Bermula dari rencana Ekspedisi Jayawijaya yang diprakarsai oleh Mabes TNI setahun yang lalu, dengan target menggelar upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus dan pengibaran bendera merah putih di puncak tertinggi tanah air. Pendakian itu juga ditujukan untuk kampanye penyelamatan gletser Jayawijaya dari pemanasan global. Jumlah tim 17 orang. Pihak TNI akan memberangkatkan 7 orang prajuritnya, sedangkan 10 orang lagi adalah orang sipil.
Ketika itu pihak TNI mengajak siapa saja yang berminat untuk menggapai puncak Jayawijaya. Acara pendakian gunung itu akan diliput oleh sebuah stasiun TV, sebagai acara reality show. Banyak yang mendaftar, para pendaki gunung yang benar-benar ingin menaklukkan puncak Jayawijaya, ataupun yang pengin nampang di TV, mungkin cari peluang buat jadi host di TV untuk acara wisata petualangan.
Dengan seleksi ketat, akhirnya didapat 20 orang yang harus melewati seleksi tahap akhir, yaitu tes kesehatan. Sedangkan yang akan diambil cuma 10 orang dari mereka. Saat itu, satu-satunya wakil dari Bandung adalah Marco. Sebetulnya Raymond juga mendaftar, tapi dia tidak lolos masuk 20 besar.
Saat pemberitahuan hasil tes kesehatan, ternyata Marco bukan cuma tidak lolos, tapi juga kena teguran keras dari petugas medis yang memeriksanya di sebuah rumah sakit. Hasil tes urinenya positif mengandung narkoba. Bahkan pihak rumah sakit lantas mengirimkan hasil tes kesehatan itu ke kampus. Akibatnya sangat fatal buat Marco. Semester VI itu dia sudah minta izin cuti akademis karena mau ikut ekspedisi Jayawijaya. Tapi karena hasil tes kesehatan itu, Dekan Fakultas Ekonomi mengubah izin cutinya, jadi DO.
Kemudian ayahnya Marco datang ke kampus untuk minta keringanan hukuman, akhirnya DO diubah menjadi skorsing selama satu semester. Tidak ada mahasiswa lain yang tahu dengan hukuman skorsing itu, karena mereka pikir Marco lagi cuti.
Selesai masa skorsing, Marco kembali ke kampus. Kuliah, dan kembali memimpin UKM Adventure. Ketika Marco cuti, jabatan komandan sempat diberikan kepada Raymond. yang saat itu jadi wakil komandan. Pada sebuah rapat umum anggota Adventure, Raymond meminta Marco mundur, karena masa kepemimpinannya sudah dua tahun. Marco bersedia mundur, jika mayoritas anggota menghendakinya. Ternyata hampir semua anggota masih menghendaki dipimpin oleh Marco.
Ketika rapat hampir usai, Raymond bicara bahwa UKM Adventure tidak boleh dipimpin oleh senior yang terlibat narkoba, dan kena skorsing dari kampus. Perilaku itu bisa ditiru oleh anggota yunior.
“Siapa yang lo maksud, hah?!” tanya Marco saat itu.
Raymond berdiri di depan forum. “Rekan-rekan, saya akan beritahu siapa sesungguhnya orang yang selama ini memimpin kita! Dia gagal berangkat ke Jayawijaya karena hasil tes urinenya positif mengandung narkoba! Dia bilang sama kalian semua, kalau dia cuti, padahal dia kena skorsing akibat kasus narkoba itu! Tadinya mau di DO, tapi Rektor kita segan sama bokapnya, makanya hukuman buat dia cuma skorsing satu semester! Nah, apa kalian masih mau dipimpin oleh Marco?!”
Tak ada yang menjawab, semua mata menatap ke arah Marco. Kemudian Marco berdiri, lalu menghampiri Raymond, dan tiba-tiba mencengkeram kerah baju Raymond, menyeretnya keluar dari ruangan. Di teras homebase, Marco menghempaskan tubuh Raymond ke climbing wall.
“Nggak ada orang yang tahu soal hasil tes urine itu…!” desis Marco di dekat kuping Raymond. “Bokap gua sudah wanti-wanti sama rektor supaya jangan ada yang tahu kalau gue kena skors! Lantas bagaimana lo bisa tahu, hah?!”
Raymond akhirnya mau mengakui sesuatu.
“Ha ha ha… karena gue nggak lolos seleksi ke Jayawijaya, gue nggak rela kalau dari kampus ini ada yang bisa lolos! Apalagi kalau orang itu adalah lo! Jadi gue sogok petugas lab di rumah sakit itu, supaya lo nggak bisa lulus uji kesehatan!”
