Close My Eyes
Angin musim semi berhembus menyelimuti raga ini, bau sinar mentari yang harum dan suasana yang sepi, disinilah berbaring seorang pria tampan blasteran. Di bawah pohon Oak beralas rerumputan yang tak begitu lembab dia terus menatap kearah awan liar di atas sana. “Seandainya aku bisa hidup seperti awan, pasti hidupku akan terasa menyenangkan, bebas kemanapun sesuka hatiku”. Inilah keunikan dari kehidupan, di balik hal yang merepotkanpun terdapat kenikmatan tersendiri jadi kita hanya bisa mensyukuri semua ini. Perlahan pria blasteran itu mulai merapatkan kedua kelopak matanya, menenggelamkan jiwanya kedalam sebuah kedamaian. Pria blasteran itu terbangun ketika sebuah daun dari pohon Oak mendarat di hidungnya yang mancung. “Ah sepertinya sudah malam, aku harus bergegas pulang”.
Suara alunan arus sungai mulai terdengar semakin jelas, pria blasteran itu melewati sebuah jembatan yang cukup besar, hal tabu menurutnya. Di kejauhan nampak seorang gadis yang sedang berdiri di salah satu sisi jembatan, matanya tertutup poni dan kemudian munculah butiran bening yang sepertinya sudah terbendung cukup lama yang mulai meluap keluar. “Apakah dia patah hati?, ah bukan urusanku”. Kedua bola mata pria blasteran itu membulat sempurna seketika, gadis itu lompat terjun ke sungai dan dia tersadar seketika bahwa gadis itu tak lain adalah gadis yang ia sukai. Reflek pria itu langsung berlari dan mencoba meraih tangannya, tetapi pria itu malah terbawa terjun olehnya.
Byur! Suara air yang terpecah oleh beban, terdengar sangat jelas. “Apaka aku akan mati? Kurasa ini pantas untukku juga, aku yang sampai saat ini masih menyukainya, seorang gadis tunanetra, seorang gadis korban bullying, aku..aku tak dapat melindunginya, aku harap tuhan memberi keberuntungan kepada Rachel”. Sebuah takdir terkadang tak dapat ditebak oleh manusia, di saat kita menginginkan hal yang kita inginkan akan berbeda sesuai kehendak tuhan.
“Rachel!Rachel! bangunlah!” suara pria blasteran itu memanggil nama gadis berulang-ulang sambil menekan perlahan perutnya, berharap ada sebuah keajaiban mendatanginya. “Pria blasteran itu merasa bingung bercampur panik, entah apa yang membuat mereka sampai di tepian sungai dan selamat.
“Uhuk..!uhuk! Gadis itu memuntahkan air yang tertelan. Pria itu terus menatap khawatir kepadanya.
”Kau tidak apa-apa?”
“Hiks..hiks..” Pria blasteran itu terheran melihat gadis itu menangis, suara tangisan gadis itu semakin keras.
“Tolong, berhentilah menangis” Pria itu semakin khawatir akan tangisan gadis itu, dia khawatir akan ada orang yang salah pahan. Seperti paham apa yang sedang dipikirkan Pria itu, gadis itu berhenti menangis.”Te..terimakasih, Julius”. Pria itu tertegun seketika, “Bagaimana kau tahu kalau ini aku,Julius?”.
Gadis itu tersenyum dan berkata ”Karena kau itu pria baik”. Pria itu hanya terdiam, tubuhnya mulai bergetar, seakan perkataan Rachel adalah perkataan ironis.”Akan aku antar kau pulang, kemarilah” Pria itu mempersilahkan punggungnya, menawarkan tumpangan yang tak biasa. Rachel hanya terdiam dan langsung mengindahkan ajakan Julius.
Malam yang bertabur bintang, kegelapan yang perlahan menghilang, suasana yang semakin sunyi, disitulah kedua insan itu berjalan. Mereka berjalan melewati jalan yang tak begitu ramai, mencari jalur tercepat agar sampai tujuan. Mereka berdua basah kuyup, serasa musim dingin mendatangi mereka.
“Julius”. Gadis itu mencoba memecah kesunyian.
“Hmm?”.
“Terimakasih ya?”.
Pria itu tak bisa berkata apa-apa, dia menggigit bibirnya sendiri.”Apa-apaan dia, kau pikir pria sepertiku itu baik ya? Pria yang membiarkan orang yang ia sukai terus terluka, pria yang bahkan tak bisa melindunginya”. Ingin sekali Julius mengatakanya, tapi mulutnya seakan terkunci dengan rapat.
