Setelah sampai di Kerajaan Ataram, Kisandra dan anak Pandirata di sambut oleh masyarakat dan meminta berkah. Kara yang mau berangkat ke selatan itu pun bertepatan dengan Ratu favoritnya yaitu Kisandra. Dulu Kara sangat menyukai Kisandra. Tak sengaja Kara terjatuh dihadapan Kisandra dan membantu membangunkannya, Kisandra tersenyum.
Kisandra dan anak Pandirata pun masuk ke istana yang disambut oleh penjaga dan pelayan. Tiba-tiba Anak Pandirata dihadang oleh 100 anak laki-laki yang ternyata mereka adalah anak Darashtra dan 1 anak yang berwajah jahat itu muncul dibelakang mereka.
" Selamat datang di Kerajaan Ataram,wahai anak pendeta, Hahaha...!" Tawa anak berwajah jahat itu yang disusul dengan yang lainnya. Pada masa itu, pendeta dianggap rendah dibandingkan dengan yang lain.
" Siapa kau?" Tanya Pundhistira dengan bijak.
" Kau tidak tahu? Perkenalkan aku adalah anak pertama dari Raja Darashtra dan anak tertua kerajaan Ataram, Danadyaksa. Kalian tidak ingin restu dariku?" berlagak sombong.
" Bukannya yang tertua itu Kakak Pundistira?" Tanya Bimadara.
" Benar kata Bimadara, Danadyaksa." Kata pria pincang yang muncul dari samping mereka dan ternyata dia adalah paman dari 100 anak tersebut, Sahkini.
" Tapi Paman..." Percakapan Danadyaksa dipotong oleh Paman Sahkini.
" Sudahlah, ikuti pamanmu saja jika tidak hidupmu akan hancur." Sambil berbisik-bisik. Danadyaksa pun menyetujuinya walaupun dia agak kesal. Setelah meminta restu, Danadyaksa langsung memalingkan wajahnya dan pergi begitu saja.
Anak Pandirata meminta restu kepada Kakek Bisma, Raja Darashtra, Ratu Gauri dan Paman Sahkini. Menjelang malam, anak Pandirata segera pergi menuju meja makan khusus pangeran untuk makan malam tapi di meja itu sudah ada 100 anak Darashtra.
" Anak Pendeta tidak boleh makan disini, hahaha..." Kata anak kedua setelah Danadyaksa yang bernama Dikarna. Tiba-tiba Kakek Bisma dan Perdana mentri Wasuna datang.
" Kenapa kalian tidak duduk? Dan kenapa kalian tidak memberikan mereka duduk, Anak Darashtra?" Tanya Kakek Bisma. Anak Darashtra pun melakukan apa yang diperintahkan Kakek Bisma. Pundhistira duduk disebelah Danadyaksa dan Bimadara duduk disebelah Dikarna.
Makanan pun tiba, Bimadara yang suka makan itu pun tidak tahan melihat makanan itu. Salah satu pelayan membawa makanan favorit yaitu manisan. Pelayan itu memberinya 1 tapi Bimadara minta untuk tambah menjadi 8 manisan. Sebelum makan, mereka berdoa atas rezeki yang diterima oleh mereka.
" Baiklah, sebelum makan, aku punya tantangan untuk para pangeran yaitu para pangeran tidak boleh menekukan tangan saat makan." Kata Perdana Mentri.
Mereka mencoba melakukannya tapi tidak bisa bahkan ada yang memakai mulut dan bahkan ada yang melemparkan makanan ke mulut mereka. Pundhistira tidak melakukan sesuatu dan dia hanya diam saja. Tiba-tiba Pundhistira memiliki ide, dia mengambil makanan dan menyuapkannya pada Danadyaksa. Mereka melihat yang dilakukan Pundhistira dan melakukannya.
Keesokan harinya, Anak Pandirata bermain di sekitar istana tapi tiba-tiba Bimadara merasa kelaparan. Bimadara merasakan ada bau mangga yang sedang matang dan langsung menghampirinya. Ternyata di belakang istana ada kebun mangga yang cukup luas tapi disana ada anak-anak Darashtra kecuali Danadyaksa.
" Kenapa kalian kesini? Ini milik ayah kami sebaiknya kalian pergi dari sini, hahaha...." Kata Dikarna yang semenjak tadi ada di atas pohon mangga.
Bimadara pun marah karena semenjak kemarin mereka selalu diolok-olok oleh Anak Darashtra tapi Pundhistira mencoba menenangkannya. Bimadara masih marah dan dia pun menggoyang-goyangkan pohon mangga yang sedang dipanjati oleh Dikarna. Anak Darashtra pun berjatuhan layaknya buah yang jatuh dari pohonnya. Bimadara berteriak pada Dikarna dan dia beserta anak-anak Darashtra lainnya berlari karena ketakutan dengan teriakan Bimadara.
Paman Sahkini dan Danadyaksa pun menyaksikannya kelakuan Bimadara.
" Lihatlah itu, dia seperti raksasa dan dia adalah perisai dari Anak Pandirata sebaiknya kita menyingkirkan dia dahulu setelah itu baru mereka berempat. Jika kita tidak segera melakukannya, kau tidak bisa menjadi penerus raja." Saran Paman Sahkini.
" Kau benar, paman. Tapi bagaimana caranya untuk menyingkirkannya?" Tanya Danadyaksa. Lalu Paman Sahkini membisikkannya sesuatu yang membuat Danadyaksa senang apa yang dikatakan Paman Sahkini.
Malamnya, mereka sedang merencanakan cara untuk membunuh Bimadara. Paman Sahkini pernah membuat racun mematikan yang bisa membuat gajah mati dalam sekejab. Racunnya begitu busuk, tanaman yang ada disekitarnya pun menjadi layu karena aromanya.
" Anakku, kau harus memberi racun ini pada makanannya dan satu lagi, kau harus memberi racun ini tanpa sepengetahuan yang lain." Sambil memberikan botol berisi racun tersebut.
Paginya, Danadyaksa mengajak Bimadara dan saudaranya untuk bersenang-senang di sungai Gindra. Sampai tidak sabarnya, Bimadara mengajak Pundhistira untuk segera kesana.
" Kau kesana dulu saja, aku sedang ada urusan dengan ibu." Kata Pundhistira.
" Baik, Kak Pundhistira." Jawab Bimadara. Bimadara dan Danadyaksa pun pergi ke sungai Gindra.
Sampainya disana, ada pondok kecil yang ada dipinggir sungai Gindra. Di dalam pondok ada banyak sekali makanan, Bimadara pun menganga karena banyak sekali makanan.
" Ini semua untuk kau dan saudaramu. Makan lah sambil menunggu mereka." Kata Danadyaksa.
" Aku selalu makan dengan saudaraku. Tapi..." Sambil memegang perutnya dan melihat semua makanan.
" Hmm... begitu ya.... tapi aku punya kejutan untukmu, sebentar aku ambilkan ya..." Danadyaksa pun pergi ke belakang pondok. Tak lama kemudian, Danadyaksa muncul dan membawa semangkuk bubur.
" Ini hanya untukmu saja jadi makanlah!" Bimadara pun mengambil bubur itu dan segera memakannya.
Danadyaksa tersenyum sambil melihat ke arah jendela. Dibalik jendela ada Paman Sahkini yang sedang mengintip. Bubur yang dimakan Bimadara pun langsung habis, dia pun berterima kasih kepada Danadyaksa tapi tiba-tiba kepala Bimadara terasa pusing dan akhirnya dia tergeletak di tanah. Danadyaksa senang karena rencananya berhasil tapi di depan pondok ada suara kuda yang sedang berjalan dari kejauhan dan ternyata ada Arnaka yang sedang kemari. Danadyaksa dan Paman Sahkini bingung harus berbuat apa.
" Bagaiamana ini, paman? Disini tidak ada tempat persembunyian." Bingung Dandyaksa.
" Sebaiknya kita buang tubuhnya di sungai Gindra." Mereka pun membawa tubuh Bimadara dan langsung membuangnya. Mereka berdua langsung sembunyi di pohon dekat pondok.
Arnaka pun masuk ke pondok itu dan ternyata Bimadara tidak ada disana. Dia mencari ke segala ruangan pondok itu tapi tidak ada. Arnaka heran kenapa Bimadara tidak ada disana, dia pun langsung kembali ke istana dan memberitahukan kepada semua orang.
Ibu Kisandra syok mendengarnya, Kakek Bisma menyuruh semua prajuritnya untuk mencari Bimadara. Hari menjelang malam, Bimadara masih belum ditemukan. Ibu Kisandra pun sedih dan dia pun merelakan kepergian Bimadara.
Esoknya, mereka melakukan ritual untuk kepergian Bimadara dan mereka hanya mengundang pendeta. Pendeta itu diberi makan oleh pelayan-pelayan. Tak lama kemudian, pendeta-pendeta itu selesai makan tapi hanya satu pendeta yang masih belum selesai dan ingin menambah lagi sampai makanan di dapur pun habis tak tersisa. Ibu Kisandra pun memasakan sedikit makanan dan membawakannya pada pendeta itu. Ibu Kisandra menyuapi pendeta itu dan dalam sekejab pendeta itu bersendawa. Pendeta itu membuka kain yang menutup kepalanya dan ternyata dia adalah Bimadara.
" Setiap ibu menyuapiku, aku langsung kenyang." Ibu Kisandra menangis karena senang dan langsung memeluk Bimadara. Semua yang ada di istana pun senang tapi Paman Sahkini dan Danadyaksa kaget melihatnya.
" Bagaimana bisa dia hidup kembali, Paman? Paman, bagaimana kalau dia memberitahukannya? nanti kita bisa hancur." Danadyaksa ketakutan.
" Tenang, Anakku. Itu biar aku urus." Akhirnya mereka pun pergi menuju kamar Danadyaksa.
Bimadara pun dibawa oleh saudaranya dan Ibu Kisandra ke kamarnya
" Kak Bimadara, kemana saja kau selama ini? Ceritakan!" Tanya Arnaka.
" Aku tidak begitu ingat tapi tiba-tiba aku berada tempat yang seperti istana yang dikelilin. Setelah itu, aku menemui raja ular, dia menceritakan bahawa sebelumnya tubuhku terdapat racun dan pembantu raja ular itu mengeluarkan racun itu. Raja ular itu memberiku sebuah minuman yang dapat membuatku sekuat 1000 gajah."
Setelah itu, mereka berpelukan karena sudah berkumpul bersama.