Loading...
Logo TinLit
Read Story - the Last Climbing
MENU
About Us  

Hari berangkat senja. Maryam sedang berada di rumah Nining, rekan bisnis iwak peyek. Mereka baru selesai menggoreng peyek dalam jumlah cukup banyak, karena ada pesanan dari seorang dosen.

“Ning, kayaknya aku perlu pulang dulu sebentar ke Cirebon. Sudah hampir dua bulan aku nggak pulang, kangen sama ortu.”

“Ada yang titip batik ya?”

“Iya, ada yang pesan baju batik.” Maryam memang buka jastip barang bermotif batik Cirebonan, belanjanya di Kampung Batik Trusmi, Cirebon.

“Si Abang nitip beli baju batik lagi?” Nining tersenyum lebar. Si Abang itu julukannya untuk Marco.

“Ibu kos pesan baju batik.”

“Si Abang nggak pesan apa-apa? Biasanya dia kan, selalu pesan sesuatu kalau kamu mau balik ke Cirebon. Pesan krupuk kulit kebo, nasi Jamblang, pepes rajungan, empal gentong, apa lagi? Tahu gejrot?”

“Tahu gejrot mah banyak yang jual di Bandung.” jawab Maryam.

“Jujur sama aku, Marco sudah pernah nyatain cinta sama kamu?”

“Urusan aku sama dia cuma sebatas pesan baju batik, dan makanan. Emakku kan, jualan nasi Jamblang. Marco penasaran pengin coba masakan khas Cirebon. Aku bawakan saja dagangan emakku buat dia coba. Tapi kalau empal gentong, itu tetanggaku yang jual, memang dimakannya pakai kerupuk kulit kebo.”

“Kalau suatu saat, Marco nyatain cinta sama kamu, mau kamu terima?”

“Nyatain cinta buat apa? Kalau buat pacaran, nggak lah.”

“Nyatain cinta, lantas ngajak nikah, gimana?”

“Mimpi kali ye.” gumam Maryam.

Antara kedua sahabat itu sudah sering curhat, Nining tahu jika Maryam menyimpan rasa suka pada Marco. Nining tahu jika Maryam sudah berusaha menepis rasa itu, karena menganggap punya hubungan hati dengan Marco itu mustahil. Maryam menganggap kalaupun misalnya Marco mencintai dirinya, belum tentu orang tua Marco setuju.

“Kalau misalnya suatu saat … kamu melihat Marco jalan bergandengan tangan sama gadis lain, kamu sedih nggak?”

“Nggak lah ….” jawab Maryam, lantas dia pura-pura terisak nangis. Nining ngakak melihatnya.

Pukul lima sore, Maryam hendak pulang ke tempat kos, dia sudah berada di teras rumah Nining, saat Nining melihat ponsel karena ada pesan chat yang masuk, dari grup WA antarmahasiswa.

“Maryam, kamu tahu Raymond, komandan baru Adventure?”

“Tahu. Memangnya kenapa?”

“Dia meninggal tadi siang.”

Maryam tercengang. “Tapi … aku melihat Raymond tadi siang, ada di homebase, dia segar bugar sehat wal afiat ….”

Nining melotot. “Kamu ngapain ke homebase? Nyamperin Marco?”

Maryam tidak menjawab, dia sedang berusaha mengingat-ingat apa saja yang terjadi tadi siang, siapa saja yang dilihatnya ada di dalam homebase.

“Raymond meninggal karena apa? Ada yang ngasih tau?” tanya Maryam.

Mendadak Maryam khawatir jika tadi siang, Marco salah pengertian terhadap segala yang telah diucapkannya. Tujuan Maryam supaya Marco berhati-hati terhadap orang di sekitarnya. Akan tetapi bagaimana jika tanggapan Marco malah jadi prasangka negatif terhadap seseorang? Bagaimana jika setelah Maryam pergi dari hadapan Marco, lantas Marco malah mendatangi homebase dan bertengkar dengan Raymond. Bisa saja Marco salah sangka, mengira seseorang yang dimaksud Maryam adalah Raymond. Padahal seseorang yang dimaksud Maryam adalah Silvi. Maryam menyesal sekali, tidak bicara to the point saja, menceritakan soal niat Silvi yang ingin balas dendam pada Marco.  

“Menurut info, Raymond keracunan.” Suara Nining membuat Maryam tersentak.

“Keracunan apa?”

“Nggak tahu. Keracunan itu juga masih dugaan. Tapi dia memang sudah meninggal sebelum sempat dirawat di rumah sakit. Ini sudah ada pemberitahuan resmi dari fakultasnya. Katanya jenazahnya sudah dibawa ke rumahnya, kalau mau melayat dipersilakan. Ada alamatnya juga.”

“Innalillahi wa innailaihi roji”un.”

Maryam kembali ke tempat kosnya. Usai waktu maghrib, dia memberanikan diri untuk menghubungi Marco. Menelepon Marco lebih dahulu adalah hal yang belum pernah dilakukannya. Selama ini, jika ada urusan dengan Marco, Maryam hanya kirim chat bahwa pesanan baju atau makanan sudah ada.

“Maryam?” itu suara Marco.

“Iya, ini aku.”

“Ada apa?”

“Itu … katanya temanmu di homebase, ada yang meninggal?”

Belum terdengar jawaban Marco, namun Maryam mendengar banyak suara, sepertinya Marco sedang berada di tempat yang ramai orang.

“Maryam, siapa yang bilang ke kamu?”

“Temanku, Nining. Dia masuk di banyak grup WA kampus, makanya dia selalu tahu berita apapun walau dari fakultas lain.”

“Maryam, dengarkan aku ya … kalau kamu sudah beres praktik mengajar, mending kamu pulang dulu ke Cirebon.”

“Aku memang mau pulang ke Cirebon, besok. Kamu mau pesan sesuatu?”

“Nggak. Ehmmm … besok jam berapa kamu mau berangkat?”

“Mungkin siang.”

“Memangnya nggak bisa berangkat pagi?”

“Mungkin besok pagi masih ada urusan di kampus ….”

“Besok kamu berangkat pagi aja, ya? Naik mobil travel yang berangkat pagi ke Cirebon.”

“Tapi aku biasa naik bus dari Cicaheum.”

“Besok naik mobil travel saja, biar cepat sampai.”

“Tapi … ongkos mobil travel mahal ….”

Tak terdengar jawaban Marco, tapi masih terhubung, karena Maryam mendengar beberapa suara dari ponselnya. Maryam jadi penasaran, sebenarnya Marco sedang ada di mana? Kenapa terdengar suara seperti banyak orang?

“Hei Maryam!”

“Ya?”

“Barusan aku sudah booking satu kursi di mobil travel. Berangkat besok jam tujuh pagi. Oh ya, mobilnya bukan ngetem di Cicaheum, tapi di pool travel, daerah terusan Pasteur.”

“Marco … kenapa aku harus naik mobil travel?”

“Sudah terlanjur aku pesan. Besok pagi sebelum jam tujuh, kamu sudah harus ada di pool travel. Nggak apa-apa ya, kamu berangkat pagi?”

“Berapa ongkosnya?”

“Sudah aku bayar lewat TF, kamu nggak perlu keluar uang.”

“Maaf, aku jadi merepotkan.”

“Sekali-sekali aku bayarin ongkos kamu ke Cirebon, nggak apa-apa kan?”

 “Makasih ya Marco. Kamu lagi ada di mana?”

“Aku di halaman rumah Raymond, lagi melayat.”

“Oh … pantasan banyak suara orang. Sebetulnya apa yang terjadi dengan Raymond?”

“Maryam, kamu nggak perlu membahas masalah itu. Besok pagi aku antar kamu ke pool mobil travel. Sekarang aku harus menemui orang-orang. Sudah dulu ya.” Marco memutus kontak.

***  

Polisi mendapat laporan dari keluarga Raymond tentang tewasnya Raymond. Kemudian Porestabes Bandung mengirim beberapa orang penyidik dari Satuan Reskrim untuk melakukan olah TKP di Kampus Universitas Taruma Bandung, dan terutama di homebase pencinta alam. Beberapa barang bukti diamankan, termasuk rekaman CCTV milik kampus. Rekaman CCTV yang dibawa berasal dari kamera CCTV yang paling jelas menampakkan halaman depan homebase. Tidak ada CCTV di dalam homebase. Polisi meninggalkan kampus, setelah terlebih dahulu menutup pintu homebase, menguncinya, menyita kuncinya, memasang beberapa palang kayu di pintu homebase, dan sentuhan terakhir adalah memasang police line.

Seorang anggota Adventure yang merupakan rekan terdekat Raymond, ternyata merekam kejadian tersebut, sejak dari Raymond berniat menukar jus alpukat itu dengan buah mengkudu. Orang itu bernama Johan, dia satu angkatan dengan Raymond di FT, satu angkatan pula saat masuk menjadi anggota Adventure. Polisi meminta Johan turut ke markas Polrestabes Bandung, untuk mengidentifikasi barang bukti.

“Rencananya kami itu cuma mau nge-prank, Pak.” Johan memulai kesaksiannya. “Waktu jus alpukat dan bakso itu diantar sama pedagangnya ke dalam homebase, mulanya kami biasa saja. Hampir semua anggota Adventure pernah beli jajanan di luar, terus dimakan di dalam homebase.”

“Mau nge-prank siapa?” tanya polisi penyidik, Inspektur Ekky Wahyudi.

“Nge-prank Marco. Bakso dan jus alpukat itu pesanan Marco.”

“Siapa Marco itu?”

“Mantan komandan Adventure/”

“Orang yang pernah memimpin kalian, mau kalian prank?”

“Marco juga suka ngerjain kami saat kami ikut diksar, di awal masuk jadi anggota Adventure.”

“Jadi tujuannya mau balas dendam?”

“Nggak sampai ada dendam, Pak. Kami cuma mau ngebalas Bang Marco dengan cara yang konyol aja, makanya namanya bukan balas dendam, tapi prank.”

“Siapa yang punya ide untuk prank itu?”

“Raymond.”

“Siapa yang punya ide menukar jus alpukat dengan mengkudu?”

“Raymond juga.”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags