Loading...
Logo TinLit
Read Story - the Last Climbing
MENU
About Us  

Selama beberapa hari Raymond tidak datang ke kampus, di rumahnya juga tidak ada. Beberapa anggota Adventure yang prihatin dengan kondisi itu, lantas diam-diam menemui Maryam. Meminta Maryam menasehati Marco agar tidak memperpanjang masalah dengan Raymond, karena dampaknya sangat tidak mengenakkan buat organisasi mereka. Saat itu Maryam tidak paham ada masalah apa, dia pikir Marco kembali pada hobi lamanya, yaitu tawuran di kampus. Maryam tidak mau ikut campur.

“Tapi nggak ada salahnya dicoba ngomong sama dia, Mbak. Siapa tahu kalau Mbak yang ngomong, dia rada-rada mikir juga. Ayolah Mbak, masak buat kebaikan orang lain, Mbak nggak mau membantu sih?”

Suatu sore Maryam menemui Marco yang sedang mengawasi latihan panjat climbing wall.

“Marco, ada yang bilang, kamu mengancam akan mengh@jar seseorang, kalau orang itu datang ke kampus. Siapa orang itu? Preman?” tanya Maryam.

“Ngapain preman datang ke kampus? Preman mah nangkring aja di terminal.”

“Kalau orang itu mahasiswa di sini, dia berhak juga datang ke kampus, berhak kuliah dengan nyaman, karena dia sudah bayar. Kenapa kamu menghalang-halangi seseorang untuk memperoleh haknya?” ujar Maryam.

“Aku nggak pernah menghalangi siapa pun datang ke kampus ini.” Marco mengerutkan alis sembari menatap wajah Maryam, “Maksud kamu Raymond? Sejak kapan kamu jadi jubir si Raymond?”

“Anggota yang yunior itu bilang ke aku kalau kamu berantem sama Raymond. Mereka jadi nggak nyaman, terus minta aku ngomong sama kamu, supaya kamu dan Raymond bisa akur lagi.”

Marco menoleh ke arah homebase, banyak yunior sedang ngumpul.

“Mau-maunya ya, kamu disuruh sama brondong-brondong itu!”

“Ah capek deh Marco, ngomong sama kamu suka bikin stres!”

“Masak sih?” Marco malah ketawa, “Tapi kamu suka kan?”

Maryam tetap pasang wajah serius. “Begini saja Marco … kalau besok lusa Raymond datang ke kampus, kamu akan membiarkannya kuliah dengan tenang?”

Marco juga akhirnya serius. “Kalau Raymond mau datang ke kampus, ya datang aja. Mau kuliah, ya kuliah aja. Aku nggak ada urusan!”

“Bener nih, nggak ada urusan?” desak Maryam. Marco diam saja.

Setelah itu, Marco kelihatan lebih tenang. Malah dia berjanji pada seluruh anggota Adventure, tidak akan lagi membawa organisasi ke dalam konflik fisik, baik dengan sesama anggota, juga dengan pihak lain. Kemudian Raymond kembali ke kampus, dan Marco membiarkannya. Cuma dia tak mau menyapa Raymond, apalagi ngobrol.

Jika Raymond masuk ke homebase, Marco memilih pergi karena enggan berada di ruangan yang sama dengan Raymond. Kondisi itu berlangsung hingga berbulan-bulan. Ternyata Marco tahan diam-diaman dengan orang lain, jika dia sangat marah, tapi tidak bisa ngajak adu jotos. Raymond menyadari hal itu, tapi dia tak peduli. Namun kondisi itu bikin tidak enak para anggota Adventure. Mereka cari cara untuk membuat kedua orang itu mau saling bicara lagi.

Saat ulang tahunnya yang ke 21, Raymond sengaja bikin party di sebuah diskotek dengan mengundang banyak rekannya, termasuk Marco.

“Raymond mengundang teman-teman SMA-nya. Banyak cewek lho, Bang. Siapa tahu kita bisa dapat pacar baru.” Bujuk beberapa anggota Adventure.

“Gue nggak mood ke diskotek.” Begitu jawab Marco saat diberi undangan.

“Kalau Bang Marco nggak mau, berarti isyu itu mungkin benar ya….”

“Isyu apa?”

“Sorry Bang, ada yang bilang, Bang Marco sebetulnya … boty?”

Marco melotot. “Buset! Siapa yang bilang?”

“Jadi isyu itu nggak betul, ya? Kenapa atuh sudah semester VII, ngakunya masih juga nggak punya pacar? Banyak cewek kampus yang mau jadi pacar Bang Marco.”

“Pacaran itu nggak penting, buang waktu! Gue mau langsung merit.”

“Sama siapa?”

“Yang jelas, bukan dengan sesama jenis!”

“He he he. Kalau belum ada calon mah, jangan tolak undangan kita dong! Cuma merayakan ulang tahun, milih di diskotek, biar lebih meriah gitu loh.”

Marco datang juga ke pesta ulang tahun Raymond, dengan naik taksi, karena dia tidak ingin ada mata-mata orang tuanya yang menemukan mobilnya terparkir di tempat hiburan malam. Selama party, Marco cuma duduk, makan snack, minum orange jus, sambil menatap bosan pada rekan-rekannya yang berjoget dengan pasangan masing-masing. Hentakan musik dan kelap-kelip lampu membuat kepalanya sakit. Selama bertahun-tahun, sejak SMP, Marco terbiasa menghabiskan weekend dengan berada di alam bebas yang jauh dari keriuhan kota, camping di gunung, menelusuri gua, sungai, pantai, atau memanjat tebing.

