh ya?”

“Kamu lupa ya, kan waktu itu ada penonton yang masih SMP ke depan panggung buat jawab pertanyaan dari Rangga.”

“Ohh! Aku gak inget Rangga pernah bilang gitu.”

Aku menarik nafasku. Aman!

“Kenapa sih liatin Instagram-nya Rangga? Tiap hari juga ketemu,” kataku.

“Heran aja, La. Aku baru sadar gara-gara kemarin, Rangga kelihatan risih pas di deketin anak-anak cewek, ternyata di IG-nya pun dia gak pernah pasang foto cewek. Rangga kan sering banget digosipin pacaran sama artis lain.”

“Ya udah di hapus kali,” kataku.

“Dia kan bukan tipe-tipe cowok hobi rapihin feed Instagram-nya, La.”

Aku menghembuskan nafas lebih dalam dari sebelumnya. Terlalu banyak membicarakan unsur Rangga bisa membuat kadar oksigen di sekitarku tercemar oleh si mantan itu. Lebih baik jangan dilanjutkan, terlalu banyak yang kita ketahui tak melulu akan memberikan efek yang menenangkan.

Tak berapa lama, kursi panjang yang kami duduki sudah terisi oleh teman-teman satu kelasku. Beberapa sudah saling menyapa, termasuk padaku. Ada pula yang membicarakan Rangga dan kuyakini pasti berasal dari anak-anak perempuan.

Laki-laki bertubuh gempal juga berkacamata yang kemarin duduk di deretan bangku yang sama denganku sedikit kebingungan karena kursi panjang itu sudah terisi penuh. Secara inisiatif aku bergeser agar ia bisa duduk di sampingku.

“Di sini kosong,” kataku.

Laki-laki itu sedikit mengangguk lalu duduk di sampingku.

“Te-terimakasih ya,” katanya begitu pelan sampai aku hampir tidak menyadari ucapannya.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum ke arahnya.

“Tau gak, kemarin aku nge-chat Rangga.” Suara seorang perempuan kembali terdengar di indra pendengaranku.

Aku melirik ke arahnya. Perempuan yang sejak kemarin selalu menjadi pusat perhatian diantara anak-anak perempuan yang mengelilinginya. Yang sangat khas karena suaranya cukup melengking dan terkesan heboh itu.

“Terus-terus?” tanya temannya.

“Gak di jawab,” jawabnya sambil menundukkan kepala.

Pfft!!!

Aku hampir saja tertawa karena ekspresi kecewa dari perempuan tersebut. Lalu kemudian aku mencoba mengalihkan perhatianku pada hal lain.

****

Sepuluh menit lagi kelas akan di mulai, bangku-bangku sudah hampir terisi penuh, dan meyisakan beberapa. Laki-laki yang selalu menjadi topik utama anak-anak cewek di fakultasku pun belum juga menampakkan batang hidungnya. Ucapan Rangga yang mengatakan jika aku dan dia akan satu kelas selama empat tahun sepertinya cuma bualan untuk menakutiku, pasti di mata kuliah kali ini kami tidak satu kelas lagi.

Dosen yang mengajar kami pun datang, ia sedang menyiapkan laptop dan buku-buku yang akan digunakan untuk mata kuliah sekarang. Benar, Rangga tidak satu kelas dengan kami. Syukurlah.

“Maaf Bu saya terlambat.” Suara bariton yang sangat familiar di telingaku pun berhasil mengalihkan atensiku pada asal suara.

Rangga beneran satu kelas denganku lagi? Selama empat tahun? Dia tidak membual?

“Oh iya tidak apa-apa, silahkan masuk,” kata dosen tersebut mempersilahkan Rangga masuk. Harusnya dosen tersebut tidak perlu mempersilahkan Rangga masuk.

Kemudian Rangga melihat ke arahku diantara suara-suara perempuan yang mengijinkan Rangga duduk di samping mereka, dan merelakan teman sebelah mereka untuk pindah hanya demi Rangga. Jelas laki-laki itu tidak mendengarkan dan berjalan ke arahku, lalu duduk di samping bangkuku dengan selamat.

“Rangga telat kenapa?” tanya Sinta.

“Iya, tadi ada perlu dulu,” jawab Rangga.

Bodo deh! Mending kami tidak sekelas sama sekali. Mata kuliah hari itu pun diawali dengan perasaan BT di hatiku. Ucapan Rangga bukan bualan, ia bersungguh-sungguh.

