Read More >>"> By Your Side
Loading...
Logo TinLit
Read Story - By Your Side
MENU
About Us  

“Jadi, apa keputusanmu? Ikut atau tidak?”

Syrena mengangkat kepalanya untuk menatap laki-laki yang sedang menyodorkan selembar kertas pamflet di depan wajahnya itu sambil mengigit bibirnya—menimbang-nimbang untuk kesekian kalinya sejak Philips memberitahunya tentang perlombaan es skating amatir yang akan diadakan bulan depan di Paradise Ice Skating Rink.

Tepat dimana ia sedang berada saat ini—pada pukul 11 malam lebih tepatnya.

Gadis berambut coklat tua kemerahan itu mendesah sebelum mengambil kertas pamflet yang disodorkan kepadanya dan menatap benda di tangannya itu lekat-lekat.

“Aku tidak tahu, Philips,” jawab Syrena pelan, lalu meletakkan kertas di tangannya itu ke bangku kosong di sisinya sebelum melanjutkan, “Aku tidak yakin es skating bisa jadi karir untuk orang sepertiku.”

Gadis itu menggerak-gerakkan kedua kakinya yang kini sudah dibalut sepatu seluncur tuanya—menghentakkannya ke atas permukaan lantai dan menghasilkan suara bergema di seluruh penjuru Paradise Ice Skating Rink yang sepi.

“Kau ini bicara apa? Aku sudah melihat caramu menari di atas es dan percayalah padaku, tidak ada yang sebaik dirimu! Kau akan menjadi bintang selanjutnya di Ice Rink ini, Syrena!” tukas Philip dengan penuh semangat.

“Wow, terima kasih, Philips,” ujar Syrena tersanjung—sebelum ekspresi wajahnya berubah murung dalam sekejap. Ditatapnya langit-langit Ice Rink yang menjulang tinggi dan mendesah, “Meskipun begitu, aku tak yakin dunia ini pantas untuk orang sepertiku.”

Laki-laki bertubuh tinggi dengan badan yang cukup ramping untuk ukuran seseorang yang berotot itu menggelengkan kepalanya dengan tidak sabar dan mendengus, “Yang benar saja, Syrena! Es skating itu surga untuk semua orang yang mencintainya—tidak peduli apapun kondisinya—jika kau memang mencintai dunia ini, dunia ini akan menjadi surgamu!”

 “Untuk bisa berada di Skating Rink ini saja, aku menggunakan semua uang tabunganku untuk ongkos perjalanan pulang-pergi dan penginapan selama tujuh hari. Kau kira kenapa aku tidak masuk ke tempat ini di siang hari dan malah menyelinap melalui pintu belakang yang rusak setiap malam selama aku berada di kota ini?” seru Syrena dengan wajah yang mulai berubah menjadi merah padam, “Aku tidak punya uang, Philips! Aku hanya punya mimpi dan itu tidak cukup untuk mengantarkanku ke panggung es skating seberapa besarpun mimpi yang kupunya!”

“Jadi, untuk apa semua perjuangan itu kalau bukan untuk mengubah nasib?” tanya Philips—ekspresi wajahnya berubah serius. “Kabur dari rumah, masuk ke Ice Rink ini secara illegal—“

“Untuk Francis Faucher,” potong Syrena cepat. “Aku melakukan ini semua untuk mengenang kematiannya.”

Philips terdiam.

“Aku sudah mengatakannya padamu di hari pertama kau menemukanku bermain es skating di Ice Rink ini—kupikir kau mengerti.”

Syrena memang bukan bagian dari anak-anak beruntung yang lahir dalam keluarga yang mampu menopang mimpi apapun yang dicita-citakan anaknya. Syrena hanya seorang gadis biasa, yang tinggal bersama ibunya yang sudah menjanda bahkan sebelum gadis itu lahir akibat kecelakaan yang menimpa ayahnya. Keadaan mereka begitu buruk sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk album foto keluarga sama sekali—terlalu sibuk mencoba untuk bertahan hidup. Syrena tidak tahu bagaimana wajah ayahnya dan mungkin itu kenapa, ketika ia tidak sengaja melihat Francis Faucher di televisi tengah bermain di atas permukaan es Paradice Ice Skating Rink dengan indahnya—Syrena langsung bermimpi untuk bisa berada di atas Ice Rink yang sama bersama Francis.

Francis Faucher adalah seorang atlet es skating senior yang sudah bermain di atas Ice Skating Rink sejak murnya 8 tahun. Tahun depan seharusnya menjadi tahun terakhirnya berada di atas Ice Rink sebelum ia pengsiun dan berganti profesi menjadi pelatih es skating. Syrena sudah sangat antusias dengan semua itu—gadis itu menabung dan bekerja dua part time job sekaligus ketika libur kuliah hanya demi bisa datang secara langsung ke tempat ini untuk merayakan peringatan keberhasilan karir Francis yang penuh dengan emas selama ini bersama penggemar yang lain.

