Arga menegakkan badannya, bersandar pada sandaran kursi. "Dari pada makan mie, gimana kalau pesan makanan?" Sembari menoleh ke arah Reina.
"Gak usah, Pak. Sebentar lagi airnya mendidih, tinggal masukin mie nya saja."
"Kebetulan saya juga belum makan."
"Kalau gitu, saya masak mienya 2 buat Pak Arga sekalian."
Dilihatnya kaki Reina yang sudah tidak memakai gips. "Syukurlah kaki kamu sudah gakpapa sekarang," ucap Arga.
"Iya, Pak. Berarti mulai besok saya sudah bisa ke Kantor."
"Tentu saja." Reina tersenyum pada Arga yang memasang wajah datar.
Mendengar suara air mendidih Reina segera ke depan kompor, memasukkan mie ke dalam panci. Saat sedang membuka bumbu mie yang ditaruh di mangkuk, Reina menoleh ke arah Arga yang sedang menatapnya.
"Hampir saja saya lupa, kata salah satu pengawal mereka gak berhasil menangkap orang yang sudah melemparkan batu," kata Reina santai.
"Apa yang harus saya lakukan?" Dengan wajah serius.
"Pak Arga gak perlu melakukan apa-apa. Saya gak mau membebani Bapak, lagi pula Bapak menikahi saya karena terpaksa. Pak Arga gak perlu bertanggung jawab penuh terhadap saya." Lalu, Reina kembali membuka bungkus bumbu mie.
Aku menikahi kamu tanpa adanya rasa terpaksa. Aku melakukannya agar bisa menjaga kamu dari dekat...
Tiba-tiba Arga mendapat telepon, dan sejenak menghilang dari sana. Meninggalkan Reina yang kembali mendudukkan diri di kursi. Tidak membutuhkan waktu lama, Arga kembali dengan jas dan dasi yang sudah dibukanya, bahkan dua kancing kemejanya dibuka. Jangan lupakan lengan kemeja yang digulung hingga sedikit di bawah siku.
Bukannya duduk di samping Reina lagi, Arga duduk di kursi tepat di hadapan Reina seperti biasa. Reina yang merasa sedikit canggung tiba-tiba, beranjak dari sana. Berdiri depan kompor, mengaduk-aduk mie yang sudah matang. Menuangkannya ke dalam mangkuk. Lalu, membawanya ke meja.
"Silakan dimakan, Pak," ucap Reina yang sudah duduk di kursi.
Arga ambil sendok yang sudah ada di mangkuk, mulai memakannya perlahan karena masih panas.
"Habis ini Pak Arga balik ke Kantor lagi kan?" tanya Reina yang tidak ingin suasana begitu hening, hanya ada suara dentingan sendok yang beradu dengan mangkuk.
"Nggak, kenapa? Ada yang kamu butuhkan?"
Reina menggelengkan kepala. "Saya cuma tanya." Lalu, memasukkan sesendok mie ke dalam mulut.
.
.
Di tengah malam yang sunyi, Reina terbangun dari tidurnya. Melihat jam weker yang ada di atas nakas, baru menunjukkan jam 1 dini hari. Merasa haus, Reina segera menuju Dapur. Namun, saat melewati pintu menuju area kolam renang yang sedikit terbuka, Reina malah melangkah ke sana.
Berdiri di depan pintu, menatap seseorang yang sedang berenang. Apa Arga tidak bisa tidur sampai berenang jam segini? Seperti itulah yang sedang Reina pikirkan. Arga berdiri di pinggir, manik matanya tertuju pada Reina.
"Kamu belum tidur?" tanya Arga.
Reina melangkahkan kaki. "Saya baru saja bangun."
Ketika Arga keluar dari dalam kolam di mana hanya mengenakan celana pendek di atas lutut, Reina mematung. Tubuh sempurna itu kesukaan Reina. Selama ini Reina hanya melihatnya di drama, dan sekarang Reina bisa menatapnya secara langsung. Merasa wajahnya memanas, sontak Reina membalikan tubuh.
Mencoba mengatur nafas yang sedikit tidak normal. Jantungnya sudah tidak jelas lagi degupnya. Reina mengibas ngibaskan tangannya di depan wajah, berharap rasa panas itu menghilang.
"Reina," panggil Arga yang sudah berada tepat di belakang Reina.
