Disentuhnya garpu, mencoba spaghetti buatan Arga yang rasanya cukup enak menurut Reina. "Saya gak tahu Pak Arga bisa masak," ucap Reina yang memakan kembali spaghetti.
"Untuk masakan simpel simpel seperti ini saya bisa," ujar Arga yang mulai memakan spaghetti.
"Sudah kaya, tampan, bisa masak lagi," puji Reina sembari melilit spaghetti di garpu. Lalu, menatap Arga yang tengah menatapnya.
"Bukannya beruntung perempuan yang menikah dengan saya?" Dengan wajah dibuat sombong, melihat betapa mendekati titik sempurnanya Arga.
"Mm," jawab singkat Reina yang mulai kembali malu karena perempuan yang beruntung itu adalah Reina. Terlepas dari pernikahan yang sementara itu, karena tujuan Reina hanya mencari rahasia bukan benar benar menikmati pernikahannya.
"Kamu sendiri suka masak?" tanya Arga, lalu memasukkan spaghetti ke dalam mulut.
Dengan santainya Reina menggelengkan kepala. "Saya cuma bisa masak mie instan." Reina terlihat tidak malu sama sekali dengan dirinya yang tidak bisa memasak. Seperti Reina tidak peduli dengan apa yang dipikirkan Arga setelahnya.
"Setiap manusia memang diciptakan dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing," kata Arga santai, seolah menerima Reina yang tidak bisa masak.
"Oh ya, Pak. Besok kan salah satu kunjungan ke Hotel yang di Bali ya?"
"Iya, dan saya akan melakukannya sendiri."
"Lho, kenapa? Biasanya Pak Arga selalu menyertakan saya." Dengan wajah bingung. Sepertinya Reina lupa dengan yang terjadi pada kakinya.
"Kamu gak berpikir kalau apa yang terjadi sama kaki kamu hanya akan merepotkan saya?"
Raut wajah Reina seketika berubah. Baru ingat dengan kakinya yang belum boleh banyak bergerak. Bagaimana mungkin Reina yang seharusnya membantu Arga malah merepotkannya. Namun, mendadak wajah Reina berubah sedih. Berarti kali ini ia tidak ikut kunjungan ke Hotel di Bali? Untuk pertama kalinya Reina akan absen. Padahal Hotel di Bali adalah Hotel favoritenya yang letaknya dekat Pantai.
Tentu saja perubahan suasana hati Reina dirasakan Arga yang mencoba menebak apa yang sedang dipikirkan Reina. Di tengah makannya yang terus berpikir Arga pun menemukan alasan yang bagus kenapa wajah Reina bisa nampak sedih.
Reina menyelesaikan makannya, meletakkan garpu di atas piring. Mengambil gelas berisi air putih yang ia minum hingga setengah, dan setiap pergerakannya itu tak luput dari perhatian Arga.
.
.
Selesai makan di mana Arga yang mencuci piring, Arga mau pun Reina sibuk dengan dunia masing-masing. Reina terlihat mengisi waktu luangnya dengan menonton suatu drama Korea, sedangkan Arga menelepon seseorang.
"Jadi tiket pesawat yang perlu saya pesan 2 seperti biasa kan, Pak?" tanya Baskara di seberang sana.
Arga diam sejenak, memikirkan sesuatu. "Iya, dua." Arga pun memutuskan mengajak Reina seperti sebelum-sebelumnya. Arga pikir jika hanya membiarkan Reina sendirian di Mansion dalam keadaan tidak bisa ke mana-mana, itu akan membuat Reina murung.
Terdengar dering handphone yang memenuhi seisi Kamar, membuat Reina mengalihkan perhatiannya sesaat dari layar laptop. Mengambil handphone yang ada di atas nakas.
"Hallo, In." Sembari menatap layar laptop.
"Ehem."
"Hah? Sudah gitu saja?" Dengan wajah terheran-heran dengab kelakuan sahabatnya itu.
"Apa kamu sama Pak Arga siap tidur?" tanya Indah yang membuat dahi Reina mengerut.
"Maksudnya? Aku gak tahu Pak Arga sudah mau tidur atau belum, aku sih lagi nonton drakor."
"Hah?!" Dengan nada tidak santai.
"Santai In santai. Kamu kenapa sih?"
Helaan nafas panjang pun terdengar dari seberang sana. "Oh ya, lupa aku."