Tapi ternyata, takdir berkata lain. Francis mengalami kecelakaan dua minggu yang lalu.

**

Syrena menggengam erat ponsel tua di tangannya dan memandanginya lekat-lekat.

Ini hari kelimanya berada tinggal di sebuah motel yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya dan mengunjungi Paradise Ice Skating Rink setiap malam secara illegal hanya untuk bermain es skating dengan bayangan Francis di kepalanya. Selama itu pula, gadis berumur 14 tahun itu mematikan ponselnya agar ia tidak harus menghadapi amukan ibunya.

Tapi kini, ketika Philips lagi-lagi mengingatkannya bahwa apa yang dilakukannya hanya akan membuat ibunya sangat khawatir dan tersiksa—Syrena akhirnya memberanikan diri untuk menyalakan ponselnya lagi.

“Berapa kalipun kau mematahkan hati orang tuamu, pada akhirnya mereka akan selalu maafkanmu. Sayang orang tua kepada anaknya selalu lebih besar dari apapun,” celetuk Philips yang kini sudah duduk di sisinya dengan segelas ice tea untuk Syrena sebagai bentuk dukungan.

“Ya, oke, baiklah. Here goes nothing!” gumam Syrena cepat—lebih kepada dirinya sendiri—sambil menekan profile ibunya di kontak handphone dan buru-buru mendekatkan benda mungil itu ke telinganya.

Telepon baru tersambung pada bunyi beep yang ketiga dan Syrena nyaris saja nekat melemparkan ponsel itu dari tangannya jika ia mendengar ibunya berteriak sedikit saja—namun ternyata, yang terdengar justru suara ibunya yang sendu.

“Syrena, kamu dimana?”

Gadis itu tiba-tiba merasa begitu bersalah sekarang, “Ma, maaf ya. Rena sudah pergi gitu saja dan baru telepon sekarang. Rena ada di Paradise Ice Skating Rink, Ma.”

Tanpa merespon. Syrena mendengar ibunya mendesah sedih di ujung telepon.

Syrena sudah mempersiapkan dirinya untuk apapun selain keheningan ini—bentakan, rasa khawatir yang membara sampai ancaman terkena hukuman tidak boleh bermain es skate lagi. Tapi sekarang, saat ibunya terdengar begitu sendu dan bukannya marah—Syrena menimbang-nimbang apa mungkin ia sudah benar-benar keterlaluan.

“Kamu pulang kapan?”

“Dua hari lagi, Ma.”

“Tidak bisa sekarang?”

“Aku—“

“Mama tidak marah kamu pergi ke tempat itu, Rena. Mama tahu betapa kamu sangat menyukai es skating dan Francis Faucher adalah role model terbaikmu, Mama ngerti,” potong ibunya cepat, “Tapi tolong, pulang sekarang. Ya?”

Syrena terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Di satu sisi ia merasa begitu lega mengetahui bahwa ibunya yang biasanya sangat cerewet itu tidak marah tapi di sisi lain, ia merasa diserang. Rasa bersalah membuatnya mau tak mau mengakui jika pulang sekarang sesuai permintaan ibunya adalah cara yang baik untuk memperbaiki keadaan—tapi ia masih belum mau pulang.

Syrena masih ingin menari di atas es dengan bayang-bayang Francis.

“Mama tunggu kamu di rumah.” Dan sambungan pun diputuskan secara sepihak oleh ibunya tanpa menunggu jawaban dari Syrena.

Syrena mendesah lelah.

“Kenapa?”

Syrena melirik Philips di sisinya yang langsung menyodorkan ice tea di tangannya pada gadis itu.

“Mama menyuruhku pulang sekarang,” jawab Syrena murung. “She doesn’t sound so mad but highly sound disappointed.”

Philips mengangguk-angguk dalam diam sebelum bertanya lagi, “Jadi, apa kau akan pulang?”

Syrena mendesah lelah sekali lagi sebelum mengubur wajahnya diantara kedua tangannya, “Aku tidak tahu.”

Keheningan yang panjang menggantung di udara selama beberapa saat sebelum Syrena memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya dari keputusan yang harus diambilnya sekarang—dengan menatap kearah Philips dan mencoba membicarakan sesuatu yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya.

“Aku hampir lupa. Kau tidak pernah cerita kenapa kau bisa berada di sini malam itu, di hari pertamaku masuk ke Paradice Ice Skating Rink,” gumam Syrena. “Aku terlalu fokus pada diriku sendiri sampai aku lupa bahwa aku sebenarnya tidak benar-benar kenal dirimu.”

Philips mendadak terlihat kikuk, “Eh, aku?”

