20 April 2346
Paris, Prancis.
Seorang perempuan berambut merah muda dengan beberapa helai pirang sepinggang berjalan riang menelusuri rak-rak yang ada di toko buku yang sedang dia kunjungi. Bibir kemerahannya langsung memekik kecil kala mata amber, atau bisa disebut kuning miliknya itu berhasil menemukan yang dicarinya. "Percy Jackson Dewi Olympia Terakhir! Mimpi apa aku semalam bisa menemukannya?!"
Orang-orang di sekitarnya yang mendengar pekikannya segera menoleh ke arahnya lalu berbisik-bisik dengan Bahasa Prancis, mengomentari perkataannyam, karena baru saja dia kelepasan bicara menggunakan bahasa tanah kelahirannya, Indonesia. Dengan cepat ia berbalik ke arah mereka yang mendengar pekikannya lalu menyatukan kedua tangannya di depan dada dan membungkuk, ucapan maaf.
Setelah itu, dia kembali berbalik, mengambil novel pilihannya dan menuju rak lainnya. Mencari buku lainnya yang dia inginkan. Sekitar setengah jam mencari buku-buku yang dia mau. Akhirnya dia menuju kasir untuk membayar semua yang dibelinya.
“Merci.” Perempuan berkuli putih pucat itu berkata pada lelaki berumur di depannya, kasir. Setelah itu dengan cepat dia keluar dari toko buku itu, berjalan sampai ke rumahnya yang tidak jauh dari sana di tengah teriknya sinar matahari. Sesampainya, dia segera meletakkan belanjaan-nya dan mengeluarkan benda persegi panjang tipis yang sedari tadi bergetar, ponsel.
Di era ini memang ponsel masih ada, tetapi diperuntukkan untuk orang-orang yang kurang berkecukupan, sedangkan pusilli adalah kebalikannya. Ketika melihat apa yang membuat benda hitam miliknya itu bergetar, dengan spontan bibirnya berdecak, tentu saja sambil bergumam dengan bahasa tanah kelahirannya, "Nomor tidak dikenal? Ah, sudahlah, salah sambung mungkin."
Namun, ponselnya kembali bergetar berkali-kali, membuat gadis itu mengambil benda itu dengan kesal untuk melihat apa penyebabnya. Bola mata kuningnya langsung memutar malas kala melihat penyebabnya, panggilan dari nomor tidak dikenal yang sama, dan sebuah pesan. 20 April 2346, 21.45. Taman dekat rumahmu.
“Aneh.” Dengan cepat jemarinya bermain di atas layar ponselnya, memblokir nomor tersebut agar tidak lagi mengganggunya. Sesaat setelah itu, dia meletakkan ponselnya di meja cokelat di depannya lalu mengikat rambut lurusnya itu, tetapi tidak lama kemudian, dia terkejut saat melihat kembali ke layar ponselnya yang bergetar. "A-apa? Bukankah aku sudah memblokir nomor ini?"
Ya, sebuah pesan datang lagi dari nomor itu, isinya adalah: Jangan mencoba untuk mengabaikan ini. Pada akhirnya, gadis itu mengetikkan serangkaian kalimat balasan dan mengirimnya. Siapa kau? Mengapa kau bisa mengirimiku pesan? Aku sudah memblokir nomormu!
Ponsel hitam milik gadis itu kembali bergetar. Sesaat kemudian, wajahnya memucat, menyadari bahwa pengirim pesan adalah memang tidak bermain-main. Dia tahu tentang identitas gadis itu. Fetaneo Chandelle, jangan abaikan ini. Datanglah ketempat yang kuberitahu sesuai tanggalnya. Aku akan menunggumu di sana, atau jika kau tidak datang, aku sendiri yang akan datang menjemputmu.
Gadis itu mengela napas pasrah, lalu mengetikkan balasan yang berisi persetujuan sambil bergumam. "Mari kita ikuti kemauannya, kira-kira apa yang diinginkannya, ya? Mungkin salah satu klien baruku? Sepertinya tidak, aku cuma berharap tidak akan terjadi sesuatu yang buruk. Entah mengapa firasatku mengatakan bahwa ini tidak baik." Gadis bernama Fetaneo itu berkata sambil mendengkus.
Dia berjalan menuju meja dengan laptop yang terbuka lalu duduk di kursi depannya, hendak bekerja. Namun, baru saja dia mendudukkan dirinya ke kursi itu. Ponselnya kembali bergetar. Dia langsung mengambilnya dengan kasar, sangat menganggu!
Marlène Castex is calling you ...
“Ada apa?” Tanya gadis bernama Fetaneo itu setelah menekan tombol berwarna hijau, yang langsung dijawab oleh Sang Penelepon dengan Bahasa Prancis. "Ada seseorang yang ingin kau buat rancangan undangan pembukaan tokonya. Apa kau bersedia?"