10 tahun yang lalu
“Hey-hey kemarilah sini!”. Menggoyang-goyangkan tongkat.
“Ahaha apa kau tidak bisa mengabilnya?”
“Kan dia buta”.
“Kebalikan tongkatku”
“Ahaha benar-benar, baiklah ini”.
Saat akan mengambil tongkat tersebut, melayang tongkat itu ke kepala Rachel.
“Wah maaf, aku pikir kau hanya pura-pura buta ternya beneran ya? Ahahaha”.
“Hiks..hiks..hiks..” Rachel hanya bisa menangis dan menangis.
Ingatan yang terus terngiang di kepala Julius membuat dirinya semakin tak berguna. Dia terus menggigit bibirnya sampai berdarah, seakan-akan hanya dialah manusia yang tak berguna.
Julius terus menahan rasa sakitnya”Rachel, kita sudah sampai”.
Tetapi Rachel malah mengeratkan tangannya, seakan tidak mau melepaskannya.
“Eh?Ada apa?”.
“A..a..aku tidak mau pulang”
“Eh?” Pria itu hanya bisa terheran, mengapa gadis itu enggan untuk pulang.
Genggaman Rachel semakin kencang, dan Julius memahami perasaan Rachel. Pria itu tersenyum kepadanya, walaupun dia mengerti bahwa senyumanya tak bisa di lihatnya.
Kemudian Julius membawa Rachel ke dalam rumahnya, rumah yang tak terlalu besar. Rumah Julius tak jauh dari rumah Rachel, dan tentunya dia takut jika keluarga Rachel akan salah paham atasnya, tetapi pria itu tetap menahan unek-uneknya, karena dia tahu hati gadis itu sedang terluka.
“Ah sepertinya kakak belum pulang, sebaiknya kau mandi dulu”.
Gadis itu hanya terdiam saja,”Akan aku antar”, Rachel hanya menggeleng dan langsung pergi ke kamar mandi. “Ah sepertinya aku terlalu meremehkannya”,gumam Julius.
“Ah hati-hati Rachel”. Pria itu terus menatap gadis itu berjalan menuju kamar mandi. Pria itu kemudian pergi ke dapur mempersiapkan makan malam.
“Aku pulang”. Tiba-tiba terdengar suara gadis yang tak asing masuk rumah.
“Ah kakak sudah pulang ya, kalau begitu ganti pakaian dan makan”. Berbarengan dengan percakapan mereka keluarlah Rachel yang mengenakan piyama berwarna pink bercorak bunga warna-warni.
“Wah Rachel! Kau imut juga kalau mengenakan piyama itu”.
Rachel terkejut mendengar perkataan kakak Julius. “Ah kakak Silicia, maaf aku mengenakan piyamamu tanpa seizinmu”.
“Ah tidak apa-apa kok, tapi kalian berdua habis ngapain ya?”
Mereka berdua hanya terdiam kaget, sontak Julius menarik lengan kakaknya ke dalam dapur.
“Rachel kau makan terlebih dahulu, ehehe maaf”.
Rachel hanya bisa mengangguk menuruti perkataan Julius. Di dalam dapur Julius menjelaskan apa yang terjadi kepada Rachel tadi, seperti halnya seorang kakak, kakak Julius langsung memahami situasi itu.
“Kakak, kau temani Rachel dulu, aku mau mandi dulu”.
Julius meninggalkan mereka berdua mengobrol. Setelah beberapa saat, Julius selesai mandi dan melihat kakaknya dan Rachel telah selesai makan malam, mereka berdua tenggelam kedalam obrolan mereka. Dan saat Julius duduk untuk menyantap makananya mereka menatap Julius bersamaan lalu,
“Hahaha…”.
“Uhuk!”. Julius terkejut, dia tersedak makanan dan hal itu menambah tawaan mereka.
“Apa yang kalian bicarakan huh?” heran Julius.
“Entahlah, ayo tidur Rachel” meledek Julius.
“Kakak!”.
Keesokan paginya. Percikan cahaya matahari menembus gorden berwarna abu-abu, pria itu perlahan membuka kedua kelopak matanya.
Brak! Tiba-tiba terdengar suara benda-benda yang terjatuh dan Julius bergegas memeriksanya, dia takut terjadi hal yang tak diinginkan. Dan benar saja, di lantai dapur terlihat seorang gadis yang berusaha untuk berdiri.
“Rachel!, kau tidak apa-apa?’’Pria itu membantu membangunkan Rachel.
“Maaf Julius, aku hanya ingin membuatkan sarapan untukmu”. Wajah Rachel terlihat sangat sedih, dan reflek tangan kanan Julius mengelus kepala Rachel yang mungil.
“Tidak apa-apa kok, terimakasih aku sangat senang dan sekarang kau mandi saja yah?Oh iya, kakak dimana?”
“Dia pergi pagi-pagi sekali, entah kemana dia akan pergi”.
“Oh begitu ya”. Kakak Julius sangat pandai dalam membaca keadaan, dan tentunya dia tahu hal terbaik apa yang akan dia ambil.
Setelah selesai dengan semua urusan mereka, mereka berdua bergegas berangkat kesekolah. Sekolahan mereka tak begitu jauh, mereka berdua jalan dengan Rachel menggandeng telapak tangan kanan Julius yang lebih besar darinya.
“Maaf Julius, aku kehilangan tongkatku kemarin”.
“Ahaha sudah lupakan saja, aku akan terus menggandengmu sampai kelas oke?’’
Dibalik senyuman pria blasteran itu terdapat sebuah unek-unek yang tak dapat ia sapaikan,”Anggap saja ini sebuah penebusan dosaku dimasa lalu, aku kan terus melindungimu”.
Rachel adalah seorang seniman abstrak yang terkenal, sebenarnya bakatnya sudah terkenal sejak kecil, namun kedua orang tuanya memilih untuk merahasiakannya. Selain itu, semenjak lulus dari sekolah dasar, dia mulai popular akan kecantikannya, bahkan teman lamanya sampai tak mengenali sosok yang selama ini menjadi bahan tertawaan. Dan tentu saja, di SMA sekarang, dia merupakan primadona sekolahanya, bahkan ada yang menjulkinya sebagai “cold pricess” mungkin karena Rachel jarang ngobrol dengan orang-orang.
Berbeda dengan Julius, dia pria yang paling ditakuti, bukan tampangnya yang menyeramkan tetapi karena dia merupakan atlit Taekwondo yang sering menjuarai beberapa pertandingan se-Internasional, Julius pernah di keroyok 10 orang anak dari sekolah lain karena salah paham, ironis 10 anak tadi babak belur di hajar Julius dan tentunya berita tersebut menyebar dan menjadikan Julius menjadi pria yang di takuti. Julukan yang diberikan kepada Julius adalah “Smile of devil”, beberapa orang mengatakan setiap dia selesei membereskan urusannya dia selalu menunjukan senyuman yang terlihat mengerikan. Mungkin semenjak penyesalannya di masalalu membuatnya berubah seperti ini, keinginan untuk melindungi orang yang ia sayangi.
Sesampainya di gerbang sekolah,hampir seisi sekolah terheran melihat Julius dan Rachel bergandengan. Seorang yang ditakuti orang-orang, yang dikira tak memiliki hati sama sekali, kini menggandeng dengan lebutnya seorang gadis. Seketika suasana sekolah mendadak sunyi. Orang-orang terheran-heran, sebenarnya apa hubungan mereka berdua?, orang-orang hanya tediam melihat hal paling langka.
Sesampainya di kelas, pelajaran dimula. Di tengah jam pelajaran, tiba-tiba Pak guru mengumumkan sesuatu.
“Baiklah anak-anak, kali ini akan ada murid pindahan, silahkan masuk”.
Seisi kelas terhening, kemudian masuklah pria berpenampilan rapi memasuki kelas.
“Perkenalkan namaku Sato maeda”
Seketika Rachel tiba-tiba gemetar, seakan mendengar sebuah kutukan yang dibacakan untuknya. Julius hanya bisa terheran-heran, dikepalanya hanya terisi berbagai macam teka-teki atas kejadian akhir-akhir ini.
Bel istirahat berbunyi, Julius langsung pergi dengan bekal makanan di tangan kanannya menuju tempat favoritnya, atas sekolah. Hal-hal yang terjadi akhir-akhir ini mulai mengutak-atik otak Julius, dia tak tau harus berbuat apa. Dia berdiri, menghadap halaman sekolah dari atas berusaha menenangkan diri lalu Tsuk! Tiba-tiba menancaplah sebuah pisau kecil dari arah belakang, walaupun Julius ditakuti dia tetaplah manusia dan dia tumbang seketika. Cairan dingin berwarna merah pekat merembes keluar, padangan Julius memudar.