Marco melotot dengan tubuh bergetar menahan amarah. Selama ini dia tak pernah bisa mengerti, kenapa hasil tes urinenya positif mengandung narkoba? Padahal boro-boro pakai narkoba, merokok pun dia tak pernah.
Raymond bicara lagi, “Sorry ye, saat itu gue cuma ingin membuat lo nggak lulus seleksi. Gue nggak nyangka kalau dokter yang memimpin tim seleksi kesehatan, kemudian malah mengirimkan hasil tes itu ke kampus kita, sehingga bikin lo kena skorsing. Tapi kan, sekarang lo sudah boleh kuliah lagi….”
Ucapan Raymond terputus karena rahangnya dit1nju oleh Marco. Lalu menyusul tinju kedua, ketiga.
“Gue 6unuh lo! Gue 6unuh lo!” teriakan Marco yang penuh amarah terdengar jelas oleh orang-orang yang berada di teras homebase.
Tubuh Raymond sempoyongan, dia coba tetap berdiri dan mengayunkan tangan hendak balas menyerang Marco. Namun, Marco berkelit, lantas men3ndang bahu Raymond, hingga Raymond tersungkur.
“Bangun lo! Apa lo cuma berani memfitnah gue? Kalau lo punya dendam sama gue, ayo lawan gue sekarang!” Marco menarik baju Raymond, supaya tubuh Raymond berdiri lagi.
Raymond menyeka hidungnya yang berdarah. Diam-diam dia merogoh saku celana panjangnya, mengambil pisau Swiss Army yang memang sering dibawanya. Raymond menyerang Marco dengan pisau itu. Marco mengelak, kemudian mendorong tubuh Raymond hingga jatuh tertelungkup. Raymond meringis kesakitan ketika sepatu Marco menginjak lengannya. Marco memungut pisau itu, lantas tangannya merogoh saku celana Raymond, untuk mengambil sesuatu.
“Apa yang lo ambil?” teriak Raymond.
Beberapa orang berlari ke arah Marco dan Raymond, karena khawatir melihat ada senjata tajam. Mereka menarik tubuh Marco agar menjauhi Raymond, ada yang mengambil pisau dari tangan Marco. Beberapa orang lagi membantu Raymond berdiri.
“Nih, ambil punya lo!” Ternyata Marco berhasil mengambil kunci mobil dari saku celana Raymond. Dia menjatuhkan kunci itu di dekat kakinya.
“Tolong ambilkan kunci mobil gue!” teriak Raymond pada orang-orang yang berdiri dekat Marco. Ada yang hendak meraih kunci itu, namun Marco lekas memijak kunci itu dengan sepatunya.
“Lo ambil sendiri ke sini!” teriak Marco.
Raymond enggan mendekat pada Marco, dia berbisik, menyuruh beberapa rekannya untuk mengambilkan kunci mobilnya itu.
“Bang, sudah cukup Bang! Berikan kunci itu pada Raymond.” tegur beberapa orang pada Marco.
“Lo nggak mau datang ke sini? Ya sudah, nih, ambil kunci lo!” Marco meraih kunci mobil itu, lantas melemparkannya hingga masuk ke selokan.
“Kura@ng ajar lo, Marco!” teriak Raymond, lantas dia bicara pada beberapa orang temannya, “Hei, bantuin gue nyari kunci itu!”
“Biarkan dia cari sendiri! Kalau ada yang bantu, bakal gue h@jar juga!” ancam Marco.
Mulanya Raymond menggunakan sebatang bambu untuk mengorek selokan itu, tapi dia gagal menemukan kuncinya. Sekali lagi dia berteriak minta bantuan temannya, namun tak ada yang bergerak mendekatinya. Terpaksa Raymond menggulung celana panjangnya hingga sebatas lutut, membuka sepatu dan kaus kaki, lantas masuk ke selokan yang sedang mampet itu. Air selokan berwarna kehitaman dan berbau busuk. Dengan telapak kakinya, Raymond coba merasakan benda-benda yang ada di dalam selokan. Akhirnya dia mencelupkan tangan di air kotor itu, untuk memungut kunci mobilnya. Raymond beranjak dari selokan, menuju kamar mandi yang ada dekat homebase, membersihkan tubuhnya dan juga kunci mobilnya.
“Hei, lepasin gue!” bentak Marco pada orang-orang yang masih saja memegangi tubuhnya. Dia baru betul-betul lepas dari cekalan rekan-rekannya, saat Raymond sudah pergi dari kampus. Marco segera menghampiri motornya, tapi ternyata bannya gembos. Ada seseorang yang sengaja menggembosinya, sebab khawatir kalau Marco akan mengejar Raymond karena masih penasaran ingin mengh@jar Raymond. Marco terus memaki, tidak jadi pergi. Akhirnya malah memanjat climbing wall, untuk mengeluarkan energi kemarahannya.