"Lupa apa?" Reina mengaktifkan loudspeaker. Meletakkan handphone di atas kasur, samping laptop.
"Kalian kan menikah bukan karena cinta jadi mana ada malam pertama."
Reina yang mendengar itu langsung memasang wajah tak percaya dengan isi kepala Indah. Berbeda dengan Arga yang sudah berada di depan pintu Kamar Reina, hendak mengetuk pintu namun tidak jadi berkat kalimat yang dikeluarkan Indah. Wajah Arga menggambarkan kesedihan. Melangkah pergi dari sana.
"Gimana bisa kamu berpikiran kayak gitu!" kata Reina yang akhirnya berbicara setelah diam sejenak.
"Kalau saja kalian menikah tanpa alasan apa pun pasti malam ini akan menjadi malam terindah." Dari nada bicaranya sepertinya Indah membayangkan sesuatu.
"Dari dari pikiran kamu sekarang, Indah!" tegas Reina yang tidak ingin sahabatnya itu berpikiran yang tidak-tidak.
"Padahal ya Re, Pak Arga itu spek lelaki yang sempurna. Apa gak sayang sayang kamu menyia-nyiakannya gitu saja? Belum tentu lho nantinya kamu mendapatkan yang modelannya paket lengkap kayak gitu."
Kali ini Reina yang menghela nafas. "Kalau memang ada rahasia di balik pernikahan ini, rahasia yang mereka sembunyikan lebih penting dari pada suami yang sempurna," kata Reina yang memperjelas tujuannya.
"Iya, tahu. Terus, kalau kamu sudah menemukan rahasia yang ada kalau memang ada, kamu akan lansung minta cerai?"
"Mm," kata Reina singkat tanpa pikir panjang.
"Kalau gak ada? Itu cuma seperti pemikiran berlebihan saja."
"Aku tetap akan meninggalkan pernikahan ini!" Dengan wajah yakin. Seolah, apa yang hari ini Arga lakukan tidak menggoyahkan pertahanan Reina. Terlepas dari rasa sukanya pada Arga yang mulai besar.
"Ya sudah deh, aku mau tidur."
"Sudah sana tidur, ganggu orang saja."
"Bye bye nyonya Arga," ledek Indah yang langsung mematikan panggilan sebelum Reina mengatakan sesuatu.
Alih alih kembali fokus pada drama yang sedang ditontonya, Reina memikirkan status barunya itu. Memikirkan semua hal yang sudah terlanjur.
Kalau suatu hari aku minta cerai, Pak Arga akan mengabulkannya kan? Pastilah, Re. Gak mungkin Pak Arga mempertahankan pernikahan tanpa cinta ini. Dia kan menikah karena terpaksa. Ngomong-ngomong apa ya yang akan dipikirkan Pak Arga kalau aku menerima pernikahan ini karena ingin mencari sesuatu? Bukannya benar-benar menerima perjodohan yang ada.
Arga sudah berada di Kamar-nya, duduk di tepi ranjang, mengambil dompet yang ada di atas nakas, membukanya. Di sana terdapat foto Arga dan Reina. Foto yang terlihat sudah cukup lama. Ya, Arga memiliki perasaan pada Reina lebih lama dari yang dibayangkan. Namun, siapa yang sangka bahwa seorang Arga menyukai Sekretarisnya. Berkat sikap dingin dan wajah datar Arga pandai menyimpan rapat rapat perasaannya.
Kalau kita bertemu dalam kondisi yang berbeda, mungkin kita bisa sama-sama bahagia dengan pernikahan ini. Aku bisa mengatakan semua yang selama ini aku tahan, Reina. Aku bisa kasih tahu kamu kalau aku cinta sama kamu, aku ingin terus bersama kamu, aku gak mau kamu terluka...
.
.
Pagi telah datang menyapa Arga yang terlihat sudah berada di Dapur, membuat sarapan, sebuah sandwich. Menaruh dua piring berisi sandwich di meja, serta satu gelas susu dan satu gelas orange juice. Setelahnya Arga bergegas menemui Reina yang tidak juga menjawab panggilan Arga. Arga mencoba membuka pintu namun dikunci. Arga pun pergi ke Kamar-nya untuk mengambil handphone, menelepon Reina.
"Hallo," ucap Reina dengan suara khas orang bangun tidur.