“Wah jadi kau Julius ya? Anggap saja ini kecelakaan oke? Ah alasanku melakukan ini karena aku dan Rachel akan segera dijodohkan, tetapi Rachel malah lebih memilihmu padahal kau tidak pernah berbuat apa-apa bukan?”.
Dengan tenaga yang tersisa, Julius berusaha berdiri”Aku tau kalau aku ini seorang pecundang, orang yang membiarkan Rachel terus-terusan terluka tapi, perlu kau ketahui, aku tidak , aku tidak ingin diriku tetap hidup seperti ini! Melihat orang yang kita sayangi terluka dan kita hanya bisa dia saja, rasanya.. ingin mati sa-“.
Bruk! Julius yang tak kuasa menahan luka tusukan terpingsan. “Ugh! Dimana aku?” gumam Julius. “Kau sekarang ada di rumah sakit dasar adik bodoh!”. Suara yang tak lain adalah kakak perempuannya.”Kenapa aku masih-“.”Cukup Julius”. Sela kakak Julius berbarengan dengar tetesan bening di bawah kelopak matana Silicia.”Kak, berikan aku selebar kertas dan pulpen”.
Sabil mengusap air matanya, dia mencari-cari apa yang diinginkan Julius.”ini”, memberikan kertas dan pulpen. Sebuah tusukan di belakang jantung tentu sangatlah fatal, sekuat apapun manusia, dia pasti akan merasakan, kematian.
Di pagi yang sunyi, berbagai isak tangis orang-orang di pemakaman terdengar jelas. Dengan berat hati, Rachel yang berdiri di sebuah maka baru membuang semua kesakitanya lewat butiran-butiran beningnya, kemudian Silicia membacakan surat yang diperutukan Rachel.
To: Rachel
Aku tahu, kau pasti khawatir kepadaku. Aku yang tak bisa berbuat apa-apa ini hanya bisa mendoakan sebuah kebahagiaan, kalau boleh, aku ingin mengatakan yang sejujurnya. Rachel aku mencintaimu, apakah aku sudah terlambat? Aku hanya ingin kau bahagia, walaupun bukan denganku, tetapi aku rasa kau hanya bisa baagia denganku bukan? Ahaha..aku bercanda, dengar Rachel jika kau merasa kesepian, jika kau merasa sedih atau terluka, tutup matamu dan rasakan hal-hal sepele yang membuatmu senang ataupun tertawa. Aku harap surat ini sampai kepadamu, karena aku khawatir kalau kakak bodohku akan melupakanya.
From
Julius
Kata perkata masuk telinga Rachel, dia hanya bisa menangis dan menangis, “ternyata masih ada orang yang mencintainya dengan tulus” gumamnya.
Coretan cat warna diayunkan dengan anggunya, Rachel mencoba melukiskan sebuah pecahan kesediah menjadi sebuah kebahagiaan, paeran karya seni akan dibuka untuk kalangan elit, tetapi tujuan Rachel hanya ingin mengungkapkan semua perasaanya kedalam sebuah kanvas putih.
“Rachel! Keluarlah! Apakah kau akan terus menutup matamu rapat-rapat huh?” terdengar suara pria yang tak asing. Rachel berlari menengok keluar jendela, terpaparlah seorang pria yang dia cintai, Julius. “Maaf!, aku segera turun”.
“Dasar kau ini! Mengapa melupakan kencan pertama kita huh”, mengelus rambut Rachel dengan lembut.”Iya maaf”. Bertingkah seperti anak kecil. “Julius, jika kau mencintaiku tutuplah mataku”. Julius hanya bisa memiringkan kepalanya heran.”Biarkan aku merasakan sebuah kebahagiaan bersamamu”.
“Ahaha.. baiklah, kemarilah”. Rachel berbalik badan lalu, Julius memeluk Rachel dari belakang dengan kedua tangan menutup kedua mata Rachel.
Sato maeda mengalami kecelakan tepat sebelum hari pertunangannya dengan Rachel, dan nyawanya tak tertolong. Keluarga Sato mengizinkan permintaan anaknya, mendonorkan mata Rachel dengan harapan bisa elihat orang yang ia sayangi walaupun dengan orang lain, dia sadar apa yang dikatakan Julius benar, sangat menyakitkan melihat orang yang kita sayangi terluka dan kita hanya bisa terdiam.