“Beberapa surat tak untuk dikirimkan, hanya untuk melegakan apa yang tak terucap.”
Untuk kamu,
yang pernah kutinggalkan sebelum sempat kita mulai,
Bagaimana kabarmu?
Pertanyaan sederhana yang tak pernah bisa kutanyakan dengan suara.
Terlalu banyak waktu yang sudah kita lewatkan sendiri-sendiri,
hingga rasanya tak tahu lagi bagaimana menyapamu
tanpa membuat luka lama berdarah ulang.
Aku sering memikirkanmu,
bukan dengan cara yang menyakitkan,
tapi dengan cara yang sunyi—seperti doa yang tak pernah selesai,
seperti nama yang kusebut pelan setiap kali hujan turun terlalu lirih.
Maaf…
karena aku pergi begitu saja.
Karena aku memilih diam saat kamu bertahan.
Karena aku terlalu takut pada rasa,
dan terlalu pengecut untuk mencintaimu dengan jujur.