Setelah menyelesaikan makannya dengan Arga yang masih setia menemani, Reina meminum obat yang Arga berikan. "Sekarang saatnya Pak Arga makan," ucap Reina sembari menatap Arga yang memegang gelas bekas minum Reina pada salah satu tangan.
"Iya." Arga berlalu dari hadapan Reina sembari membawa gelas dan piring.
Tidak melihat kembalinya Arga, Reina pikir Arga sedang menikmati makanannya di meja makan. Reina beringsut dari atas kasur, mendudukkan diri di kursi roda, lalu melajukannya hingga di hadapan Arga yang benar saja berada di meja makan.
"Ada apa? Butuh sesuatu? Seharusnya kamu panggil saya saja," tanya Arga dengan nada yang terus lembut. Sudah tidak sedingin dan ketus biasanya.
Beralih duduk di kursi makan tepat di hadapan Arga. "Saya gak butuh apa-apa, cuma ingin menemani Pak Arga yang lebih memilih makan sendiri. Padahal sebelumnya Pak Arga sudah menemani saya," kata Reina santai.
"Sejak kapan kamu pandai bicara manis?" Lalu, Arga memasukkan sesendok makanan ke dalam mulut.
"Sejak jadi istri seseorang?" Reina memperlihatkan senyum manisnya yang selama ini menjadi kesukaan Arga.
"Kamu gak perlu mencoba bersikap manis, Re. Karena saya terlalu mengerti alasan kamu menjaga jarak, alasan kamu tetap memperlakukan saya sebagai atasan kamu bahkan saat di Mansion."
Ayolah, Re... di mana lagi kamu bisa mendapatkan lelaki yang sepengertian itu? Kalau pun Pak Arga gak suka sama aku, bukan ide yang buruk memperlakukannya sebagai seorang suami. Walau sementara, bagaimana pun juga aku ini istrinya.
"Memangnya kenapa kalau saya mencoba bersikap manis? Apa sangat terlihat berpura-pura?"
"Justru karena terlihat alami makanya saya sempat berpikir, apa mungkin kamu memiliki perasaan pada saya?" Lalu, Arga meletakkan sendok dan garpunya di atas piring yang sudah bersih.
Seketika Reina terdiam. Bagaimana jika perasaan Reina ketahuan? Reina pun mulai memikirkan kembali niatnya memperlakukan Arga sebagai suami. Ya, Reina begitu takut perasaannya ketahuan.
Untuk mencairkan suasana agar tidak tegang, Reina terkekeh kecil. Suara tawa yang jelas terdengar garing. "Bagaimana mungkin saya suka sama Bapak. Saya ini sudah punya laki-laki yang saya suka."
Raut wajah Arga pun berubah dalam sedetik. Jadi lebih serius. Alih alih mengatakan sesuatu, Arga melangkah keluar Kamar begitu saja. Membuat Reina bingung. "Apa aku tanpa sadar sudah melakukan kesalahan?" tanya Reina pada dirinya sendiri.
Hanya memakai baju berkerah putih lengan pendek tipis, Arga membiarkan dirinya mulai kedinginan dengan duduk di tepi Pantai yang udara malam itu jauh lebih dingin dari biasanya karena hujan sebelumnya.
Arga terus menatap bulan yang saat itu nampak indah, jauh lebih indah dari hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Siapa yang tidak patah hatinya saat mendengar bahwa seseorang yang selama ini kita suka, mengatakan sudah menyukai orang lain?
"Siapa yang kamu suka, Re? Lelaki seperti apa yang mampu meluluhkan hati kamu?" gumam Arga dengan sorot mata sendu.
Terdengar suara handphone yang membuat perhatian Arga teralihkan dari otak yang penuh Reina. Merogoh salah satu saku celana bahannya, di mana layar handphone memperlihatkan panggilan dari manager Hotel.
"Hallo, Pak. Saya rasa Bapak harus kembali ke Hotel sekarang! Bu Reina baru saja tenggelam di kolam renang," ucap manager itu dengan nada sedikit tidak santai.
Tanpa sepatah kata Arga langsung mematikan panggilan, pergi dari sana dengan berlari. Sampainya di Hotel lebih tepatnya di area kolam renang yang hanya ada sedikit orang karena malam semakin larut, Arga hampiri Reina yang sedang terduduk di bangku dengan jubah handuk yang sudah dipakainya. Tatapan matanya kosong.
"Reina," panggil Arga yang berjongkok di hadapan Reina dengan wajah yang mulai diperlihatkan bahwa ia khawatir.
Di tengah wajah shocknya, Reina masih sempat sempatnya tersenyum. Mencoba memperlihatkan bahwa ia baik-baik saja, namun sayangnya Arga tidak percaya. "Apa yang terjadi? Bagaimana bisa kamu tercebur ke kolam?"
"Saya keluar untuk mencari Pak Arga karena gak balik-balik. Melihat Pak Arga yang pergi gitu saja dengan wajah gak biasa, saya pikir saya sudah melakukan kesalahan tanpa saya sadari. Pas sampai di kolam renang, tiba-tiba ada yang mendorong saya. Saya gak tahu siapa orangnya. Soalnya pas saya datang gak ada satu orang pun," jelas Reina.
Arga terpantau menghela nafas, berat. Rahang yang mengeras, bukankah terlihat Arga sedang menahan emosi?
"Maaf ya, Re. Seharusnya saya gak biarin kamu sendiri."
Reina menggelengkan kepala. "Ini bukan salah Pak Arga."
Manager Hotel menghampiri Arga yang berdiri dari jongkok. "Setelah saya periksa cctv karena penasaran dengan apa yang terjadi dengan Bu Reina, saya menemukan seseorang berpakaian serba hitam lengkap dengan topi dan masker, mendorong kursi roda Bu Reina hingga Bu Reina tercebur ke kolam! Dari postur tubuh dan rambutnya seperti laki-laki."
Arga menoleh ke arah Reina yang tengah menatap ke suatu arah dengan tatapan kosong. Pikiran Reina sepertinya masih tertinggal di detik detik ia tercebur. Bagaimana jika saat itu tidak ada yang menolongnya? Reina mungkin tidak akan selamat.
"Karena Reina sudah gakpapa, kalian bisa kembali ke tempat," ucap Arga.
"Baik, Pak."
Arga kembali menghadap ke arah Reina. "Kita balik ke Kamar yaa," ujar Arga.
Reina hanya menatap datar Arga. Karena kursi roda Reina yang masih basah yang berada di dekat Reina duduk, Arga pun menggendong Reina yang kali ini membiarkannya kepalanya bersandar pada bahu Arga.
Beberapa staf yang melihat hal itu, bahkan seorang laki-laki, merasa betapa manisnya Arga dan Reina. Pasangan yang terlihat serasi. Bahkan tanpa mereka sadari ada yang memotret mereka dari kejauhan. Seorang perempuan dengan kamera profesionalnya. Perempuan itu tersenyum penuh arti saat melihat foto hasil jepretannya.
Sampainya di Kamar, Arga turunkan Reina di sofa. Arga yang duduk di samping Reina, menghadap ke arah Reina, menyentuh dahi Reina yang masih terasa sedikit panas. "Padahal demam kamu belum hilang," kata Arga dengan wajah khawatir.
Reina tatap Arga. "Besok juga sudah sembuh kok. Kalau gitu, saya tidur duluan ya Pak." Reina melangkah pergi dari hadapan Arga dengan berjalan pelan.
Arga melangkah ke arah jendela, berdiri di sana. Menelepon seseorang.
"Hallo, Pak," kata Baskara di seberang sana.
"Saya ingin kamu cari tahu siapa orang yang sudah mendorong Reina hingga tercebur ke kolam renang Hotel!" Dengan tatapan wajah tajam.
"Baik, Pak."
Setelah Arga mengganti pakaian, Arga pun membaringkan tubuhnya di samping Reina yang sudah terlelap dalam tidur. Arga menoleh ke arah Reina, menatapnya penuh kekhawatiran. Sepertinya rasa khawatir itu mengalahkan patah hatinya.
"Saya akan lakukan apa pun untuk melindungi kamu," gumam Arga dengan suara pelan yang hampir seperti bisikan.
Arga pun memejamkan matanya, menyusul Reina ke alam mimpi.