“Ceritakan tentang dirimu! Ayo!” seru Syrena mendadak bersemangat. “Aku merasa pernah melihatmu sebelumnya, tapi aku tidak yakin, jadi ayo, ceritakan tentang dirimu!”

Philips menggaruk-garuk leher belakangnya terlihat bingung, “Um, aku tidak tahu harus mulai dari mana.”

“Ayo, coba saja!”

“Hm, baiklah. Aku bekerja part-time di tempat ini sebagai security, itu kenapa aku punya kunci ke tempat ini. Aku juga suka es skating dan tidak mampu masuk ke tempat ini dengan membayar tiketnya di siang hari—sama sepertimu.”

“Kau bukan security yang baik, Phils,” gurau Syrena sambil menyipitkan matanya menatap Philips dengan jahil, “Kau membiarkan aku masuk ke sini setiap malam secara ilegal.”

Philips terkekeh, “Tidak masalah, CCTV di tempat ini baru saja dibongkar dan akan diganti degan yang baru minggu depan. Kita akan baik-baik saja.”

“Bagaimana dengan Francis Fraucher? Apa kau mengidolakannya juga? Tempat ini adalah Ice Skating Rink kesukaannya. Ia menghabiskan banyak waktu bermain di sini untuk menghibur para penggemarnya.”

Philips hanya tersenyum sambil mengangkat bahunya.

“Jadi, apa kau akan pulang hari ini?”

 “Menurutmu bagaimana? Apakah aku harus pulang sekarang?”

Philips menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan dengan santai. Laki-laki itu lagi-lagi menyunggingkan senyum simpulnya dan menepuk pundak Syrena pelan, “Menurutku, ibumu jauh lebih penting dari sekedar bermain es skating dengan bayangan. Kau mungkin masih pesimis soal karir es skatingmu tapi aku yakin jika kau memang benar-benar menginginkannya, takdir akan membantumu menemukan jalannya.”

“Tapi untuk saat ini, pulanglah, Syrena,” lanjut Philips, merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya, yang ternyata merupakan kertas pamflet perlombaan es skating amatir yang selalu disodorkannya pada Syrena—dan melipat kertas itu menjadi potongan kecil sebelum meletakkannya di tangan Syrena.

“Jika takdir mengijinkan, kita akan bertemu lagi di tempat ini bulan depan. Kau berada di atas es dan aku diantara penonton—atau mungkin menari bersamamu di atas es.”

**

“Francis itu ayahku?”

Wanita paruh baya di depan Syrena hanya bisa mengangguk lemah—masih sesegukkan menahan tangis setelah menceritakan semuanya begitu Syrena sampai rumah, “Francis adalah bintang besar dan kehadiranmu akan meredupkannya dalam satu tarikan napas—itu mengapa Mama merahasiakan kelahiranmu darinya sampai beberapa minggu lalu sebelum ia meninggal. Mama mendengar rencananya untuk pengsiun dan Mama kira ini saatnya untuk memperbaiki semuanya—kau dan dia berhak tahu. Mama meneleponnya dan ia terdengar begitu marah. Ia meminta Mama untuk menemuinya atau paling tidak memberikan alamat rumah kita padanya tapi Mama tidak sanggup—Mama takut.”

“Kenapa baru sekarang—kenapa tidak dari du—“

“Pengacara Francis datang kemarin, ia membacakan wasiat Francis pada Mama. Pengacaranya bilang semua harta Francis jatuh ke tangan kita—dan ini, ia meminta surat ini untuk kau baca secepatnya.”

“Jadi selama ini ayahku masih hidup?”

“Maafkan Mama, sayang, Mama hanya—“

“Sekarang dia sudah benar-benar mati, Ma! Persis seperti apa yang selalu Mama katakan padaku—MAMA EGOIS!”

Syrena mengambil surat yang ada di tangan ibunya dengan kasar, berlari menuju kamarnya dan membanting pintunya keras-keras. Air mata terus-menerus mengalir membasahi pipinya dan kini ia mulai sesegukkan. Gadis itu tidak percaya apa yang baru saja diketahuinya dan terjadi padanya—semua karena ibunya. Pantas saja Syrena langsung mengidolakan Francis sejak pertama kali melihatnya—ia anak perempuannya, sudah jelas ia pasti mengidalakannya jika saja ia tahu yang sebenarnya.

Tidak tahu harus mengadu kepada siapa, Syrena meraih ponselnya dan mencoba menghubungi nomor yang diberikan Philips padanya.

“Halo?” Syrena tersentak kala mendengar suara perempuan di seberang dan bukan Philips, “Ini siapa ya? Ada perlu apa?”

“Maaf, aku kira ini nomor temanku. Mungkin aku salah—“

“Teman? Siapa?”