Memejamkan mata sejenak, lalu membalikan tubuh di mana Arga sudah memakai jubah handuk. Reina pun bisa bernafas lega. "Sebaiknya kamu kembali tidur. Besok kan kamu sudah mulai bekerja."
"Iya, Pak. Ini saya keluar mau ngambil air minum."
Ketika Reina hendak melangkah, salah satu tangannya digapai Arga. "Ada apa ya, Pak?" tanya Reina yang hatinya semakin tidak karuan.
Tiba-tiba Arga memeluk Reina. Reina yang melihat itu heran tapi juga khawatir. Apa mungkin terjadi sesuatu pada Arga? Reina yang tidak bisa bertanya, hanya mampu membalas pelukan itu.
"Apa pun yang terjadi saya akan melindungi kamu sesuai janji saya pada Ayah kamu," ucap Arga, lembut.
Reina melepaskan pelukan Arga. Menatap dalam wajah Arga yang sorot matanya terlihat sedih. Melihat hal itu, hati Reina tidak baik-baik saja. Kedua tangan Reina menyentuh wajah Arga. Lalu, dengan berjinjit Reina menempelkan bibirnya pada bibir Arga. Kecupan yang lembut Reina berikan pada suaminya itu.
Setelahnya Reina yang tersadar akan perilaku 'gila'nya itu, mengakhiri. Bahkan tanpa kata langsung menghilang dari sana sembari berlari. Melupakan minum, Reina masuk ke dalam Kamar tak lupa mengunci pintu. Merebahkan tubuh di atas ranjang, menarik selimut hingga menutupi sebagian wajah.
"Gila kamu, Re. Gila!" gumam Reina yang masih tidak habis pikir dengan dirinya sendiri yang bisa-bisanya melakukan tindakan seperti itu.
Reina pikir ia sudah kehilangan akal. Reina menghentak hentakkan kedua kakinya hingga kasur bergoyang.
Arga yang terkejut dengan apa yang Reina lakukan, masih berdiri di sana dengan degup yang tak menentu. Siapa sangka bahwa Reina seberani itu? Arga pun mulai mempertanyakan perasaan Reina terhadapnya. Jika tidak ada perasaan bahkan sedikit pun Reina tidak akan melakukannya, bukan?
"Kamu benar-benar membuat aku gak bisa berpaling, Re. Apa yang harus aku lakukan sekarang?"
Reina mencoba kembali tidur dengan memejamkan mata namun otaknya terus memikirkan adegan manis yang telah ia lakukan. Reina frustasi! Mendudukkan diri dengan wajah menyesal.
"Bagaimana bisa kamu melakukan hal seperti itu, Re! Terlebih sama Pak Arga. Pak Arga memang sudah resmi jadi suami kamu, tapi bukan berarti kamu bisa seenaknya menciumnya kayak gitu!" Reina mengacak-acak rambutnya dengan kedua tangan.
Reina pikir ia tidak akan sanggup bertemu Arga besok. "Entah apa yang sekarang Pak Arga pikirkan tentang aku. Apa mungkin dia pikir bahwa aku ini sama dengan perempuan lainnya yang mengincarnya? Membuat kesempatan dalam kesempitan. Tamat sudah riwayat kamu, Reina!"
Drrrtt
Lamunan Arga buyar. Berjalan ke arah meja, mengambil handphone yang memperlihatkan ada satu chat masuk. Dibukanya chat dari Baskara yang memperlihatkan seorang pria yang tak kalah tampan dari Baskara berwajah bule sedang berada di salah satu Hotel milik Arga bersama perempuan yang Arga kenal. Di foto itu adalah Kelvin dan kekasih Revan.
Arga mendudukkan diri di kursi dengan wajah serius. Menelepon seseorang.
"Hallo, Kak," ucap Revan di seberang sana.
"Kakak akan kirimkan foto yang mungkin akan membuat kamu terkejut."
"Foto pacar aku sama Kak Kelvin? Aku sudah lebih dulu melihatnya. Ada salah satu staf Hotel yang mengirimkannya karena tahu perempuan itu pacar aku." Dengan nada yang terdengar santai.
"Kamu gakpapa?"
"Memangnya aku harus gimana? Marah? Aku sudah gak punya tenaga buat marah-marah, Kak. Seharian aku sudah lelah membantu masyarakat di sini."
"Jadi, apa yang akan kamu lakukan?"