****

Sepanjang mata kuliah tadi, Rangga tak henti-hentinya menggangguku dengan hal-hal kecil. Seperti menyikutku ketika sedang menulis, mengirimkan gulungan-gulungan kertas yang tidak berguna, atau mengirim chat ke ponselku yang tidak kumatikan dering notifikasinya.

“Makan yuk, Sin,” ajakku.

“Yuk,” jawab Rangga yang membuatku melihat ke arahnya.

Aku memelototi laki-laki tidah tahu diri itu.

“Yuk, makan di kantin belakang aja ya,” ajak Sinta.

Setelah dosen yang tadi mengajar benar-benar pergi dari kelas, satu per satu para mahasiswa pun keluar kelas dengan wajah kelelahan. Padahal ini baru minggu pertama kami, rasanya cukup capek meski hanya sekedar mendengarkan penjelasan dosen.

Laki-laki gempal yang tadi siang duduk di sampingku tak sengaja menjatuhkan buku catatannya. Rangga dengan sigap mengambilnya sebelum aku benar-benar berjongkok untuk mengambilnya.

“Kamu Bram kan?” tanya Rangga.

Aku melihat  Rangga dan laki-laki itu secara bergantian.

“Dan kamu Rangga,” jawabnya dengan nada malu-malu.

“Pantesan tadi aku mau nyapa tapi takut salah orang,” kata Rangga. “Ternyata kita satu kelas juga.”

“Hmm,” gumamnya sembari menngangguk.

“Mau ikut kita makan?” tawar Rangga.

“Terimakasih, aku harus buru-buru pulang. Udah sore, duluan ya Rangga.”

“Iya.”

Ini kali pertama aku melihat Rangga berinteraksi dengan orang lain selain aku dan Sinta. Darimana Rangga mengenal laki-laki bernama Bram itu ya?

“Rangga kenal Bram?” tanya Sinta seakan tahu apa yang ada di pikiranku.

“Dia bareng sama aku waktu ospek dulu,” jawab Rangga.

“Oh. Ya udah atuh yuk makan.” Sinta melenggang pergi meninggalkanku dan Rangga.

Rangga akan segera menyusul Sinta namun kutahan dia.

“Ngapain lu ikut-ikutan kita makan?” protesku dengan nada sepelan mungkin.

“Aku juga lapar,” jawab Rangga.

“Tapi gue gak ajak lo ya!”

“Tapi aku inisiatif ikutin kamu.” Dan Rangga berlalu meninggalkanku yang kini jengah padanya.

****

“Enak banget sih kita dibayarin Rangga,” kata Sinta yang mulai melahap makanannya.

Sementara aku masih menatap Rangga yang duduk di hadapanku. Beberapa orang berbisik dan curi-curi pandang ke arah meja kami. Sudah tahu dia seorang artis, kenapa ikut-ikutan aku dan Sinta makan di kantin belakang sih? Risih tahu!

“Di makan Nila,” kata Rangga.

Aku tak menggubris ucapannya dan menyantap pesananku.

“Rangga bukan orang Bandung kan ya? Di sini sama siapa?” tanya Sinta.

“Sendiri. Aku tinggal di apartemen yang gak jauh dari sini,” jawab Rangga.

“Oh apartemen yang itu. Rangga aslinya orang mana emang?”

“Jakarta.”

“Sama kayak Nila dong. Kalian pernah ketemu gak?”

“Sin, Jakarta tuh luas loh,” jawabku menyela Rangga karena takut laki-laki itu mengatakan hal yang tidak-tidak.

“Kali aja La, kamu pernah ketemu Rangga sebelumnya,” ujar Sinta.

“Ya kagaklah!”

Setelah makan sore itu, kami –atau tepatnya aku- memutuskan untuk pulang karena hari sudah sore. Seperti biasanya aku berpisah dengan Sinta di gerbang depan, lalu Rangga seperti anak ayam mengekoriku terus hingga sampai gang menuju kosanku.

“Mau sampai kapan lo ngikutin gue terus, Ga?” protesku.

“Takut ada orang aneh lagi, Ta” jawab Rangga.

“Yang ada, orang aneh tuh lo,” kataku.

“Pokoknya aku bakal anter kamu sampai di depan kosan. Ayo lanjut, gak usah sungkan.”

“Idih! Siapa juga yang sungkan.”

Aku berjalan cepat dan benar-benar tak mempedulikan Rangga. Hingga aku sampai di area kosanku pun aku segera naik anak tangga menuju kamar kosanku. Lalu menutup pintu rapat-rapat tanpa berpamitan dengannya.