“Um, Philips.”

“Philips?”

“Iya, Philips. Dia bekerja di Paradise Ice Skating Rink sebagai security dan kami—“

“Maaf, tapi hanya ada satu Philips di tempat ini dan dia bukan security. Aku pelatihnya. Kami semua sedang berkabung jadi tolong jika kau hanya ingin bercan—“

“Sebentar, nomor siapa ini sebenarnya?” tanya Syrena, mulai bingung.

“Ini nomor ponsel Francis Faucher.”

Syrena terkesiap dan tanpa sadar melepaskan ponsel dari genggaman tangannya. Lima hari yang dilewatkannya bersama Philips tiba-tiba berputar di kepalanya. Philips yang selalu datang lebih awal seolah-olah ia tidak pernah pulang, yang wajah yang rasanya pernah Syrena lihat—

Gadis itu tersentak dan melirik poster-poster yang ditempelnya di dinding lalu menyadari ia  melihat Philips di salah satu poster tua itu—dimana Francis Faucher yang baru berumur 17 tengah berpose dengan medali emasnya.

Masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya, dengan cepat, Syrena membuka surat di tangannya untuk memastikan.

 

To my beautiful daughter, Syrena,

Aku  minta maaf atas apa yang terjadi padamu dan ibumu.

Jika saja aku tahu yang sebenarnya, aku pasti memilihmu dan ibumu—akan kutinggalkan dunia esku untuk kalian. Tapi sekarang? Sudah terlalu banyak waktu yang terbuang. Aku tidak yakin aku bisa memperbaiki keadaan ini—tapi, aku tahu kau sama sepertiku, mencintai es skating.

Akan aku berikan semua yang kupunya untukmu dan ibumu—sekarang, tidak ada lagi yang bisa menghalangimu untuk menggapai mimpimu.

Jika surat ini sampai padamu, artinya aku tidak bisa melakukannya sendiri karena alasan yang tidak bisa terelakkan.

 

Yours truly,

Francis Phillips Faucher.

**

“Jika takdir mengijinkan, kita akan bertemu lagi di tempat ini bulan depan. Kau berada di atas es dan aku diantara penonton—atau mungkin menari bersamamu di atas es.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
CHANGE
428      303     0     
Short Story
Di suatu zaman di mana kuda dan panah masih menguasai dunia. Dimana peri-peri masih tak malu untuk bergaul dengan manusia. Masa kejayaan para dewa serta masa dimana kesaktian para penyihir masih terlihat sangat nyata dan diakui orang-orang. Di waktu itulah legenda tentang naga dan ksatria mencapai puncak kejayaannya. Pada masa itu terdapat suatu kerajaan makmur yang dipimpin oleh raja dan rat...
Konspirasi Asa
2257      735     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Panggung Terakhir
313      200     0     
Short Story
Apa yang terlintas dipikiran kalian saat melihat pertunjukan opera? Penuh dengan drama? Bernilai seni yang tinggi? Memiliki ciri khas yang sangat unik? Dimana para pemain sangat berkarakter dan berkharisma? Sang Ratu Opera, Helena Windsor Saner, merupakan seorang gadis cantik dan berbakat. Jenius dalam musik, namun lebih memilih untuk menjadi pemain opera. Hidup dengan kepribadian ceria...
Titip Perjuangan untuk Masa Depan
4789      3325     10     
Short Story
Entah sekarang atau masa depan, perjuangan harus selalu dilakukan.
Ansos and Kokuhaku
2996      874     9     
Romance
Kehidupan ansos, ketika seorang ditanyai bagaimana kehidupan seorang ansos, pasti akan menjawab; Suram, tak memiliki teman, sangat menyedihkan, dan lain-lain. Tentu saja kata-kata itu sering kali di dengar dari mulut masyarakat, ya kan. Bukankah itu sangat membosankan. Kalau begitu, pernah kah kalian mendengar kehidupan ansos yang satu ini... Kiki yang seorang remaja laki-laki, yang belu...
BUKAN MIMPIMU
461      313     0     
Short Story
mereka tidak percaya karena takut berusaha lebih keras. Apakah sama denganmu ?
Lovesick
383      279     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
Kompilasi Frustasi
3501      1009     3     
Inspirational
Sebuah kompilasi frustasi.
Aranka
3795      1286     6     
Inspirational
Aranka lebih dari sebuah nama. Nama yang membuat iri siapa pun yang mendengarnya. Aland Aranka terlahir dengan nama tersebut, nama dari keluarga konglomerat yang sangat berkuasa. Namun siapa sangka, di balik kemasyhuran nama tersebut, tersimpan berbagai rahasia gelap...
Kapan Pulang, Dean?
446      330     0     
Short Story
Tanpa sadar, kamu menyakiti orang yang menunggumu. Pulanglah...