"Kenapa harus aku? Kerjaanku sudah lebih dari cukup." Gadis setinggi 165cm itu balas bertanya dengan nada sarkastis dengan bahasa Prancis yang dikuasainya. Dengkusan kasar terdengar dari sambungan telepon itu. Beberapa saat kemudian, perempuan itu berbicara kembali dalam bahasa Prancis. "Apa kau tidak sadar? Kau adalah perancang grafis terbaik di perusahaan kita. Wajar saja jika mereka berlomba-lomba meminta kau yang membuatnya."
"Aku memaksa, atau perlu kusebarkan ke dunia bahwa kau adalah Phoenix?" Perempuan itu kembali berbicara menggunakan bahasa Prancis dengan sarkastis. Fetaneo menghela napasnya kasar, lalu menjawab perempuan tersebut dengan bahasa Prancis. "Jangan lupakan fakta bahwa aku juga mengetahui kau adalah Skyer."
"Coba ingat-ingat. Siapa yang masuk ke dalam daftar sepuluh yang paling dicari?" Perempuan yang menelepon Fetaneo itu kembali menjawab dengan nada mengejek. Fetaneo mendengkus kasar lalu berkata dengan dingin. "Yang membuat aku dikenal siapa? Oh iya, aku bisa membantumu untuk masuk ke dalam daftar itu, jika kau mau. Kirim sekarang berkasnya atau tidak sama sekali."
"Baiklah. Akan kukirimkan lewat email." Suara perempuan yang terdengar sedikit takut tersebut mengakhiri percakapan telepon mereka, lalu Fetaneo mematikan ponselnya supaya dia tidak terganggu dan bisa fokus pada pekerjaannya yang menumpuk. Sebagai seorang mahasiswi dan perancang grafis berumur 17 tahun, membagi waktu itu sulit. Ya, saat dia masih di jenjang SMP dan SMA dia mengikuti jalur akselerasi, jadi dia sudah kuliah saat ini.
Dia menghidupkan laptopnya dan mulai bekerja. Sesekali berjalan ke dapur untuk mengambil minum ataupun camilan agar tidak merasa bosan. Setelah berjam-jam bekerja, Fetaneo merilekskan otot-otot tangan dan kakinya yang terasa pegal. Dia mengalihkan pandangannya menuju jam dindingnya. Mata miliknya melotot ketika melihat jam, 06.40 PM. Dia bekerja selama enam jam kurang?!
Dia segera bergegas menuju kamarnya dan menyiapkan keperluan sore harinya, seperti mandi, makan, mencuci baju, dan lainnya. Setelah melakukan semua itu, dia kembali ke meja kerjanya dan mulai mengirimkan berkas-berkas rancangan yang tadi diselesaikannya ke klien-kliennya itu.
Setelah selesai, dia kembali merilekskan otot-ototnya. Tanpa sadar pandangannya teralihkan menuju ponselnya. "Mungkin aku bisa bermain sebentar sebelum pergi untuk menemui orang yang itu."
Dia mengambil benda persegi panjang itu lalu menghidupkannya dan mulai bermain hingga waktu menunjukkan pukul 09.38 PM. Setelahnya, dia segera mengambil ponsel dan tasnya, dan pergi ke tempat yang dijanjikan setelah mengunci rumahnya.
Sesampainya di taman, dia mencari sosok yang mungkin adalah pengirim pesan itu., tetapi dia tidak menemukan siapa pun, sehingga dia memutuskan untuk duduk di salah satu bangku taman dan menikmati sejenak belaian hawa dingin khas malam hari yang terasa menenangkan. Namun, entah kenapa, dia semakin merasakan firasat buruk yang membuatnya membatin sambil berdiri dan berbalik, hendak kembali. "Seharusnya aku tidak pergi tadi."
Namun, tepat saat dia baru saja hendak melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, sesuatu memukul tengkuknya, membuatnya kehilangan kesadarannya dan terjatuh, tetapi dengan cepat ditangkap oleh sesosok pria dengan topi yang membawanya menuju sebuah volant hitam, mobil terbang, yang berada tidak jauh dari sana.
Setelah memasukkan gadis yang tidak sadarkan diri itu ke dalam volant miliknya, lelaki itu mengukir senyum kecil di wajahnya yang tidak tertutup topi hitamnya, lalu dia bergumam pelan sambil masuk ke volant-nya. "Zo'r 01 sudah berada dalam kendali."
Beberapa detik kemudian, volant itu terbang dengan cepat menembus langit malam itu.
@rara_el_hasan santai kak, gapapa kok. Siap, selamat membacaaa
Comment on chapter Prolog