Sepertinya seseorang di hadapan Arga lebih menarik dari pada makanan di meja. Tidak seperti Reina yang lahap menyantap makanannya, Arga sibuk memperhatikan Reina. Menurut Arga, Reina terlihat lucu saat makan. Reina yang biasanya makan dengan tenang dan berwibawa mulai memperlihatkan sisi lainnya, yaitu makan dengan lahap tanpa peduli tanggapan Arga. Apa karena Reina sudah mulai nyaman bersama Arga?
Drrrtt
Diletakkannya sendok dan garpu di atas piring, lalu mengambil handphone yang memperlihatkan panggilan video dari Indah. Reina terima panggilan video itu.
"Hai hai," sapa Indah yang terlihat happy.
"Siap gak nih memulai hari pertama di sana?" tanya Reina.
"Siap dong. Bye the way, kamu lagi makan ya?"
"Iya nih."
"Sama siapa? Sendiri?"
Reina menatap Arga sekilas di mana Arga tengah menatap Reina. "Sama Pak Arga."
"Ohhh, nanti aku kirimkan video suasana di sini, Re."
"Iya."
"Kalau gitu, selamat menikmati makan siangnya."
"Mm."
Reina taruh kembali handphone di atas meja. Melanjutkan makannya, dan baru menyadari bahwa Arga belum menyentuh makanannya sama sekali.
"Pak Arga gak makan?" Lalu, memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut.
Arga pegang sendok dan garpu, mulai menyendok makanan, menaruhnya di atas piringnya. Memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut dengan wajah datar. Kemudian, Arga terpantau mengeluarkan dompet dari dalam jas. Mengambil sebuah kartu atm yang ia letakkan di meja tepat di hadapan Reina.
"Kamu bisa menggunakannya," kata Arga.
Reina menggeser kartu itu ke hadapan Arga. "Saya gak bisa menerimanya."
"Kenapa? Apa karena kamu memiliki uang yang cukup banyak sampai menolak memakai uang saya?" Tentu saja Reina memiliki uang yang cukup banyak, selain gaji menjadi sekretaris yang tinggi, Reina adalah pewaris satu satunya Rumah Sakit besar milik Ayah-nya.
"Bukan seperti itu, Pak. Maksud saya ...."
Kenapa aku harus memakai uang dari lelaki yang bahkan menikahi aku karena terpaksa? Bukan hal yang baik menggunakan uang hasil kerja keras Pak Arga.
"Saya mau mulai sekarang kamu menggunakan uang saya! Uang kamu, bisa kamu simpan." Arga serius dengan ucapannya.
Haruskah Reina mengambilnya? Reina nampak bingung. Mungkin jika Arga mengatakan bahwa ia menikahi Reina bukan karena terpaksa, tapi karena cinta, Reina mungkin akan bersikap sebagai seorang istri. Reina akan menggunakan uang Arga dengan senang hati karena merasa itu sudah tanggung jawab Arga menafkahinya. Namun, sampai sekarang pun Arga masih menyembunyikan isi hatinya.
Pada akhirnya Reina ambil kartu itu. "Saya akan mengambilnya tapi gak akan menggunakannya." Reina masih kekeh dengan prinsipnya.
Arga tidak menjawab, melanjutkan makannya.
Setelah makan, mereka langsung pergi ke Hotel. Tidak membutuhkan waktu lama, mobil sport Arga terhenti di depan pintu masuk Hotel yang terlihat begitu berkelas—THE RAVELIN. Arga dan Reina melangkah masuk ke dalam dengan beberapa karyawan yang berada di Lobi, sedikit membungkukan badan, tanda hormat.
Ketika Arga, Reina dan manager Hotel tengah menunggu pintu lift terbuka, muncul seorang lelaki yang sedang menjadi perbincangan hangat di sosial media, Kelvin. Kelvin berdiri di samping Arga yang raut wajahnya langsung berubah, seperti malas.
"Sudah lama kita gak bertemu, iya kan?" Kelvin menoleh ke arah Arga yang mencoba bersikap biasa.
"Sepertinya," jawab Arga sembari menatap Kelvin sebentar.
Kelvin menoleh ke arah Reina yang sibuk memainkan handphone, terlihat tidak peduli dengan apa yang dibicarakan Arga dan Kelvin. "Hai, kamu pasti Sekretarisnya Arga," sapa Kelvin dengan senyum yang terlihat mencoba menggoda Reina.