Acara berakhir, Raymond mengajak Marco naik mobilnya. Melihat upaya Raymond yang begitu gigih untuk berbaikan dengannya, akhirnya Marco luluh juga hatinya. Dia mau diantar pulang oleh Raymond. Akan tetapi Raymond telah meminum miras, dia agak mabuk, menjalankan mobil dengan ngebut tapi ngawur. Marco mengambil alih kemudi. Akhirnya justru Marco yang mengantar Raymond hingga tiba di rumahnya. Marco sendiri pulang dengan naik taksi.

Saat masa perkulihannya masuk semester VIII, Marco mundur sebagai komandan The Adventure, jabatan komandan diserahterimakan kepada Raymond. Saat itu Raymond merayakan pengangkatannya di homebase, dengan memanggil penjual bajigur, lalu mentraktir semua anggota Adventure untuk minum bajigur dan makan penganan rebus-rebusan yang juga dijual oleh tukang bajigur itu. Secara diam-diam, Marco mengganti bajigur yang bakal diminum Raymond, dengan jamu pahit yang warnanya mirip bajigur. Sekembalinya dari kamar mandi, Raymond meminum bajigur itu, dan langsung muntah.

Marco tertawa, “Itu jamu galian singset, maknyoos, kan?”

“Kur@ng ajar, lo yang ngeganti bajigur gue ya?”

“Cuma segitu aja lo udah sewot! Gimana dengan gue, yang terancam DO, gara-gara hasil tes gue ditukar sama lo, entah dengan punya siapa?! Bokap gue malah menyangka betulan gue kena narkoba, sampai gue harus tes urine dua kali di RSKO.”

“Jadi lo masih dendam sama gue?!”

“Ya iyalah! Cara lo kotor!”

“Kalau mau ngebales, ayo sekarang kita selesaikan! Lo pikir gue takut sama lo?”

“Lo memang takut sama gue, buktinya kemarin-kemarin itu lo nggak berani datang ke kampus!” ejek Marco.

“Gue nggak ke kampus karena bantuin bisnisnya papa gue! Enak aja dibilang gue takut sama lo?! Ayo, kalau masih dendam sama gue, lo mau kita duel di mana?”

Marco malah menyeringai. “Janji dulu, lo nggak bakal nangis kalau entar gue tampol.”

“Banyak omong lo! Ayo sini kalau memang lo bisa ngeh@jar gue!” Raymond bertolak pinggang.

“Bang, please, jangan mulai lagi!” Beberapa anggota Adventure mulai cemas bakal ada lagi insiden perkelahian di kampus. Mereka lantas berdiri di antara Marco dan Raymond. “Bang, sudah Bang, eling Bang!”

Saat itu Marco bicara lagi pada Raymond, “Lain kali, pasti lo bakal gue bales sampai lo nggak bisa lagi ngoceh!” lantas Marco pergi dari homebase.

Raymond tampak terhenyak, terdiam. Beberapa rekannya menenangkan dirinya, mengajak makan dan minum bajigur lagi. Hari-hari selanjutnya tak ada kejadian berarti di homebase, tak ada perkelahian lagi. Marco dan Raymond bersikap biasa, kalau pun harus ngobrol, seperlunya saja. Hingga datang hari naas itu, hari kematian Raymond.

Berdasarkan fakta-fakta itulah, maka pihak keluarga Raymond, dan juga penyidik, mencurigai bahwa tewasnya Raymond bukan karena faktor kebetulan, tapi hasil dari rekayasa yang cukup rapi. Perencana pembunuhan, tentu saja orang yang sakit hati terhadap Raymond. Siapa lagi kalau bukan Marco.

Polisi menggeledah beberapa barang milik Marco, yaitu ransel dan bagasi motor. Ternyata penyidik menemukan semacam serbuk yang melekat dalam bagasi motor, jumlahnya sangat sedikit, sepertinya hanya serpihan yang tumpah sedikit dari bungkusan besar. Penyidik mengambil serbuk itu, dan membawanya ke Lab. Farmasi. Hasilnya mencengangkan. Ternyata serbuk itu adalah racun tikus. Bahan aktif dari racun tikus itu adalah arsenik trioksida. Dengan bukti itu, polisi akhirnya menahan Marco.

Penahanan terhadap Marco menjadi berita besar di media cetak lokal, karena Marco ternyata putra Ardianto Wiratama, seorang pengusaha dan politikus. Mendadak banyak wartawan yang menyerbu kampus Universitas Taruma Bandung, untuk mencari tahu kasus pembunuhan itu. Bahkan ada media yang memuat asumsi dari beberapa tokoh politik, tentang kasus itu, katanya kasus pembunuhan itu adalah hasil rekayasa pihak yang mau melakukan character assassination (pembunuhan karakter) terhadap Ardianto Wiratama, karena dia akan mencalonkan diri dalam Pilkada tahun depan, dengan didukung oleh koalisi beberapa parpol.

Saat diwawancarai wartawan, Ardianto enggan mengomentari soal asumsi pembunuhan karakter itu. Sambil melangkah keluar dari kantornya, beliau bilang, akan mengupayakan penangguhan penahanan bagi putra ketiganya.

***

RSKO adalah Rumah Sakit Ketergantungan Obat

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags