Arga mengajak Reina olahraga pagi dengan berlari-lari kecil, sekitar Mansion. Belum ada satu jam, baru setengah jam, Reina terlihat sudah lelah sedangkan Arga tidak lelah sedikit pun.
Menghentikan langkah kaki, tertinggal jauh di belakang Arga yang tidak menyadari Reina yang sudah tidak ada di belakangnya.
"Gimana? Sudah mulai lelah?" tanya Arga pada Reina. Tidak mendengar jawaban dari belakang, serta baru menyadari tak ada langkah kaki yang mengikutinya, Arga pun menoleh ke arah belakang di mana Reina tengah berjongkok di depan sana.
Membalikan tubuh, Arga berlari menghampiri Reina yang terus memasang wajah selelah itu. Nafas yang semula terengah-engah, sudah mulai beraturan. Arga berjongkok di hadapan Reina yang memasang wajah datar.
"Sudah saya duga kalau kamu kurang olahraga. Olahraga itu baik untuk kesehatan lho, Re. Kenapa kamu gak meluangkan waktu untuk olahraga?"
"Bukankah sudah jelas alasannya? Saya malas, Pak." Ya, Reina adalah tipe orang yang jujur, namun sejujur jujurnya Reina, tentu ia memiliki rahasianya tersendiri.
Salah satu tangan Arga terulur ke arah Reina, dengan cepat dan senyum lebar karena berpikir bahwa olahraga pagi telah selesai, Reina taruh salah satu tangannya di tangan Arga itu. Arga bantu Reina berdiri. Kemudian, mereka jalan bersama dengan tangan yang saling terpaut satu sama lain.
"Mau minum?" tanya Arga sembari menoleh ke arah Reina.
"Ice cream." Seraya tersenyum.
"Kamu belum terkena makanan apa pun lho, sudah mau makan ice cream."
"Ice cream kan susu, Pak. Jadi gak akan ada masalah dengan perut saya." Dengan wajah berusaha meyakinkan Arga.
Demi perempuan yang dicinta, Arga membawa Reina ke salah satu Minimarket hanya untuk membeli ice cream. Sembari jalan Reina memakan ice cream cokelatnya itu dengan wajah bahagia. Sangat berbeda dengan saat Arga mengajaknya olahraga pagi.
"Apa rasa ice creamnya seenak itu sampai kamu terlihat bahagia?" tanya Arga sembari menatap Reina.
Sembari menatap Arga, Reina menganggukkan kepalanya. Lalu, menyodorkan tangan yang terdapat ice cream. Mengisyaratkan Arga bisa mencobanya untuk merasakan betapa enaknya ice cream cokelat itu. Alih alih mengigit ice cream yang tinggal setengah itu, Arga menghentikan langkah kaki.
"Kenapa, Pak?" tanya Reina dengan wajah bingung.
Ibu jari Arga mendarat begitu saja di bibir Reina, membuat Reina mematung. Lalu, sedikit memasukkan ibu jari ke dalam mulut di mana terdapat sisa ice cream dari bibir Reina.
"Enak," ucap Arga dengan wajah datar. Lalu, kembali berjalan.
Reina yang masih terdiam di sana, menatap punggung laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. Salah satu tangan yang terbebas dari ice cream, menyentuh dada kanan yang degupnya begitu keras. Reina lagi-lagi meleleh dengan apa yang Arga lakukan. Hal kecil yang efek manisnya bisa seluar bisa itu.
"Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Arga sembari menatap Reina yang berada jauh di belakangnya.
Buru-buru Reina menghampiri Arga. Berjalan kembali di samping suaminya.
Sampainya di Rumah, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Reina yang masuk Kamar Mandi untuk membersihkan tubuh yang sudah terasa lengket, sementara Arga sibuk di Dapur, membuat sarapan.
Arga baru saja selesai membuat spaghetti aglio e olio yang sudah ia tata di mangkuk besar. Lalu, terdengar dering handphone. Salah satu tangan kekar itu merogoh saku celemek, menetap layar handphone yang terdapat panggilan masuk dari Baskara.
"Menemukan sesuatu?" tanya Arga saat panggilan baru terhubung.