Reina tersenyum, namun hanya sekadar memperlihatkan bahwa ia ramah. Setelahnya, Reina kembali menatap layar handphone.
Tiba-tiba Kelvin mengarahkan kepalanya ke belakang kepala Arga. "Cantik. Boleh kali Ar kenalin ke saya, siapa tahu dia lebih luar biasa di atas kasur dari pada pacar Adik kamu itu," bisik Kelvin.
Bugh
Reina, dan semua orang yang ada di Lobi terkejut dengan Arga yang tiba-tiba melayangkan pukulan pada wajah Kelvin yang sudah tersungkur ke lantai. "Pak," ucap Reina sembari memegang lengan Arga dengan tatapan khawatir dan takut jika Arga melakukan sesuatu yang buruk. Perihalnya wajah Arga sudah berubah seperti siap membunuh.
Sepertinya Kelvin tidak merasa bersalah atau takut dengan Arga, lelaki itu tersenyum penuh arti. Berdiri dari duduk dengan terus menatap Arga. "Tenang saja, Ar. Saya gak akan ambil milik kamu, cuma mungkin hanya menyicipi sedikit."
Arga hendak melayangkan pukulan lagi pada Kelvin, namun tangannya sudah lebih dahulu ditahan Reina. "Jangan, Pak!"
Ting
Kelvin melangkah masuk seorang diri. Setelah pintu lift menutup Reina melepaskan tangan Arga. "Bagaimana bisa Bapak melakukan itu sama tamu!" Reina marah.
"Saya gak butuh tamu seperti dia!"
"Pak!" bentak Reina yang mulai kecewa dengan Arga yang tidak bisa jaga sikap.
"Kamu gak tahu apa-apa."
"Saya memang gak tahu masalah pribadi kalian, tapi senggaknya Bapak bisa menahan emosi! Memperlakukannya seperti tamu yang lain apa sesulit itu? Kalau tahu Pak Arga akan berakhir seperti ini lebih baik saya datang sendiri."
Sudah dibuat kesal dengan ucapan Kelvin, Arga pun harus menerima kekecewaan karena Reina tidak mengerti dirinya. Alih alih melanjutkan pekerjaannya di sana, Arga melangkah pergi dari hadapan Reina.
"Lho, Pak Arga mau ke mana?" tanya manager hotel dengan wajah bingung.
"Biarkan saja, Pak. Saya yang akan meneruskan tugas Pak Arga," ujar Reina yang merasa Arga butuh waktu menenangkan diri.
.
.
Sudah jam 1 malam tapi Arga belum pulang dan itu membuat Reina tidak tenang. Nomor telepon Arga juga tidak aktif. Sampai Reina mendapat telepon dari Baskara yang mengatakan bahwa Arga berada di Bar. Reina pun yang masih mengenakan piyama, hanya ditambah sweater merah, pergi menemui Arga dengan mengendarai mobil pribadinya.
Melangkah masuk ke dalam Bar, di mana terlihat Baskara yang tengah duduk di depan meja bartender bersama Arga yang sudah kehilangan kesadaran. Entah berapa banyak alkohol yang ia minum. Reina tatap wajah lelah Arga yang meletakkan kepala di atas meja.
"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Pak Arga bisa semabuk ini?"
"Saya sudah tahu masalah Pak Arga yang menyerang Pak Kelvin. Mungkin karena masalah itu makanya Pak Arga seperti ini."
"Apa bertemu Kelvin seburuk itu?" Reina masih tidak mengerti.
"Pak Arga dan Pak Kelvin memiliki masa lalu yang rumit. Dulu, saat kuliah di mana Bu Reina pasti tahu kalau Pak Kelvin adalah senior Pak Arga, Pak Arga sempat memiliki hubungan dengan kekasih Pak Kelvin, dan saat tahu kekasihnya punya hubungan dengan laki-laki lain tentu saja Pak Kelvin marah. Dan setelahnya Pak Kelvin selalu berusaha mencuri perempuan-perempuan yang dekat dengan Pak Arga, agar Pak Arga gak memiliki kesempatan bersama seseorang. Sampai suatu hari Pak Arga begitu kecewa dan gak bisa memaafkan perbuatan Pak Kelvin yang sudah merebut kekasihnya."
Reina yang mendengar hal itu, menatap kasihan Arga. "Tapi, apa benar Pak Arga merebut kekasih Pak Kelvin?"