Kulihat sejenak lewat jendela kamarku Rangga masih berdiri di depan gerbang kosanku. Gerakannya seperti tengah menelepon seseorang. Tak berapa lama ponselku pun berdiring dan nama Rangga muncul di layar ponselku. Ternyata ia sedang meneleponku, dari jarak sedekat ini. Kenapa sih dia?

“Apa lagi?” gerutuku.

“Selamat istirahat, Ta. Jangan lupa kunci pintu dan jendelanya sebelum tidur. Aku sayang kamu,” katanya membuatku merasa geli sendiri.

“Gue gak sayang lo!” kataku.

“Iya aku tau, lama-lama juga kamu sayang lagi. Udah ya, aku pulang.”

Rangga benar-benar pergi setelahnya. Aku masih menatap gerbang kosan dari balik jendela. Seumur hidupku, baru pertama kali aku menemukan manusia yang begitu aneh dan tidak tahu diri seperti Rangga. Yang dengan mudahnya ia bisa menghilang lalu kembali dengan seolah-olah penuh harap itu. Bagiku ia menakutkan, seperti seorang maniak stalker yang menemukan kembali korban selanjutnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dayana_putri

    Mantan oh mantan... Kenapa kau jadi lebih menawan setelah jadi mantan?

    Comment on chapter Bertemu Dengan Masa Lalu
Similar Tags
Rindumu Terbalas, Aisha
491      340     0     
Short Story
Bulan menggantung pada malam yang tak pernah sama. Dihiasi tempelan gemerlap bintang. Harusnya Aisha terus melukis rindu untuk yang dirindunya. Tapi kenapa Aisha terdiam, menutup gerbang kelopak matanya. Air mata Aisha mengerahkan pasukan untuk mendobrak gerbang kelopak mata.
Last Hour of Spring
1421      733     56     
Romance
Kim Hae-Jin, pemuda introvert yang memiliki trauma masa lalu dengan keluarganya tidak sengaja bertemu dengan Song Yoo-Jung, gadis jenius yang berkepribadian sama sepertinya. Tapi ada yang aneh dengan gadis itu. Gadis itu mengidap penyakit yang tak biasa, ALS. Anehnya lagi, ia bertindak seperti orang sehat lainnya. Bahkan gadis itu tidak seperti orang sakit dan memiliki daya juang yang tinggi.
Soulless...
5240      1169     7     
Romance
Apa cintamu datang di saat yang tepat? Pada orang yang tepat? Aku masih sangat, sangat muda waktu aku mengenal yang namanya cinta. Aku masih lembaran kertas putih, Seragamku masih putih abu-abu, dan perlahan, hatiku yang mulanya berwarna putih itu kini juga berubah menjadi abu-abu. Penuh ketidakpastian, penuh pertanyaan tanpa jawaban, keraguan, membuatku berundi pada permainan jetcoaster, ...
Time Travel : Majapahit Empire
44844      4202     9     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Run Away
6667      1493     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
RANIA
2083      716     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
Perverter FRIGID [Girls Knight #3]
1159      498     1     
Romance
Perverter FIRGID Seri ke tiga Girls Knight Series #3 Keira Sashenka || Logan Hywell "Everything can changed. Everything can be change. I, you, us, even the impossible destiny." Keira Sashenka; Cantik, pintar dan multitalenta. Besar dengan keluarga yang memegang kontrol akan dirinya, Keira sulit melakukan hal yang dia suka sampai di titik dia mulai jenuh. Hidupnya baik-baik saj...
Cinta dan Rahasia
404      301     0     
Short Story
Perasaan tak mudah untuk dipendam. Ketahuilah, manusia yang ‘kuat’ adalah manusia yang mampu mengekspresikan perasaanya. Itu semua wajar. Manusia akan merasakan senang bila mendapatkan kebahagiaan dan sedih bila harus kehilangan.
Koude
3044      1102     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
The Hidden Kindness
349      236     2     
Fan Fiction
Baru beberapa hari menjadi pustakawan di sebuah sekolah terkenal di pusat kota, Jungyeon sudah mendapat teror dari 'makhluk asing'. Banyak sekali misteri berbuntut panjang yang meneror sekolah itu ternyata sejak ada siswi yang meninggal secara serius. Bagaimana cara Jungyeon harus menghadapi semua hal yang mengganggu kerja di tempat barunya? Apakah ia harus resign atau bertahan?