"Ternyata dugaan Bapak benar jika pasti ada sesuatu dengan kepergian Pak Mahendra yang tiba-tiba. Saya menemukan sebuah amplop berisi foto-foto Bu Reina yang sepertinya diambil belum lama ini dengan di setiap foto diberikan noda darah!"
Rahang Arga mengeras. "Lacak siapa yang sudah mengirimkannya, dan temukan apakah masih ada orang yang diam-diam mengikuti Reina!"
"Baik, Pak."
Saat panggilan baru saja berakhir, Reina datang dengan sudah berpakaian rapi. Arga taruh handphone di atas meja Dapur, membawa mangkuk berisi spaghetti ke meja makan.
"Biar saya yang menata meja makannya, Bapak bisa mandi."
"Kalau gitu, saya serahkan sama kamu." Setelah menaruh celemek di tempat semula, dan mengambil handphone, Arga melangkah pergi dari sana.
Selesai menata meja dengan sudah membuatkan orange juice untuk Arga yang biasa meminumnya saat sarapan, Reina memainkan handphone sembari menunggu Arga.
Melihat-lihat postingan Indah yang belum sempat Reina lihat, saat Indah di Afrika. Sampai di salah satu foto Reina menemukan sesosok Revan yang sedang berbicara dengan salah satu anak laki-laki dengan foto yang diambil dari jarak lumayan jauh, karena fokusnya ke Indah yang sedang bermain lompat tali bersama anak anak perempuan.
"Saya kira kamu makan duluan," ucap Arga sembari berjalan.
Sontak Reina langsung mematikan layar handphone. "Gak sopan lah, Pak. Masa saya meninggalkan Pak Arga yang sudah repot-repot membuatkan sarapan," ucap Reina sembari menaruh handphone di atas meja.
Seperti biasa, mendudukkan diri di kursi tepat di hadapan Reina. Arga ambil piring Reina, mengambilkan spaghetti untuk Reina yang memasang wajah tidak menyangka. "Seharusnya saya yang melakukannya," ucap Reina sembari menerima piring yang Arga sodorkan.
"Sesekali gakpapa seorang suami melakukan apa yang menjadi tugas istri, bukan?" Lalu, Arga mengambil spaghetti untuk dirinya.
Reina tersenyum, terharu. Sejauh ini Arga tidak pernah meminta apa-apa dari Reina, tidak menuntut Reina harus menjadi istri yang baik. Perlakuan Arga yang semakin hari semakin manis membuat Reina semakin merasa bersalah karena belum bisa membuka kesempatan sepenuhnya unuk Arga.
Reina mulai memakan spaghetti buatan Arga yang terasa enak. "Oh ya, Pak. Sebentar lagi waktunya liburan yang biasa kita adakan setahun sekali. Apa Pak Arga sudah memikirkannya akan ke mana?"
"Nanti saya akan bahas hal itu di rapat, karena seperti tahun tahun sebelumnya di mana saya butuh pendapat yang lain. Karena ini bukan hanya liburan untuk saya, tapi untuk semuanya."
Reina menganggukan kepala, tanda mengerti. Memasukkan gulungan kecil spaghetti ke dalam mulut.
Tiba-tiba handphone Reina bergetar, memperlihatkan panggilan masuk dari Indah.
"Hallo, In." Sembari menatap makanannya.
"Sudah baca artikel soal kamu, Pak Arga dan Kelvin? Artikel itu tiba-tiba jadi trending topic di X, gara gara ada yang beragumen kalau memang sepertinya sedang terjadi cinta segitiga di antara kalian, bahkan ada video yang memperlihatkan Pak Arga memukul Kelvin waktu di Hotel!"
Seketika Reina menatap Arga yang menatap Reina dengan wajah datar. "Aku hubungi lagi nanti." Dengan wajah serius.
"Okay."
Reina taruh handphone di meja tanpa melepas pandangannya dari Arga.
"Ada apa? Ada malasah?" tanya Arga.
"Saya pikir mungkin saya akan terlibat dengan Pak Kelvin."
"Maksud kamu?" Sembari mengerutkan dahi.
"Ke depannya Pak Arga harus pandai menahan emosi di depan Pak Kelvin."